News

Menelusuri Jejak Islam di Subang Pada Era Kolonialisme

Makam RA Wangsa Goparana

SUBANG-Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia. Pada tahun 2023, RISSC mencatat, jumlah populasi muslim di Indonesia mencapai 240,62 juta jiwa pada 2023. Jumlah ini setara 86,7% dari populasi nasional yang totalnya 277,53 juta jiwa. 

Dengan jumlah sebanyak itu, pernah kah terpikirkan di benak kita semua bagaimana Islam dapat masuk berkembang terutama di Kabupaten Subang? 

Kali ini kita akan membahas seperti apa jejak Islam di Subang pada era kolonialisme bersama Dosen Pendidikan Sejarah Institut Pangeran Dharma Kusuma Anggi A. Junaedi. 

Dia mengatakan perkembangan Islam di Subang pada masa kolonial tidak lepas dari peran 7 ulama yang disebut 'de haan' dalam buku 'de Preanger' sekitar abad ke-17. Ketujuh ulama tersebut berasal dari Subang selatan (Sagalaherang, Batusirap dan Cinengah). 

"Mengingat di Sagalaherang terdapat tokoh Raden Aria Wangsa Goparana, diperkirakan ketujuh ulama tersebut merupakan muridnya," ucapnya. 

Sosok RA Wangsa Goparana merupakan salah satu penyebar ajaran Islam di Wilayah Subang, terutama Subang Selatan. 

Wilayah yang diislamkannya di antaranya Subang, Purwakarta, Cianjur, Sukabumi dan Limbangan. Kemudian beliau menetap di wilayah Sagalaherang.  

Ia juga merupakan Raja di Kerajaan Talaga Manggung (Majalengka). Kerajaan ini yang nantinya berperan sebagai penyebar Islam di Subang. 

Ketika itu Raja dari Kerajaan Talaga, Sunan Wanaperi memiliki seorang putera Sunan Ciburang yang kemudian memiliki putera RA Wangsa Goparana. pada akhirnya Ia orang pertama yang memeluk agama Islam di Talaga dan mendapat pelajaran dari Sunan Gunungjati. 

Dengan ditemukannya makam Raden Arya Wangsa Goparana yang terletak di Blok Karang Nangka Beurit, Desa Sagalaherang Kaler, Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang maka proses dakwah dan penyebaran agama Islam sudah ada sejak saat itu, yakni pada tahun 1530.

Anggi mengatakan, Islamisasi di Subang juga memberikan beberapa dampak pada kehidupan dan peradaban Subang pada saat itu. 

"Tentu ada, Islam sebagai sebuah agama diakui oleh tuan tanah Subang. Dampaknya, masjid sebagai rumah ibadah umat Islam Subang masuk ke dalam kawasan perkotaan," ucapnya. 

Ia menambahkan dari sana, Islam semakin berkembang mengikuti gaya perkotaan.  "Hal yang lebih menarik, sekitar tahun 1930-an ada pasar umat Islam di Subang yang sifatnya insidental. Pasar ini diadakan di lapangan golf (sekarang Alun-alun Subang) yang menyediakan peralatan ibadah umat Islam Subang, mulai dari peci, sarung, Al-Quran, sejadah, dan semacamnya," tambahnya. 

Anggi lanjut menjelaskan, dalam transisi kepada era kemerdekaan seiring berkembangnya Islam di Indonesia, hadir juga organisasi sosial keagamaan di Subang seperti NU, Muhammadiyah, dan Persis. 

"Untuk NU, justru ada dua, yaitu NU Sukamandi dan NU Subang. Keduanya melebur jadi satu di kemudian hari," ucapnya. 

Ada juga Jamiyah Rifaiyah yang muncul di Subang Utara. Perkembangannya memang lebih masif di wilayah pantura untuk Rifaiyah. Namun tetap, tidak sebesar yang lainnya.(fsh/ysp) 

Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua