Pesona Desa Wisata Cibuluh, Dari Festival Tujuh Sungai hingga Budaya Masyarakat di Subang

Pesona Desa Wisata Cibuluh, Dari Festival Tujuh Sungai hingga Budaya Masyarakat di Subang

Desa Cibuluh menawarkan pesona wisata yang unik memadukan keindahan alam, nilai sejarah, hingga kekayaan budaya Sunda yang masih terjaga.(Ijang Samsu Rizal/Pasundan Ekspres)

SUBANG-Di antara lembah-lembah hijau dan aliran air yang tenang, tersembunyi sebuah surga kecil yang menyimpan berjuta keindahan dan cerita. 

Desa Cibuluh, sebuah desa yang berada di Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang, menawarkan pesona wisata yang unik memadukan keindahan alam, nilai sejarah, hingga kekayaan budaya Sunda yang masih terjaga.

Secara geografis, Desa Wisata Cibuluh berada di ketinggian sekitar 650 meter di atas permukaan laut (mdpl). 

Udara sejuk dan panorama pegunungan yang menenangkan, membuat desa ini menjadi tempat pelarian sempurna bagi mereka yang ingin sejenak menjauh dari hiruk pikuk kota. 

BACA JUGA: Gaya Unik Camat Tanjungsiang, Suka Trabas dan Anak Band, Pernah Antisipasi Kebakaran saat Momotoran ke Hutan

Namun bukan hanya udaranya yang menyegarkan, Cibuluh punya magnet kuat yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelancong: pertemuan tujuh aliran sungai.

"Ketujuh sungai yang mengalir di wilayah desa kami adalah Cikembang, Citeureup, Cilandesan, Cinyaro, Cileat, Cikaruncang dan Cipunagara. Pertemuan semua sungai ini membentuk satu kesatuan yang unik. Mungkin hanya ada satu di Kabupaten Subang, bahkan bisa jadi hanya satu di Provinsi Jawa Barat," tutur Kang Udan, Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Cibuluh kepada Pasundan Ekspres, Selasa (5/8/2025). 

Pertemuan tujuh sungai ini bukan hanya keindahan visual, tapi juga menjadi pusat kegiatan Festival 7 Sungai—sebuah agenda tahunan yang meriah dengan atraksi budaya, lomba perahu mini, hingga ritual adat masyarakat yang masih kental dengan nilai-nilai leluhur.

Lebih dari sekadar keindahan alam, Desa Cibuluh juga menyimpan sejarah perjuangan yang layak untuk dikenang dan dijaga. Di desa ini berdiri kokoh Monumen Perjuangan 45, penanda heroiknya pertempuran pasukan Siliwangi melawan tentara Belanda pada tahun 1946.

BACA JUGA: Pelaku Produksi Tembakau Sintetis di Subang Terancam 20 Tahun Penjara

"Monumen itu bukan sekadar tugu batu. Ia adalah saksi bisu keberanian dan tekad warga serta tentara Indonesia saat mempertahankan kemerdekaan," ujar Kang Udan.

Sejak dicanangkan sebagai Desa Wisata pada tahun 2015, Cibuluh semakin serius mengembangkan potensi pariwisatanya. Namun pendekatannya tidak mengikuti arus wisata modern yang penuh beton dan gedung tinggi.

Justru, desa ini mengandalkan keaslian budaya dan kekayaan alam sebagai daya tarik utama.

Wisatawan yang datang ke sini bukan hanya diajak menikmati panorama, tetapi juga belajar dan ikut merasakan kehidupan masyarakat lokal.

Mayoritas warga Cibuluh adalah petani, dan aktivitas bertani menjadi bagian dari atraksi wisata edukatif yang ditawarkan.

"Kami punya wisata edukasi berupa praktik pertanian, membuat kerajinan, belajar budaya Sunda seperti pencak silat, angklung, sampai masak makanan tradisional," kata Kang Udan.

Tak hanya itu, Desa Wisata Cibuluh juga dikenal dengan berbagai atraksi khas, di antaranya: Festival Kolecer, Leucir Tubing, Saung Mulan, dan Hajat Lembur. 

Cibuluh bukan hanya destinasi, tapi pengalaman hidup yang memadukan antara kesederhanaan, keindahan, dan makna budaya.  Di saat banyak desa berlari menuju modernitas tanpa arah, Cibuluh justru merangkul warisan leluhur dan menjadikannya sebagai pilar kekuatan.


Berita Terkini