Kesehatan

Kemenkes Imbau Masyarakat Bijak Soal Penggunaan Antibiotik, Cegah Risiko AMR

Kemenkes Imbau Masyarakat Bijak Soal Penggunaan Antibiotik, Cegah Risiko AMR

PASUNDAN EKSPRES - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengimbau masyarakat bijak soal penggunaan antibiotik.

Baru-baru ini, netizen di sosial media X bersuara soal penggunaan antibiotik yang sering digunakan masyarakat Indonesia sebagai obat untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan.

Bahkan, ada beberapa masyarakat yang mengonsumsi antibiotik tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter.

Penggunaan antibiotik yang tidak bijak menyebabkan munculnya bakteri yang kebal terhadap antibiotik yang disebut dengan resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) 

Hal ini berdampak pada semakin sulitnya pengobatan dan perawatan pada pasien yang terkena resistensi antibiotik.

BACA JUGA:Kemenkes: Konsumsi Antibiotik Wajib Sesuai Indikasi Medis

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Azhar Jaya, SH, SKM, MARS mengungkapkan data kejadian resistensi antimikroba yang dilaporkan oleh rumah sakit sentinel. Data tersebut mencakup dua jenis bakteri yang kebal antibiotik.

"Data AMR di Indonesia secara khusus didapatkan dari data yang dilaporkan oleh rumah sakit sentinel yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, di mana hasil pengukuran Extended-spectrum Beta-Lactamase (ESBL) tahun 2022 pada 20 rumah sakit sentinel site sebesar 68%," ucap Azhar di Jakarta, dikutip dari laman Sehat Negeriku Kemkes, Selasa (24/9).

"Kemudian, di tahun 2023 pada 24 rumah sakit sentinel site sebesar 70,75% dari target ESBL tahun 2024 sebesar 52%. Angka ini menunjukan, adanya peningkatan resistensi antimikroba pada bakteri jenis Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae," sambungnya.

Bakteri jenis Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae ini dapat menyebabkan kematian dan menyerang seluruh sistem organ dalam tubuh manusia.

Data WHO Global Antimicrobial Resistance and Use Surveillance System (GLASS) yang diperbarui pada 2022 menyebutkan bahwa resistensi antimikroba pada Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae di Indonesia terdeteksi melalui pemeriksaan spesimen darah dan urine pasien yang terinfeksi AMR.

BACA JUGA:Kemenkes Perpanjang Pelaksanaan PIN Polio Hingga 23 September

Pasien yang mengalami infeksi AMR memiliki dampak yang cukup besar dan penanganan yang sulit karena sejumlah faktor.

Dari laporan rumah sakit yang diterima Kemenkes, penanganan pasien dengan infeksi resistensi antimikroba membutuhkan upaya yang besar. Sebab, bakteri yang kebal terhadap antibiotik memengaruhi perawatan pasien.

"Merawat pasien dengan infeksi AMR sangat sulit karena beberapa faktor. Yang pertama adalah pilihan obat terbatas. Obat yang efektif untuk pasien AMR mungkin tidak tersedia atau mahal dan patogen bisa menjadi resisten terhadap antibiotik yang ada," jelasnya.

Kemudian, penegakan diagnosis menjadi lambat sebab dibutuhkan pemeriksaaan kultur dan uji kepekaan dalam menegakkan diagnosis pasien infeksi lama, di mana untuk pemeriksaan tersebut memerlukan waktu sehingga memperlambat perawatan yang tepat. 

Hal ini juga dibutuhkan komitmen pimpinan rumah sakit untuk optimalisasi fungsi laboratorium.

BACA JUGA:Kemenkes Ajak Remaja Gaungkan Kesehatan Mental Guna Cegah Bunuh Diri

Faktor ketiga terkait dengan efek samping. Pengobatan resistensi antimikroba sering kali memerlukan antibiotik dengan efek samping yang berat atau risiko toksisitas.

Keempat, penyebaran infeksi AMR dimana infeksi resistensi antimikroba dapat menyebar cepat, terutama di lingkungan rumah sakit sehingga memerlukan langkah-langkah pengendalian infeksi yang ketat.

Terakhir, soal biaya yang cukup tinggi karena perawatan AMR membutuhkan waktu yang lama sehingga pengobatan AMR menjadi sangat mahal, produktivitas pasien dan keluarga penunggu menurun, serta membebani pasien dan jaminan kesehatan.

Oleh karena itu, Kemenkes mengimbau masyarakat untuk bijak dalam mengonsumsi antibiotik untuk mencegah terjadinya risiko infeksi AMR.

Berikut beberapa imbauan dari Kemenkes kepada masyarakat terkait konsumsi antibiotik, sebagai berikut:

BACA JUGA:Kemenkes dan WHO Luncurkan Strategi Nasional Pengendalian Resistansi Antimikroba Cegah Kematian Akibat AMR

a. Gunakan antibiotik hanya ketika diresepkan oleh dokter. Ikuti petunjuk dokter mengenai dosis dan durasi pengobatan.

b. Jangan menggunakan antibiotik yang dibeli tanpa resep atau sisa obat dari perawatan sebelumnya.

c. Jika dokter meresepkan antibiotik untuk infeksi yang tampaknya ringan, tanyakan alasan dan manfaatnya, serta alternatif pengobatan yang mungkin tersedia.

d. Jika Anda memiliki hewan peliharaan, pastikan antibiotik yang diberikan kepada hewan juga digunakan secara bijaksana. Sebab, resistensi dapat terjadi di antara hewan dan manusia.

e. Untuk menghindari risiko infeksi dan kebutuhan antibiotik, lakukan kebiasaan higienis yang baik seperti mencuci tangan secara teratur. Lakukan vaksinasi yang diperlukan untuk mencegah infeksi yang bisa memerlukan antibiotik jika terjadi.

f. Diskusikan kekhawatiran Anda dengan tenaga medis tentang penggunaan antibiotik dan manfaat serta risikonya. Pertanyaan ini dapat membantu Anda memahami keputusan perawatan yang diambil.

BACA JUGA:Kemenkes Kampanyekan Pencegahan dan Pengendalian TBC di Hari Anak Nasional 2024

Lebih lanjut, Strategi Nasional (Stranas) Antimicrobial Resistance 2025-2029 telah mengatur bahwa kampanye penggunaan antibiotik yang bijak tidak hanya ditujukan kepada masyarakat melalui Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE), tetapi juga kepada tenaga medis.

"Upayanya melalui peningkatan kompetensi dokter dalam tata laksana penyakit infeksi dan kepatuhan akan standar pelayanan dan panduan praktik klinis untuk dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan," imbuh Azhar.

Pengawasan terhadap pemberian antibiotik perlu dilakukan melalui Rekam Medis Elektronik (RME) yang digunakan oleh tenaga medis, serta kewajiban melaporkan penggunaan antibiotik golongan cadangan (reserve antibiotics) pada pasien beserta alasannya.

"Tenaga kesehatan selain dokter, tidak diperkenankan memberikan resep, kecuali mendapatkan kewenangan tambahan dari Menteri atau peraturan perundang-undangan," tandasnya. (inm)

Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua