Latgab Komunitas Lingkungan di Subang, Tanamkan Jiwa Tangguh dan Peduli Alam

Siswa Pecinta Alam saat tampak antusias mengikuti materi navigasi darat di Cicariang, Bunihayu, Subang, sabtu (26/7/2025).(Hadi MArtadinata/Pasundan Ekspres)
SUBANG-Suara riuh dedaunan yang bergesekan pelan di kaki Gunung Canggah, kawasan Cicariang, Bunihayu, Subang, Sabtu (26/7/2025). Tempat ini menjadi saksi semangat para siswa pecinta alam dari berbagai sekolah menengah atas di Kabupaten Subang.
Mereka berkumpul dalam semangat yang sama, belajar bersama dalam Latihan Gabungan (Latgab) yang digagas oleh Perhimpunan Penggiat Lingkungan Warna Alam.
Kegiatan ini bukan hanya tentang mendaki atau menjelajah, melainkan tentang membentuk karakter tangguh, keterampilan bertahan hidup, dan tentu saja, semangat persaudaraan yang kental antar sesama generasi muda pencinta alam.
Sejak pagi, peserta yang datang dari berbagai Sispala (Siswa Pecinta Alam) tampak antusias mengikuti sesi awal yaitu materi navigasi darat. Di bawah arahan pemateri berpengalaman dari Warna Alam, para peserta dikenalkan pada dasar-dasar membaca peta dan kompas.
BACA JUGA: Dokter Spesialis Hamori Subang Jelaskan Resiko Penyakit Batu Ginjal
Suasana menjadi lebih menarik ketika mereka diminta mempraktikkan langsung cara menentukan arah dan titik koordinat.
"Peta dan kompas itu senjata utama di alam bebas. Kalau sudah tahu caranya, kita nggak akan mudah tersesat," ujar Junaedi Ketua Pelaksana.
Latihan ini tak sekadar teori. Para siswa diajak terjun ke lapangan untuk mempraktikkan teknik navigasi darat yang baru mereka pelajari.
Suara diskusi, tawa, dan keseruan mewarnai suasana ketika kelompok-kelompok peserta saling berlomba menunjukkan akurasi dalam membaca medan.
BACA JUGA: Pemdes Kalentambo di Subang Komitmen Perluas Jangkauan Layanan Kesehatan
Setelah menaklukkan tantangan navigasi, sesi berikutnya mengangkat tema yang tak kalah menarik: survival di alam bebas. Para peserta diajak memahami kondisi darurat yang mungkin terjadi ketika berkegiatan di alam liar.
Materi meliputi cara membuat shelter dari bahan-bahan sederhana di sekitar, hingga teknik mencari dan memurnikan air dari sumber alami.
"Kalau kita nyasar di hutan, atau cuaca ekstrem datang tiba-tiba, penting banget tahu gimana bikin tempat perlindungan darurat," jelas Juaedi.
Dalam sesi ini, peserta bahkan diminta membangun shelter kelompok, hasilnya pun bervariasi. Ada yang kreatif membuat atap dari daun lebar, dan ada pula yang menambal celah dengan serat-serat alam.
Meski sederhana, keterampilan ini menjadi bekal berharga bagi mereka.
Tak berhenti sampai di situ, peserta juga diberi materi tentang pertolongan pertama. Fokus utama pelatihan ini adalah pembuatan tandu darurat dan teknik dasar penanganan luka.
"Di kegiatan alam, cedera bisa terjadi kapan saja. Makanya penting banget kita tahu bagaimana menangani teman yang jatuh, pingsan, atau bahkan patah tulang," Kata Junaedi sembari mendemonstrasikan cara membuat tandu dari jaket dan tali.
Junaedi menekankan pentingnya memperkuat jaringan dan solidaritas antar Sispala.