Headline

Perketat Pengawasan Pembayaran THR, Serikat Buruh di Subang Ingatkan Soal Aturan

THR Lebaran
UNJUK RASA: Serikat buruh dari FSBP-KASBI saat melakukan aksi unjuk rasa beberapa waktu lalu. Serikat buruh ingatkan perusahaan agar membayar THR.

SUBANG-Sekretaris Umum Federasi Serikat Buruh Patriot-Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (FSBP-KASBI), Rahmat Saputra menegaskan, Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan hak wajib yang harus diberikan oleh pengusaha kepada pekerja. 

Hal ini bukan tanpa dasar, karena ketentuan mengenai THR telah diatur secara jelas dalam Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2023 tentang Pengupahan serta Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Namun, dalam praktiknya, masih banyak perusahaan yang mengabaikan kewajiban ini. Bahkan, ada yang dengan sengaja menunda pembayaran THR atau mencari celah untuk menghindarinya. Oleh karena itu, FSBP-KASBI menyoroti lemahnya pengawasan dan mendesak pemerintah daerah, terutama Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), untuk lebih aktif dalam memastikan hak pekerja terpenuhi.

Menurut regulasi yang berlaku, perhitungan THR bagi pekerja atau buruh yang wajib dibayarkan oleh pengusaha adalah sebagai berikut. Pertama, pekerja dengan masa kerja 12 bulan atau lebih berhak menerima THR sebesar satu bulan upah penuh. Kedua, pekerja dengan masa kerja minimal satu bulan, tetapi kurang dari 12 bulan, berhak menerima THR secara proporsional dengan rumus perhitungan  (Masa Kerja ÷ 12) × 1 bulan upah.

Selain itu, batas waktu pembayaran THR juga telah ditetapkan, yakni paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak perusahaan yang terlambat membayar THR, bahkan ada yang tidak membayarkannya sama sekali.

Rahmat Saputra menegaskan, meskipun pembayaran THR sudah menjadi kewajiban, masih banyak pengusaha yang dengan sengaja menunda pembayaran tanpa alasan yang jelas. Beberapa modus yang sering dilakukan oleh pengusaha nakal.

Pertama, menunda pembayaran THR tanpa membayar denda 5 persen, meskipun aturan telah mewajibkan denda bagi pengusaha yang terlambat. Kedua, membayar THR secara dicicil, bahkan hingga setelah hari raya keagamaan berlalu. Ketiga, mencari celah hukum untuk menghindari pembayaran, seperti memaksa pekerja mengundurkan diri sebelum hari raya agar tidak perlu membayar THR.

Padahal, berdasarkan regulasi yang ada, pengusaha yang tidak membayar THR tepat waktu harus membayar denda sebesar 5 persen dari total yang harus dibayarkan. Sayangnya, sanksi yang diberikan masih sebatas administratif, tanpa ada konsekuensi hukum yang lebih tegas bagi perusahaan yang berulang kali melanggar aturan ini.

"Setiap tahun, ada saja pengusaha yang telat membayar THR tanpa denda 5 persen. Bahkan, ada yang menyicilnya sampai setelah hari raya, atau lebih buruk lagi, sengaja membuat pekerja mengundurkan diri agar tidak perlu membayar THR. Ini praktik yang tidak manusiawi dan harus dihentikan," tegas Rahmat.

FSBP-KASBI menilai bahwa lemahnya pengawasan dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) dan pengawas ketenagakerjaan menjadi salah satu penyebab utama masih maraknya pelanggaran pembayaran THR di Subang.

"Disnaker memang setiap tahun membuka posko pengaduan THR, tapi sifatnya hanya menunggu laporan dari pekerja. Ini tidak cukup! Harus ada tindakan proaktif seperti sidak langsung ke perusahaan-perusahaan untuk memastikan pembayaran THR berjalan sesuai aturan," ujar Rahmat.

Ia menambahkan, pengawasan yang dilakukan secara ketat akan sangat efektif dalam mencegah perusahaan-perusahaan nakal melalaikan kewajibannya. Jika tidak ada pengawasan yang tegas, maka pelanggaran akan terus terjadi setiap tahun.

"Disnaker harus lebih aktif turun ke lapangan, bukan hanya menunggu laporan. Jika ada pengusaha yang tidak membayar THR tepat waktu, harus ada sanksi yang benar-benar memberi efek jera," tambahnya.

Melihat kondisi ini, FSBP-KASBI mendesak beberapa langkah konkret agar pembayaran THR dapat dilakukan dengan lebih transparan dan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Pertama, penguatan pengawasan oleh disnaker. Dinas melakukan sidak ke perusahaan-perusahaan menjelang batas waktu pembayaran THR. Kemudian, tidak hanya menunggu laporan, tetapi juga memonitor langsung kondisi pekerja di lapangan.

Kedua, penerapan sanksi lebih tegas bagi perusahaan yang melanggar. Menurut Saputra, tidak hanya denda administratif 5 persen, tetapi juga sanksi lain seperti pencabutan izin usaha bagi perusahaan yang berulang kali melanggar. Kemudian, Peningkatan Edukasi bagi pekerja tentang hak-hak mereka. 

"Pekerja harus lebih memahami hak mereka terkait THR agar dapat melakukan pelaporan dan advokasi jika terjadi pelanggaran," jelasnya.

"Kami akan terus memperjuangkan hak-hak pekerja di Subang, termasuk memastikan THR dibayarkan tepat waktu dan sesuai aturan. Jika ada pengusaha yang nakal, kami tidak akan tinggal diam!" tutup Rahmat dengan tegas.(hdi/ysp) 

Terkini Lainnya

Lihat Semua