Lifestyle

Mengapa Masyarakat China Memiliki Kebiasaan Makan-makanan Ekstrem?

Mengapa Masyarakat China Memiliki Kebiasaan Makan-makanan Ekstrem? (Sumber Foto IntisariOnline)

PASUNDAN EKSPRES- Ketika kita membicarakan makanan, khususnya makanan China, seringkali timbul pertanyaan mengapa masyarakat China memiliki kecenderungan untuk memasukkan berbagai jenis binatang ke dalam menu mereka.

Tidak jarang, kita melihat video-videi di media sosial yang menampilkan makanan yang dianggap aneh oleh standar kita. Namun, untuk memahami fenomena ini, kita perlu melihat lebih dalam ke dalam budaya dan sejarah kuliner China.

Pertama-tama, kita perlu memahami bahwa konsep makanan yang "normal" atau "aneh" itu relatif, dan sangat tergantung pada budaya setempat.

Apa yang dianggap normal di satu tempat, mungkin dianggap aneh di tempat lain. Begitu pula dengan masyarakat China, yang memiliki keragaman kuliner yang sangat kaya.

Di tengah pandemi, kebiasaan masyarakat China yang cenderung menyantap berbagai jenis makanan menjadi sorotan, terutama setelah adanya isu bahwa pandemi berasal dari pasar hewan di Wuhan.

Namun, perlu dicatat bahwa tidak semua masyarakat China mengonsumsi makanan yang dianggap ekstrem.

Faktanya, sebagian besar penduduk China, sekitar 97%, menolak untuk mengonsumsi binatang liar untuk makanan mereka. Ini menunjukkan bahwa stereotip yang menggeneralisasi seluruh populasi China sebagai pemakan makanan ekstrim tidaklah akurat.

Ada beberapa alasan yang menjelaskan keberagaman dalam kuliner China. Pertama adalah letak geografis China yang sangat luas.

Negara ini memiliki beragam ekosistem, mulai dari pegunungan hingga pesisir laut, yang memengaruhi ketersediaan bahan makanan di berbagai wilayah.

Hal ini membuat makanan China memiliki karakter yang berbeda-beda tergantung dari mana asalnya. Selain itu, tradisi obat-obatan tradisional yang kompleks juga memengaruhi keberagaman dalam kuliner China.

Bagi masyarakat China, makanan dan obat-obatan memiliki keterkaitan yang erat. Banyak makanan di China dipercaya memiliki khasiat obat tertentu, sehingga bahan-bahan makanan yang tidak lazim bagi orang luar dapat dianggap biasa bagi masyarakat China.

Faktor terakhir yang memengaruhi keberagaman kuliner China adalah rendahnya pengaruh agama dalam menentukan larangan makanan.

Berbeda dengan agama-agama lain yang memiliki aturan khusus terkait konsumsi makanan, masyarakat China cenderung lebih fleksibel dalam hal ini.

Tanpa adanya larangan agama, masyarakat China lebih terbuka terhadap berbagai jenis makanan. Tentu saja, ada juga sejarah bencana kelaparan yang mempengaruhi kebiasaan makan masyarakat China.

Di masa lalu, ketika China sering dilanda kelaparan, masyarakat terpaksa mencari alternatif bahan makanan, termasuk binatang-binatang liar. Namun, kondisi ini telah berubah seiring dengan kemajuan ekonomi dan akses yang lebih mudah terhadap makanan.

Akhirnya, penting untuk diingat bahwa kebiasaan makan yang dianggap aneh oleh orang lain tidak selalu mencerminkan seluruh budaya suatu bangsa.

Masyarakat China, seperti halnya masyarakat lainnya, memiliki kebiasaan makan yang beragam dan kompleks, yang tidak dapat disederhanakan menjadi stereotip yang sempit.

Yang terpenting adalah memahami dan menghormati keberagaman budaya dan kuliner setiap bangsa.

Dengan demikian, ketika kita membicarakan fenomena kebiasaan makan masyarakat China, penting untuk melihatnya dari berbagai sudut pandang dan menghindari generalisasi yang tidak akurat.

Budaya kuliner adalah bagian penting dari identitas suatu bangsa, dan memahaminya dengan lebih baik dapat memperkaya pemahaman kita tentang keberagaman manusia.

Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua