PASUNDAN EKSPRES- Dalam percakapan baru-baru ini yang dipicu oleh kekesalan seorang siswa atas teguran guru karena menggunakan Google untuk mencontek selama ujian, diskusi tersebut membahas isu lebih luas tentang relevansi pendidikan di era digital.
Siswa tersebut mengutarakan kekecewaannya, menyatakan, "Aku tidak mengerti mengapa guru marah padaku karena mencari jawaban di Google padahal segalanya ada di Google, kan?"
Sentimen ini mencerminkan ketergantungan yang semakin besar pada sumber daya online untuk informasi, terutama di kalangan generasi muda.
Inti dari argumen siswa terletak pada kesenjangan antara format ujian tradisional dan aksesibilitas informasi online.
Mereka berpendapat bahwa jika guru tidak ingin siswa memberikan jawaban yang mudah ditemukan di internet, maka pertanyaan-pertanyaan itu sendiri harus dirancang untuk membutuhkan pemikiran kritis dan pemahaman, daripada sekadar menghafal.
"Ini membuat frustasi bahwa sistem pendidikan kita masih menekankan pada menghafal daripada pemahaman," keluh siswa tersebut. "Banyak pertanyaan yang diminta untuk dihafal memiliki sedikit relevansi dengan situasi kehidupan nyata."
Sentimen ini bersinggungan dengan diskusi lebih luas tentang reformasi pendidikan, menyoroti perlunya kurikulum yang mendorong pemikiran kritis, pemecahan masalah, dan adaptabilitas - keterampilan yang penting untuk kesuksesan di abad ke-21.
Percakapan ini menegaskan pentingnya menyelaraskan praktik pendidikan dengan realitas era digital.
Saat siswa semakin banyak mengandalkan sumber daya online untuk informasi, pendidik harus menyesuaikan pendekatan mereka terhadap penilaian dan instruksi untuk mempromosikan pemahaman yang lebih dalam dan penerapan pengetahuan.
