Seperti halnya kepala sekolah dihari pertama siswa masuk sekolah. Memberi petuah adalah kewajiban “ain” yang harus ditunaikan. Soal siswanya mengerti atau tidak tentang petuah itu,perlu pengawasan para guru dan kakak kelasnya.
Begitupun yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto. Tak bedanya dengan pidatopidato presiden terdahulu dan penguasa di dunia manapun. Pidato yang disampaikan pada 20 Oktober 2024 ini, penuh semangat dan menggelegar.
Seolah sedang dalam peperangan menyemangati anak buah untuk menang dalam pertempuran. Yang tak kalah penting, pidato itu isinya petuah hebat yang harus direnungkan, dikunyah-kunyah dan kemudian ditelan serta dijalankan oleh para menterinya. Sebab petuah itu laksana undang-undang yang harus ditaati hingga akhir hayat jabatan bahkan dibawa ke liang kubur. Tidak boleh dibengkokan atau disimpan di lipatan gorden jendela ruang kerja.
Tanpa teks, Presiden Prabowo menyampaikan petuahnya selama 53 menit. Setelah memuji keberhasilan para pendahulunya, diantara petuah presiden ke delapan ini meminta hadirin khususnya yang akan menjadi pembantu presiden, “harus membeli cermin”. “Marilah kita berani mawas diri, menatap wajah sendiri, dan mari berani memperbaiki diri sendiri, mari berani mengoreksi diri kita sendiri,” katanya.
“Menatap wajah sendiri” artinya bercermin untuk melakukan introspeksi diri terhadap laku hidup pribadi, para pejabat, penguasa dan pemimpin saat ini dan sebelumnya. Coba lihat baik-baik wajah yang telah dikenakan sekian puluh tahun tersebut dan telah menghasilkan wajah-wajah baru keturunannya. Disuruh bercermin bukan untuk menilik di wajah ada tai lalat di hidung atau kerutan di jidat. Atau apakah glowing wajah yang perlu ditambah atau dikurangi.
Tentu bukan itu. Wajah yang diinginkan oleh presiden adalah wajah pejabat yang mengutamakan kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia di atas segala kepentingan golongan apalagi kepentingan pribadi.Prabowo juga mengingankan wajah para menterinya tidak mudah tersenyum jika melihat angka statistik, tanpa melihat kenyataan lapangan.
Sebab menurutnya, angka bisa menipu. Seperti janji para politisi ketika kampanye.Wajah yang diinginkan Prabowo adalah wajah yang bisa menjadi teladan di dipercaya mengemban amanah yang dititipkan rakyat.“Kita harus ingat bahwa kekuasaan itu adalah milik rakyat, kedaulatan itu adalah kedaulatan rakyat. Kita berkuasa seizin rakyat, kita menjalankan kekuasaan harus untuk kepentingan rakyat”.“Titipan kekuasaan” tersebut jangan ditilep. Jangan korupsi!
Titik! Begitu kira-kira pesan keras Prabowo kepada para menterinya, agar bisa menjadi teladan melawan korupsi yang telah akut di negeri ini. Bukan justru menjadi pelaku korupsi. “Ada pepatah yang mengatakan kalau ikan menjadi busuk, busuknya mulai dari kepala.
Semua pejabat dari semua eselon, dari semua tingkatan, harus memberi contoh untuk menjalankan kepemimpinan pemerintahan yang sebersih-bersihnya”.Cermin ini pun diharapkan bisa melihat wajah yang bisa menggembirakan wajah rakyat.
Sehingga rakyat tidak susah bekerja, mendapat pendidikan dan kesehatan gratis, rakyat semakin cerdas, kritis dan pintar namun tetap taat konstitusi, naik tingkat kesejahteraannya, bukan bekerja untuk menaikkan kesejahteraan jabatan setelah menjabat.
“Cita-cita kita adalah melihat wong cilik iso gemuyu, wong cilik bisa senyum, bisa tertawa. Kita harus ingat bahwa kekuasaan itu adalah milik rakyat, kedaulatan itu adalah kedaulatan rakyat”.
Petuah lain Prabowo juga ingin mewujudkan kembali swasembada pangan dan energi. Agar tak mudah menjadi pengimpor barang-barang dan minyak. Padahal sektor ini konon katanya, banyak bocornya. Bahkan sejak di dalam kandungan ibu pertiwi. Selain mendukung kemerdekaan Palestina, Prabowo juga mewanti-wanti agar para menterinya bisa melihat wajah lain yang berbeda di cermin dengan senyum. Tak dimusuhi dan dicaci maki. Sebab Prabowo ingin demokrasi dimasa kepemimpinannya adalah demokrasi yang santun, tidak gaduh-hingar-bingar seperti sirkus atau pasar malam. Bab petuah soal demokrasi damai, Presiden ke delapan ini telah membuktikannya. Lawan kontestasinya dirangkul dalam kabinet gemuk.
Terakhir petuah yang tertangkap tangan adalah soal memerangi kemiskinan. “Hanya dengan persatuan dan kerja sama kita akan mencapai cita-cita para leluhur. Bangsa yang gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kertoraharjo. Bangsa yang baldatun toyyibatun warabbun ghafur. Bangsa yang di mana rakyat cukup sandang, pangan, papan”Semoga Presiden kita bersama ini tak lupa penyebab kemiskinan itu terjadi, salah satunya karena pelemahan kewenangan lembaga pemberantas kerupsi. Pun regulasi pengelolaan sumberdaya alam, usaha, ekonomi dan lainnya yang lebih banyak berpihak kepada kapitalis dan rejim global. Itu yang membuat tak bisa mewujudkan kedaulatan energi dan ekonomi.
Semoga wajah-wajah yang disuruh bercermin itu, juga bisa awas melihat kemungkinan terjadinya kerapuhan etika dan moral setelah wajah itu menjabat. (Kang Marbawi, 261024)