PURWAKARTA-Ribuan ikan mati massal di Keramba Jaring Apung (KJA) Waduk Jatiluhur, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Purwakarta. Kejadian ini dipicu hujan lebat yang mengguyur daerah tersebut selama beberapa hari terakhir sehingga mengakibatkan fenomena yang disebut "mabuk ikan" pada awal Februari 2025.
Kepala Bidang Budidaya Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten (Diskanak) Purwakarta, Intan Riyani, mengungkapkan bahwa kematian ikan tercatat mencapai 80-100 ton dari Kamis (6/2) hingga Jumat (7/2).
Kematian massal ikan tersebut, kata dia, sudah diprediksi sebelumnya, setelah beberapa tanda muncul pada ikan yang tampak lemas pasca-hujan deras sejak setelah Tahun Baru Imlek.
"Fenomena ini hanya terjadi di zona 2 Citerbang, Desa Panyindangan, Kecamatan Sukatani, sementara wilayah lain di Waduk Jatiluhur tetap aman berkat langkah pencegahan yang dilakukan bersama Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar Sukabumi," kata Intan kepada wartawan, Senin (10/2).
Diskanak Purwakarta juga sudah memberikan peringatan kepada para pemilik KJA sejak November 2024, namun beberapa peternak tetap bertaruh untuk tetap melanjutkan budidaya mereka. Karenanya, Intan menyayangkan sikap peternak yang mengabaikan peringatan pemerintah, mengingat peristiwa serupa sudah sering terjadi setiap musim hujan.
"Selain faktor cuaca ekstrem, pencemaran limbah pakan ikan di dasar bendungan juga turut berperan dalam memperburuk kualitas air dan memperbesar risiko kematian massal ikan," ujarnya menambahkan.
Menurutnya, dengan jumlah KJA yang terus meningkat yang kini mencapai 44.000 unit dari kapasitas ideal hanya 11.306 unit, Diskanak Purwakarta bersama Satuan Tugas Citarum Harum berusaha untuk mengurangi jumlah KJA di Waduk Jatiluhur. Bahkan, penanganan insiden ini akan melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Diketahui sebelumnya, Martina (46), salah satu pengelola KJA, mengungkapkan bahwa kematian ikan sudah berlangsung tiga hari berturut-turut.
Selain hujan, kekurangan sinar matahari akibat langit yang mendung menyebabkan suhu air turun drastis, memicu fenomena umbalan, yaitu naiknya air dingin dari dasar waduk.
Perbedaan suhu yang tajam ini membuat ikan-ikan, terutama ikan mas, yang seharusnya siap panen, tak dapat bertahan. Akibatnya, Martina mengalami kerugian besar hingga Rp200 juta, dengan 13 ton ikan mati di KJA-nya.
Dirinya tak sendiri, Martina menyebutkan, ada ratusan petani ikan lainnya yang mengalami serupa, yakni kematian massal ikan akibat cuaca buruk.
"Jenis ikan yang mati massal sebagian besar adalah ikan mas, seharusnya ikan tersebut sudah siap panen. Tapi karena musibah, kami jadi rugi hingga ratusan juta," ucapnya.(add/ded)