Pemberian Fatwa Haram Sound Horeg oleh Majelis Ulama Indonesia

Oleh: FX. Hastowo Broto Laksito
Majelis Ulama Indonesia (MUI) baru-baru ini mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa praktik penggunaan ‘sound horeg’ atau suara bising berlebihan dalam kegiatan publik, seperti hajatan dan arak-arakan, termasuk dalam kategori haram. Fatwa ini dikeluarkan setelah banyaknya aduan masyarakat tentang gangguan kebisingan yang tidak hanya mengganggu ketenangan, tetapi juga membahayakan kesehatan, keamanan, dan ketertiban umum.
Sound horeg kerap kali digunakan dalam berbagai kegiatan masyarakat, mulai dari konvoi, karnaval, hingga pesta pernikahan. Namun sayangnya, praktik ini seringkali dilakukan tanpa memperhatikan kenyamanan lingkungan sekitar. Suara yang diputar pada volume ekstrem, bahkan hingga dini hari, memicu keluhan dari warga dan tak jarang memicu konflik sosial. Tidak sedikit juga kasus gangguan psikologis, serangan jantung, dan stres berkepanjangan akibat paparan kebisingan berlebih.
MUI memandang bahwa segala bentuk aktivitas yang menimbulkan mudarat (kerugian) yang lebih besar daripada manfaatnya tidak sejalan dengan prinsip syariah. Kebisingan ekstrem tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga orang lain. Dalam Islam, menjaga ketenteraman dan tidak mengganggu sesama adalah bagian dari akhlak sosial yang luhur. Oleh karena itu, penggunaan sound system berlebihan yang meresahkan masyarakat ditetapkan haram hukumnya.
BACA JUGA: Pojokan 261 Sihir Gadget
Fatwa ini tidak serta merta menjadi hukum positif, namun menjadi acuan moral dan etika bagi umat Islam dan pemerintah dalam membuat kebijakan. Pemerintah daerah, aparat keamanan, dan lembaga adat diharapkan dapat menindaklanjuti fatwa ini dalam bentuk aturan tertulis atau himbauan resmi demi menjaga ketertiban umum. Diperlukan kerja sama lintas sektor agar norma sosial dan hukum berjalan beriringan.
Selain itu, edukasi kepada masyarakat menjadi sangat penting. Banyak pelaku kegiatan yang tidak menyadari dampak serius dari kebisingan yang mereka timbulkan. Pemerintah desa, tokoh agama, dan pemuda setempat dapat mengambil peran sebagai pengingat untuk menjaga harmoni dalam kehidupan bermasyarakat.
Fatwa haram terhadap sound horeg ini diharapkan bukan sekadar larangan, tetapi menjadi momentum refleksi bahwa kebebasan dalam berekspresi dan merayakan kegembiraan harus tetap memperhatikan hak dan kenyamanan orang lain. Dengan demikian, nilai-nilai keislaman, kesehatan masyarakat, dan ketertiban umum dapat berjalan berdampingan dalam masyarakat yang madani.(*)