Pojokan 263: Juara Doa

Kang Marbawi.
Ketika terpuruk dalam kehidupan atau memiliki keinginan untuk duduk di kursi jabatan, lantunkanlah untaian jampi-jampi. Kita – Orang Indonesia, akan berdoa dengan berbagai cara. Menyebut nama Tuhan keras-keras, sesegukkan, sembunyi-sembunyi, atau terang-terangan. Bahkan kadang hinga mencari bantuan kepada “orang pintar”. Seolah Tuhan bisa disuap dengan berbagai macam bacaan dan jampi-jampi. Mantra yang dilantingkan ke langit, bisa membawa pesan permohonan kepada sang Pencipta.
Itulah orang Indonesia yang sangat agamis. Sejak lahir hingga wafat selalu berhubungan dengan doa. Seolah mengikuti jargonnya “Pegadaian; Mengatasi Masalah Tanpa Masalah”. Pun orang Indonesia, punya slogan “Punya masalah atau keinginan? Berdoalah”.
Itulah kekuatan doa dan ke-Maha Besaran-Nya, hampir selalu mengabulkan semua munajat para hamba-Nya.
BACA JUGA: Pojokan 262: Wabah Roro
Karena budaya ini, survei Pew Research Center (PRC) - dikutip media CNBC 28 July 2025 lalu, menobatkan Indonesia di peringkat pertama negara paling rajin berdoa. Buktinya, 95% atau 269 juta penduduk Indonesia, selalu berdoa setiap hari. Dengan berbagai kepentingan dan tujuannya masing-masing.
Dari 35 negara yang disurvei PRC -mewakili 50% populasi dunia, negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, doanya paling kencang. Di Benua Afrika, Kenya dan Nigeria, 84% penduduknya memiliki kebiasaan berdoa harian. Hal sama juga di belahan Asia: Malaysia, Filipina, dan Bangladesh juga menunjukkan angka yang tinggi. India menjadi juara absolut, 1 miliar penduduknya berdoa setiap hari atau 71% dari populasi.
Penelitian PRC ini mengkonfirmasi budaya “munajat doa” semarak dan biasa dilakukan di Indonesia. Acara apapun selalu ada doanya. Bagi sebagian orang, pelantun jampi-jampi kadang jadi ladang usaha. Tapi tak apalah. Karena salah satu harapan dari para pendoa adalah meminta doa kepada individu yang dianggap “istimewa”, sebagai wasilah doa yang dilantunkan ke langit. Seolah doa dari orang Istimewa, ibarat katebelece kepada Tuhan agar segera di kabulkan. Lirik saja, wisata ziarah religi para wali, selalu ramai. Tak salah, dan lumrah dilakukan oleh orang Indonesia. Termasuk kita!
Berbanding terbalik dengan negara-negara Barat -negara maju dan sekuler, penduduknya terbilang jarang berdoa. Di Eropa seperti Swedia, Prancis, dan Jerman, kurang dari 20% penduduk yang bersemadi tiap harinya. Menariknya di Amerika Serikat, tercatat 44% penduduknya (149 juta) melakukan ibadah doa setiap hari.
BACA JUGA: Pemberian Fatwa Haram Sound Horeg oleh Majelis Ulama Indonesia
Konsep teologis tentang kerja dan kesejahteraan, berbeda pada setiap budaya. Sementara agama relative mengajarkan konsep kebahagiaan utama adalah “nanti” di akhirat. Melahirkan faksi “jabariah” yang berpandangan bahwa, segala sesuatu telah ditentukan Tuhan. Termasuk kesejahteraan dan segala hal yang dilakukan di dunia; permasalahan, pekerjaan, kerumahtanggan dan sebagainya, telah dipakem-kan oleh Sang Ajali. Faksi ini, lebih besar menggantungkan hidup pada doa dan pasrah. Kasab usaha, hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban saja.
Ada lagi partai “qodariah” yang berpandangan bahwa, manusialah yang menentukan kehidupan. Seperti halnya aliran Calvinisme melalui konsep “keterpanggilan” dan “manusia terpilihnya” protestanis. Kelompok ini memberikan keleluasaan kepada manusia untuk menentukan apa yang ingin dicapai dan dilakukan. Tuhan hanya berperan sebagai legitimator dari usaha yang dilakukannya. Keberhasilannya dianggap sebagai keterpilihan. Maka untuk menjadi manusia terpilih, harus serius dalam bekerja dan berjuang untuk mencapai kesejahteraan.
Ada lagi model aliran sekuler! Bagi aliran sekuler, yang menentukan segala sesuatu adalah akal dan kasab manusia. Tak berkaitan secuil pun dengan Tuhan. Baik buruk ditentukan sendiri. Tak ada kiprah Tuhan dalam keberhasilan atau keterpurukan manusia. Partai sekuler memungkin para malaikat pensiun dan Tuhan di eliminasi. Untungnya orang Indonesia jauh dari aliran ini.
Ada pertanyaan yang menggelitik, kesejahteraan, keberhasilan atau keterpurukan seseorang, apakah berkorelasi dengan rajinnya seseorang berdoa?
Jika iya, kenapa negara Barat yang relative lebih jarang berdoa, lebih maju dan lebih sejahtera dibanding negara-negara yang penduduknya rajin berdoa? Seperti di sebut dalam risetnya PRC di atas.
Perlu perspektif yang luas dalam menjawab persoalan tersebut. Rasionalitas dan kreatifitas akal sehat, yang tidak menabrak norma teologis dan budaya, bisa menjadi salah satu alternative dalam menjawab kesejahteraan dan kemajuan hidup. Agama diimplementasikan untuk ladang kehidupan yang harus menjadi pemicu , pemacu, serta pendorong untuk mewujudkan kesejahteraan di dunia dan akhirat. Berdoa, bukan sebagai pelarian dari persoalan dan tangga mewujudkan keinginan. Bahkan hingga meminta doa kepada para makelar doa.
Sepertinya research PRC ini, membuat sibuk para malaikat untuk memilah proposal doa dari miliaran manusia. Mana doa yang harus direkomendasikan untuk dikabulkan dan mana yang dipending atau bahkan ditolak. Untung Tuhan kita itu Asyik! Bisa didekati dan dilobi kapan saja. Bahkan konon, Tuhan pun bisa di WA. Isinya, Tuhan semoga penduduk negeri ini bisa bebas dari dan tidak korupsi. Sebab ibadah kepada Mu pun kadang dikorupsi! (Kang Marbawi, 030825)