PASUNDAN EKSPRES - Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), dengan tegas menyatakan bahwa dirinya tidak pernah terlibat dalam urusan teknis perjalanan dinas di Kementerian Pertanian (Kementan). Pernyataan ini disampaikan oleh SYL dalam sidang dugaan pemerasan dan gratifikasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin, 21 Mei 2024, saat menanggapi kesaksian yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penegasan SYL di Persidangan
SYL menegaskan bahwa sebagai seorang menteri, ia tidak mengurusi detail operasional seperti siapa yang melakukan perjalanan dinas dan bagaimana pengaturannya. "Saya tidak pernah cawe-cawe masalah teknis, saya menteri, siapa yang ikut perjalanan, pakai apa, ini kan teknikal operasional," ungkapnya di hadapan majelis hakim.
Menurut SYL, masalah teknis semacam itu biasanya ditangani oleh bagian yang khusus mengurus operasional, sehingga tidak sampai ke tingkat eselon I, apalagi seorang menteri. "Enggak ada, di eselon I pun tidak sampai di situ (pengetahuannya) apalagi menteri, mau tanya mana uangnya, dikasih sama siapa uangnya," ujarnya.
Klarifikasi Terkait Pernyataan "Silakan Mundur"
SYL juga memberikan klarifikasi terkait pernyataannya yang kontroversial, "yang tidak sejalan silakan mundur." Menurutnya, pernyataan tersebut ditujukan kepada pihak-pihak yang tidak mendukung program kerja di Kementan, bukan terkait dengan permintaan uang. "Bahwa yang tidak sejalan sama saya sebagai menteri, mundur. Bukan berkait dengan uang, pasti tidak, ini berkaitan dengan program," tegasnya.
Arahan untuk Optimalisasi Kinerja
Mantan Gubernur Sulawesi Selatan ini mengungkapkan bahwa ia selalu mendorong bawahannya untuk bekerja secara optimal, termasuk melakukan kunjungan kerja ke berbagai daerah. Ia menginstruksikan agar para Direktur Jenderal (Dirjen) dan pejabat eselon I tidak hanya bekerja dari kantor, tetapi juga turun langsung ke lapangan. "Kami menghadapi suatu suasana yang Indonesia tidak baik-baik. Jadi, saya punya perintah antara lain tidak boleh ada Dirjen, eselon I, hanya di Jakarta, 70 sampai 80 persen harus di daerah dan cek kau punya hasil kerja. Kalau tidak, berhenti kamu dari sini. Itu, Yang Mulia," ucapnya.
Dugaan Gratifikasi dan Pemerasan
Dalam kasus ini, Jaksa KPK mendakwa SYL menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar yang diperoleh melalui pemerasan terhadap bawahannya dan direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Dugaan pemerasan ini dilakukan dengan bantuan beberapa pejabat Kementan, termasuk mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta, mantan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono, Staf Khusus Bidang Kebijakan Imam Mujahidin Fahmid, dan ajudannya, Panji Harjanto.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan pejabat tinggi negara yang diduga melakukan praktik korupsi. Pernyataan dan klarifikasi dari SYL di persidangan menjadi bagian penting dalam proses hukum yang sedang berjalan. Keputusan akhir dari kasus ini diharapkan dapat memberikan keadilan dan menjadi langkah maju dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.