PASUNDAN EKSPRES - Mohammad Shtayyeh, Perdana Menteri Otoritas Palestina mengajukan pengunduran diri bersama dengan pemerintahannya pada Senin, 26 Februari 2024.
Langkah mengejutkan ini diambil setelah menerima kritikan dari Amerika Serikat (AS) serta dari warga Palestina sendiri.
Dalam unggahan di Facebook, Shtayyeh menyampaikan pengunduran dirinya kepada Presiden Mahmoud Abbas pada Selasa sebelumnya, dan secara resmi mengajukan pengunduran diri secara tertulis pada hari yang sama.
"Saya ingin memberitahu dewan yang terhormat dan tokoh-tokoh kami bahwa saya menyerahkan pengunduran diri pemerintah kepada Tuan Presiden (Mahmoud Abbas), Selasa lalu, dan saya menyampaikannya secara terlulis," ungkap Shtayyeh pada posting-an Facebook-nya seperti yang dikutip dari CNN Internasional.
BACA JUGA:Israel Setuju Hentikan Serangan Militer selama Ramadan, Kata Joe Biden
BACA JUGA:Bantuan Dijatuhkan dari Pesawat di Gaza, Ratusan Warga Sambut dengan Senang
Otoritas Palestina (PA)
Otoritas Palestina (PA) didirikan pada pertengahan 1990-an sebagai pemerintahan sementara, menyusul Perjanjian Oslo antara Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Israel.
PA beroperasi dari Ramallah, Tepi Barat, dan memiliki otonomi dalam beberapa wilayah di sana dan didominasi oleh partai politik Fatah memegang kendali Gaza hingga tahun 2007, ketika Hamas memenangkan pemilihan legislatif.
Konflik antara Israel dan Hamas, yang menguasai Gaza, telah menyulitkan upaya PA untuk memulihkan kendali di wilayah tersebut.
Kegagalan PM Otoritas Palestina dalam Upaya Perdamaian Konflik
Meskipun AS mendukung PA sebagai mitra dalam upaya mencapai perdamaian antara Israel dan Palestina, mereka juga menyerukan reformasi dalam struktur dan tata kelola PA.
BACA JUGA:Dubai Bangun Piramida Ziggurat, Dengan Arsitektur Megah dan Futuristik
BACA JUGA:Israel Ratakan Perbatasan Gaza untuk Bangun Zona Penyangga
Namun, Shtayyeh menyatakan ketidakseriusan AS dalam menyelesaikan konflik tersebut.
Selain kritikan dari luar, PA juga menghadapi ketidakterpopuleran di antara warga Palestina, yang merasa pemerintahan tersebut gagal memberikan keamanan di Tepi Barat, terutama dalam menghadapi serangan Israel.
Survei pada bulan Desember menunjukkan bahwa lebih dari 60% warga Palestina mendukung pembubaran PA, sementara 92% responden di Tepi Barat menginginkan pengunduran diri Presiden Abbas, yang telah menjabat sejak 2005. (pm)