SUBANG–Sejumlah anak muda Subang dengan tegas menyatakan sikap penolakan terhadap praktik money politik di Pilkada 2024. Mereka mengungkapkan kekhawatiran terhadap dampak buruk money politik yang bisa merusak integritas demokrasi lokal.
Adillo, seorang mahasiswa UPI, mengatakan bahwa money politik merusak kualitas demokrasi.
"Menurut saya, money politik itu merusak demokrasi, apalagi di daerah seperti Subang. Pilkada harusnya jadi ajang buat milih pemimpin yang bisa membawa perubahan, tapi kalau ada money politik, yang kepilih bukan yang terbaik, tapi yang punya uang," ujarnya.
Dia menambahkan, potensi praktik money politik bisa terjadi di Pilkada Subang, terutama di kalangan masyarakat yang mungkin belum sepenuhnya paham akan dampak jangka panjang dari tindakan tersebut.
"Banyak warga yang mungkin nggak sadar bahwa menerima uang dari calon bisa mencederai masa depan kita semua," tambah Adillo.
Rizky, seorang pengusaha muda berusia 25 tahun, juga mengungkapkan keprihatinannya. Menurutnya, banyak warga yang menerima uang dari calon tanpa memahami konsekuensinya.
"Banyak orang tua atau warga desa yang mungkin nggak paham sepenuhnya dampak negatifnya. Mereka pikir itu cara cepat buat dapat dukungan, tapi efeknya jangka panjang, warga jadi nggak benar-benar tahu apa yang mereka dukung," kata Rizky.
Thomas, aktivis Muda berusia 23 tahun, menekankan pentingnya peran anak muda dalam mengedukasi masyarakat. Menurutnya, anak muda memiliki akses yang lebih luas melalui media sosial untuk menyuarakan penolakan terhadap money politik.
"Anak muda harus berani bicara. Kita punya akses ke media sosial, bisa bikin kampanye edukasi soal bahaya money politik. Kalau kita mulai dari lingkungan terdekat, efeknya bisa menyebar," ujar Thomas.
Dia percaya dengan kesadaran kolektif, praktik money politik bisa dihentikan. "Butuh waktu dan usaha keras dari semua pihak, termasuk kita anak muda. Kita juga harus pilih calon yang bener-bener punya visi buat kemajuan, bukan yang cuma mau menang dengan cara curang," tegasnya.(hdi/ysp)