PASUNDAN EKSPRES- Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, turut angkat bicara mengenai polemik pagar laut yang berada di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi.
Ia berencana bertemu dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk menggali lebih dalam persoalan yang menjadi sorotan publik ini.
Dedi menjelaskan bahwa, berdasarkan analisis awal, kawasan tersebut dulunya merupakan area tambak.
"Karena merupakan tambak, kemungkinan besar mangrove dan vegetasi lainnya telah ditebang habis," ujar Dedi pada Rabu (22/1).
Menurut mantan Bupati Purwakarta itu, tambak yang tak lagi dikelola dengan baik lambat laun terkena abrasi hingga berubah menjadi laut.
Ia bahkan membandingkan kasus ini dengan kejadian di Karawang, di mana satu RW hilang akibat abrasi yang menyebabkan wilayahnya berubah menjadi laut.
Dedi juga menyoroti kemungkinan adanya pengalihan tambak yang kemudian disertifikatkan.
"Biasanya tambak yang sudah tidak dikelola akan dijual oleh penggarapnya. Proses seperti ini sering terjadi, tidak hanya pada tambak, tetapi juga pada kawasan hutan," tambahnya.
Terkait rencana pembangunan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Paljaya di kawasan tersebut.
Dedi menilai bahwa jika memang proyek dermaga tersebut memerlukan dana sebesar Rp250 miliar, pemerintah provinsi dapat mengalokasikannya pada 2026 tanpa perlu melibatkan pihak swasta.
Namun, ia menegaskan akan mengkaji terlebih dahulu berbagai kontrak atau kerja sama yang telah berjalan.
"Perlu dilihat apakah perjanjian yang sudah ada bertentangan dengan asas kepentingan umum atau prinsip kepatutan. Apalagi sudah ada setoran sebesar Rp2,6 miliar ke kas daerah," ujarnya.
Pagar laut di Desa Segarajaya tersebut merupakan proyek milik dua perusahaan, yakni PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) dan PT Mega Agung Nusantara (MAN).
Proyek ini merupakan bagian dari kerja sama dengan Pemprov Jawa Barat yang dimulai pada 2023. Fungsi pagar laut ini adalah untuk menata alur PPI di kawasan tersebut.
Namun, keberadaan pagar laut tersebut sempat memicu kontroversi hingga disegel oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan tata kelola wilayah pesisir yang perlu mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak.