News

Diduga Membuat Gaduh Industri Telco, KPPU Soroti Starlink Indonesia

KPPU soroti Starlink Indonesia
KPPU soroti Starlink Indonesia karena diduga membuat gaduh. (screenshot @kppu.go.id)

PasundanEkspres - Kehadiran Starlink di dalam dunia ritel telekomunikasi Indonesia menciptakan kehebohan. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) juga turut memeriksa layanan internet berbasis satelit tersebut.

Untuk mengetahui situasi terkini, KPPU mengadakan Diskusi Kelompok Forum yang melibatkan pihak-pihak terkait, termasuk Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Asosiasi Satelit Indonesia (ASI), dan wakil dari Starlink Indonesia.

Namun, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tidak berpartisipasi dalam pertemuan tersebut di Gedung KPPU, Jakarta, pada Rabu (29/5/2024).

"KPPU ingin mendengar pandangan dari semua pemangku kepentingan di industri telekomunikasi yang sudah ada, dan juga mengundang Starlink dan akademisi," kata Anggota KPPU Hilman Pujana kepada pers.

"Ada beberapa isu yang muncul, salah satunya terkait dengan equal playing field di sektor telekomunikasi. Ini merupakan ranah regulator untuk memastikan kesetaraan dalam equal playing field ini dari segi perizinan," tambahnya.

Berdasarkan informasi yang beredar, Starlink belum memenuhi kewajiban, seperti memiliki Network Operation Center (NOC) dan gateway di Indonesia, meskipun sudah beroperasi. Namun, PT Starlink Services Indonesia telah membantah isu tersebut melalui kuasa hukumnya Soemadipradja & Taher.

"Dalam hal pengenaan biaya dan aspek lainnya, yang diharapkan dari pemain yang sudah ada adalah kesetaraan dalam equal playing field, dan hal ini mungkin dapat dikonfirmasi kepada regulator terkaitnya," jelasnya.

Selain itu, Starlink Indonesia diduga menerapkan strategi predatory pricing dengan menurunkan harga perangkat keras hingga 40% setelah memasuki pasar ritel Indonesia.

"Adanya potensi predatory pricing, dalam konteks persaingan, tentu saja memerlukan analisis. Ini tidak hanya tentang penjualan dengan harga lebih murah, konsepnya lebih kompleks. Pelaku usaha yang menerapkan predatory pricing harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu," ungkapnya.

Hilman menyatakan, KPPU melihat kehadiran Starlink di Indonesia juga harus dinilai dari perspektif kondisi bisnis industri telekomunikasi domestik.

"Kami berharap meskipun ada pemain baru, kondisi bisnis di Indonesia tetap mendukung para pelaku usaha yang ada, agar mereka tetap bisa berinovasi dan berkembang. Tentu saja, hal ini juga diharapkan memberikan berbagai pilihan dan manfaat bagi masyarakat Indonesia," pungkasnya.

Berita Terkait