Headline

Pojokan 250: Mantra Sakti

Kang Marbawi.
Kang Marbawi.

Kini, menjadi orang sakti itu tak perlu susah payah. Tak usah bertirakat 40 hari, 40 malam. Atau berendam di sungai selama tujuh malam, dengan segala sesajennya. Macam berang-berang membangun rumah di kali. Cukup kau punya uang yang unlimited atau kekuasaan, kau bisa menjadi sakti. Semua akan tunduk; hukum, aparat, keluarga, teman, pejabat, masyarakat, orang tua, mertua bahkan cinta pun bisa bertekuklutut, bersimpuh dan tersipu padamu. Dengan uang dan kekuasaan, kehormatan, jabatan dan kebahagiaan seolah menjadi perhiasan yang melekat indah. 

Jarimu bagaikan tongkat Ajaib yang bisa mewujudkan apa saja yang kamu mau. Kata-katamu bertuah. Apa yang dikeluarkan dari mulutmu bisa membuat orang manut,manggut-manggut. Percaya seyakin-yakinnya bahwa perkataanmu adalah kebenaran mutlak dan ikuti. Sabdamu sama benar dan nyata seperti sandal yang kau pakai. Walau kata-katamu bau dan kotor, kata-katamu diikuti dan diyakini banyak orang! Ini model orang sakti jaman kiwari.

Macam Iklan, mantra yang sakti itu harus mudah diingat dan gampang dipakai. Agar orang cepat paham dan bisa mengikuti dan membuktikan tuah mantranya. Nah, salah satu mantra yang cukup singkat namun ampuh nan sakti adalah mantra “America First”nya Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. 

Mantra “American First” itu bertujuan untuk mendukung tuah “Make America Great Again” sebagai ambisi Trump mengembalikan kekuatan ekonomi Amerika, dalam perdagangan dan politik global. Trump merapalkan mantranya dalam dua aturan sederhana, yaitu “buy American and hire American”, yang diterjemahkan sebagai “membeli produk Amerika dan pekerjakan bangsa Amerika”. Mantra itu dibuat untuk melindungi para pekerja dan keluarga Amerika untuk meningkatkan kesejahteraan. Dan dampaknya dahsyat sekali. Gendam Trump ini, membuat senewen dan kocar-kacir banyak negara di dunia.

Jampi-jampi Trump tersebut melahirkan berbagai kebijakan proteksionis dan mementingkan kepentingan domestik Amerika. Tengok kebijakan tarif Trump yang membuat kalang kabut perdagangan internasional. 

Di Indonesia pun sebenarnya banyak orang sakti-mandraguna. Lihat saja para penguasa di berbagai tingkatan, dari jaman baheula sampai sekarang. Kerling sakti penguasa, bisa mengharu biru kebijakan. Sayangnya -kesaktiannya (baca kebijakannya) hanya untuk kepentingannya sendiri. Bukan untuk rakyat. Bukan untuk menegakkan keadilan sosial, kemakmuran dan keberadaban. Pantas kesaktiannya hanya berbalik menjadi tulah sendiri. Tak sedikit penguasa yang luruh kesaktiannya, gara-gara korupsi dan ditangkap penegak hukum yang masih belajar sakti. Sebab kesaktiannya akan naik tingkat jika tak korupsi/tak disuap. 

Padahal Sang Anggrek Besi, Megawati Soekarno Putri pernah mendakukan mantra keadilan. “Keadilan yang harus menjadikan mantra suci yang bersemayam dalam sanubarinya para hakim hingga lahirnya Palu Emas,” begitu aji-aji Megawati dalam peluncuran buku ‘Pilpres 2024 Antara Hukum, Etika, dan Pertimbangan Psikologis karya Todung Mulya Lubis di Jakarta, (12/12/2024).

Mantra itu rapuh oleh laku moral tak patut, serakah, aji mumpung akibat godaan tuah hedonis, kepada siapapun yang memegang kekuasaan. Bangkah pemegang palu keadilan pun menggadaikan mantra keramatnya kepada “uang”. 

Tak ada kekuasaan yang langgeng. Maka kita berharap, kepada penguasa yang memiliki kesaktian karena kekuasaannya, untuk menggunakan mantranya agar bisa merubah nasib rakyat dan mewujudkan Indonesia Emas.  

Sayangnya pelintuh; Indonesia Maju, Berdaulat, Adil dan Makmur!” hanya menjadi wiridan dalam upacara-upacara. Padahal tuah ini bisa jadi jampi-jampi ampuh jika diyakini dan dilaksanakan dengan segenap jiwa raga dan akal budi.

Ah sudah lah, sudah banyak bertebaran mantra-mantra di setiap penguasa berkuasa dan punya kekuasaan. Sayangnya, mantra-mantra itu hanya menjadi tahayul yang dipercaya, namun tak ada bukti. Hanya sakti untuk menggelontorkan kebijakan dan anggaran yang dikorupsi. Berjamaah pula korupsinya.  

Mantranya, tak bisa menyihir para punggawanya untuk bersama mewujudkan kesaktian mantra itu. Justru sebaliknya, kesaktian ajimat itu digerogoti laku lacur dirinya sendiri.  

Mari berlomba membuat mantra/kebijakan. Siapa tahu bukan menjadi tahayul. (Kang Marbawi, 260425)

Terkini Lainnya

Lihat Semua