Daerah

Sekolah Negeri vs Swasta, Siapa yang Terkebiri/Dikebiri?

Sekolah Negeri vs Swasta
Oleh: Dadan Hermawan, M.Pd (Kepala Sekolah SDN Pelita Karya, Dadan Hermawan, M.Pd )

Maraknya pemberitaan nasib sekolah negeri yang semakin sepi peminat di beberapa daerah, menjadi salah satu potret rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap kualitas pendidikan di sekolah negeri hari ini. Hal ini menjadi sebuah ujian berat bagi sebagian besar sekolah-sekolah yang berlebel negeri terutama di tingkat sekolah dasar. 

Memang banyak faktor dan permasalahan yang melatarbelakangi penilaian masayarakat terhadap kualitas pendidikan di sekolah negeri ini, mulai dari masalah ketersediaan sarana prasarana, ketersediaan rasio jumlah guru, kualitas dan kuantitas kegiatan sekolah, hingga ke masalah kinerja guru dan atau tenaga kependidikan yang ada di sekolah tersebut. 

Namun ada satu hal yang juga menjadi salah satu penyebab yang mendasari terjadinya kesenjangan kualitas pendidikan antara sekolah swasta dan sekolah negeri, yakni adanya kesenjangan yang terlalu tinggi dalam urusan kewenangan pengelolaan dana pendidikan. 

Kesenjangan kewenangan pengelolaan dana pendidikan bermuara pada Peraturan Menteri Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar, yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh pada 28 Juni 2012, dalam peraturan ini ada perbedaan kewenangan antara sekolah negeri dan sekolah swasta yang mendaasar dan sangat berbeda dalam hal legalitas pungutan dana pendidikan. 

Sekolah swasta mendapatkan legalitas untuk memungut dana pendidikan dari masyarakat, selain juga mendapatkan dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang besarannya sudah ditentukan oleh negara. Sementara sekolah negeri mendapatkan perlakuan yang sangat berbeda, mereka dilarang dengan keras bahkan disetarakan dengan melakukan tindkan kriminal jika melakukan pungutan sekecil apapun dari masyarakat dan hanya diperbolehkan mengelola keuangan bantuan operasional sekolah (BOS) dari pemerintah dengan mekanisme yang sangat ketat. 

Diakui atau tidak hal ini akhirnya melahirkan kesenjangan yang luar biasa tajam antara sekolah negeri dan swasta dalam berbagai bidang, dan hal in pulalah yang berdampak besar terhadap banyak hal. Iya benar kewenangan sekolah swasta dapat memungut dana pendidikan dari masyarakat awalnya dengan pertimbangan besarnya anggaran gaji guru yang harus dibayar, namun pada kenyataannya sekolah-sekolah swasta memungut dana pendidikan bukan hanya untuk gaji guru saja, namun juga untuk meningkatkan kualitas sarana prasarana pendidikan, kegiatan sekolah dan lain-lain. 

Dari sinilah akhirnya sekolah swasta selain mendapatkan suntikan dana BOS juga sangat leluasa untuk menarik dana pendidikan dari masyarakat tanpa khawatir akan berhadapan dengan hukum,. Mendapatkan kesempatan meningkatkan kualitas sarana prasarana, memiliki kesempatan membiayai berbagai kegiatan sekolah dan beragam kebutuhan pendidikan lainnya. Sementara sekolah negeri terpaksa harus mampu menghidupi diri dengan hanya memanfaatkan dana BOS, yang selain penggunaan dananya sangat dibatasi oleh beragam regulasi, juga terkadang proses penyalurannyapun tidak lancar setiap bulan dapat dicairkan, karena banyak prasyarat yang harus dituntaskan. 

Benar sekolah negeri mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan beragam bantuan dari pemerintah, sama halnya dengan kesempatan sekolah swasta untuk mendapatkan hal yang sama. Namun tidak semua sekolah negeri juga berkesempatan mendapatkan semua bantuan-bantuan yang jumlahnya terkadang sangat terbatas, belum lagi terkadang terkendala masalah tepat dan tidaknya sasaran program bantuan. 

