PASUNDAN EKSPRES - Wakil Jaksa Agung Feri Wibisono menyoroti peningkatan penggunaan mata uang kripto dalam berbagai tindak kejahatan, khususnya terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan kejahatan ekonomi lainnya. Fenomena ini menjadi perhatian serius karena semakin banyak pihak yang memanfaatkan teknologi canggih seperti kripto untuk menyembunyikan hasil kejahatan.
Menurut Feri, aset kripto sering digunakan untuk menyamarkan aliran dana kejahatan dengan bantuan teknologi enkripsi dalam sistem blockchain. Teknologi ini dikenal sangat sulit dijangkau oleh pihak berwenang, membuat upaya pelacakan menjadi jauh lebih kompleks. "Aset kripto bisa mempersulit pelacakan aliran dana, terutama ketika pelaku kejahatan mengonversi rupiah ke kripto," ujarnya dalam sebuah pernyataan yang diunggah di Twitter/X @CoinDeskIndonesia pada Rabu, 25 September 2024, pukul 11.45 WIB.
Meskipun dikenal sebagai cryptocurrency, Feri kembali menegaskan bahwa kripto tidak diakui sebagai alat pembayaran sah di Indonesia. Ia juga menjelaskan bahwa konversi mata uang rupiah ke kripto kerap mempersulit aparat hukum dalam melacak aliran dana yang digunakan dalam kejahatan, khususnya dalam kasus-kasus pencucian uang.
Di samping itu, Feri mengingatkan tentang pentingnya koordinasi antara berbagai instansi dalam menyusun regulasi terkait barang bukti kripto. Menurutnya, regulasi yang tepat harus segera disusun guna menanggapi perkembangan cepat teknologi kripto, namun tidak boleh dianggap sebagai hambatan yang menimbulkan ketakutan berlebihan. "Perkembangan hukum dan teknologi harus dihadapi dengan adaptif," tambahnya, menekankan bahwa pendekatan yang cerdas dan cepat sangat dibutuhkan untuk menjawab tantangan ini.
Sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi, Feri menekankan bahwa regulasi harus mampu beradaptasi tanpa mengabaikan potensi positif dari kripto. Kolaborasi antarinstansi menjadi kunci dalam menangani kompleksitas kejahatan yang melibatkan aset digital ini.