PASUNDAN EKSPRES - Gaza kembali menjadi medan pertempuran sengit setelah serangan udara Israel menewaskan lebih dari 400 orang pada Selasa (18/3). Insiden ini terjadi setelah hampir dua bulan gencatan senjata diberlakukan.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memperingatkan bahwa serangan ini baru permulaan, sementara kelompok Hamas menuduh Israel merusak upaya perdamaian yang dimediasi oleh negara-negara seperti Qatar dan Mesir.
Israel dan Hamas Saling Tuduh Melanggar Gencatan Senjata
Gencatan senjata yang dimulai pada Januari 2025 seharusnya menjadi kesempatan bagi warga Gaza untuk mendapatkan ketenangan setelah wilayah mereka porak-poranda akibat perang.
Namun, kesepakatan itu runtuh setelah Israel dan Hamas saling menuduh melakukan pelanggaran.
Hamas masih menahan 59 dari sekitar 250 sandera yang diculik dalam serangan 7 Oktober 2023. Kelompok tersebut menuduh Israel menggagalkan upaya negosiasi untuk perpanjangan gencatan senjata.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa serangan udara dilakukan karena Hamas menolak proposal perpanjangan gencatan senjata.
Ia juga meminta warga Gaza untuk segera mengungsi ke daerah yang lebih aman, sekaligus menegaskan bahwa setiap korban sipil merupakan tanggung jawab Hamas.
"Mulai sekarang, Israel akan bertindak melawan Hamas dengan kekuatan yang semakin besar. Dan mulai sekarang, negosiasi hanya akan dilakukan di bawah tekanan serangan," ujar Netanyahu dalam pernyataan dari markas militer Israel di Tel Aviv, dikutip Reuters, Rabu (19/3).
Serangan Udara Menghantam Gaza dari Utara hingga Selatan
Serangan udara Israel kali ini menyasar rumah-rumah dan kamp pengungsian dari bagian utara hingga selatan Gaza.
Saksi mata melaporkan bahwa pesawat tempur Israel menembakkan rudal ke Kota Gaza pada Selasa malam. Tank-tank Israel juga turut menggempur wilayah perbatasan.
Menurut otoritas kesehatan Palestina, sedikitnya 408 orang tewas dalam serangan tersebut, menjadikannya salah satu hari paling mematikan sejak perang dimulai. Saksi mata di lapangan menggambarkan suasana yang mencekam, seperti awal perang pada Oktober 2023.
Rumah Sakit di Gaza Kewalahan Tangani Korban
Rumah sakit di Gaza yang sudah kewalahan akibat perang selama 15 bulan terakhir kini kembali menghadapi lonjakan korban. Saksi mata melaporkan bahwa tumpukan jenazah dalam kantong plastik putih berlumuran darah memenuhi lorong-lorong rumah sakit.
Kementerian Kesehatan Palestina menyebutkan bahwa banyak korban tewas adalah anak-anak. Setidaknya 562 orang mengalami luka-luka dalam serangan terbaru ini.
Di antara pejabat Hamas yang tewas dalam serangan udara Israel adalah Essam Addalees (kepala pemerintahan Hamas di Gaza), Ahmed Al-Hetta (wakil menteri kehakiman), dan Mahmoud Abu Watfa (kepala dinas keamanan Hamas).
Selain melancarkan operasi militer besar di Gaza, Israel juga meningkatkan serangan ke wilayah Tepi Barat, Lebanon selatan, dan Suriah dalam beberapa hari terakhir.
Mandeknya Negosiasi Gencatan Senjata
Negosiasi antara Hamas dan Israel telah berlangsung di Doha, Qatar, sebelum perang kembali pecah. Pada tahap pertama kesepakatan gencatan senjata, Hamas telah membebaskan 33 sandera Israel dan lima warga Thailand sebagai imbalan atas pembebasan sekitar 2.000 tahanan Palestina.
Namun, Israel menginginkan semua sandera dikembalikan sebelum menyetujui gencatan senjata baru yang akan berlangsung hingga setelah bulan Ramadan dan perayaan Paskah Yahudi pada April 2025.
Seorang juru bicara Hamas, Abdel-Latif Al-Qanoua, mengatakan bahwa kelompoknya masih berkomunikasi dengan para mediator dan tetap ingin menjalankan perjanjian gencatan senjata seperti yang telah disepakati sebelumnya.
"Hamas tetap berkomitmen untuk melanjutkan kesepakatan gencatan senjata. Namun, Israel justru melanggar kesepakatan dengan menolak bernegosiasi mengenai fase kedua dan menangguhkan bantuan kemanusiaan ke Gaza," ujar Al-Qanoua kepada Reuters.
(ipa)