Hari ini kita sudah menyaksikan betapa kesenjangan kualitas pendidikan itu mulai tampak jelas terutama di sekolah-sekolah dasar. Banyak sekolah-sekolah swasta yang dari penampilan fisiknya saja sudah WAH, dengan sarana prasarana belajar yang lengkap dan penataan kawasan sekolah yang juga sangat menarik, bahkan mampu memiliki petugas keamanan dan cleaning service. Sementara kondisi di sebagian besar sekolah negeri nyaris terlihat kebalikannya, jangankan gedung yang mewah terkadang pagarnya sudah tampak tua dan usang, di beberapa daerah malah masih banyak yang tidak karuan, bentuk meja dan kursinya saja masih sangat tertinggal apalagi teknologi dan ketersediaan perlengkapan pendukung pendidikan yang modern. 

Maka jika hari ini terjadi menurunnya kepercayaan dari masyarkat terhadap sekolah negeri itu sudah sangat wajar, karena sebagian masyarakat menilai kualitas sekolah terkadang diawali dari penampilannya, baru kualitas pelayanannya. Walaupun memang ada hal-hal lain yang juga harus ditingkatkan dari sekolah-sekolah negeri, namun kewenangan pengelolan dana ini sangat banyak mempengaruhi kualitas itu sendiri. Kemudian jika ini terus terjadi maka sudah dapat dipastikan suatu saat nanti sekolah-sekolah negeri akan ditinggalkan dan hanya jadi onggokan-onggokan gedung yang menua ditengah-tengah cepatnya perkembangan kehidupan. 

Kondisi ini akhirnya jadi pertanyaan sangat besar, apakah pemerintah tak berniat mensejajarkan kualitas sekolah negeri dengan sekolah swasta?

Dengan kesenjangan kewenangna pengelolaan dana ini, sehebat apapun pimpinan sekolah negeri akan mendapatkan kesulitan dalam mengembangkan sekolah. 

Dapat kita bayangkan betapa sulitnya para kepala sekolah negeri hanya untuk memenuhi kebutuhan meja dan kursi siswa di ruangan kelasnya, betapa sulitnya memenuhi kebutuhan ketersediaa alat peraga dan media pembelajaran, apalagi jika bebricara pengadaan ruang LAB, ruang Perpustakaan, temapat ibadah dan lain-lain. 

Karena jika mengandalkan bantuan butuh proses yang panjang dan berliku, dan jika memungut biaya dari masyarakat akan berhadapan dengan jeruji besi.

Harus ada formula yang lebih adil dan berimbang dalam kewenangan pengelolan dana pendidikan di sekolah negeri dan swasta, harus ada regulasi yang memberikan ruang lebih leluasa untuk sekolah-sekolah negeri mengembangkan dirinya secara mandiri agar pemerataan kualitas pendidikan di negeri ini lebih cepat teratasi. 

Tidak ada lagi sekolah bagus dan tidak bagus, atau sekolah pavorit dan tidak pavorit, sehingga tidak akan terjadi pula adanya sekolah yang sepi peminat dan tidak memiliki siswa. Kalaupun dikhawatirkan terjadinya penyalahgunaan kewenangan keuangan di sekolah negeri, pemerintah tinggal menerapkan standar yang sama dan pengawasan yang ketat dan terjamin keterlaksanaannya di lapangan.

Pendidikan di negeri ini harus ada kesetaraan, agar masyarakat memiliki kesempatan dan akses yang sama untuk mendapatkan kualitas yang sama, atau setidaknya tidak terlalu jauh berbeda. Karena kelak para calon pemimpin negeri ini tak hanya akan datang dari golongan masyarakat tertentu saja, yang memiliki kemampuan finansial tinggi, namun juga terkadang banyak telahir dari masyarakat yang dikategorikan lemah secara ekonomi. 

Anak-anak mereka yang berasal dari keluarga kaya raya maupun papa atau tidak punya harus mendapatkan pendidikan yang sama-sama layaknya, dan inilah yang dipesankan dan dijamin secara konseptual dalam undang-undang dasar sejak dahulu kala, bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang berkualitas dari negara.(*) 

 

 

Berita Terkait