Oleh
1.Drs.Priyono,MSi (Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta)
2.Agus Anggoro Sigit,SSi,MSc (Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta)
3. Martini dkk (Mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Geografi UMS peserta KKL 2 tahun 2023)
Sektor informal adalah unit usaha kecil dan merupakan usaha yang tidak resmi dan kini bertebaran di setiap kota baik kota kecil, sedang atau menengah, yang bisa berupa pedagang keliling , asongan, pedagang kaki lima, warung, toko kelontong, mie ayam, bakso dan usaha kecil lainnya. Usaha sektor ini, menu yang disajikan memang spesifik dan bisa mengisi perut, jadi tidak ada kompetisi yang berarti dengan keberadaan toko modern seperti alfamart dan Indomart bahkan terlihat toko modern yang bertebaran, yang dalam keadaan tertentu menjadi pesaing berat bagi toko tradisional milik pribumi, yang sudah mulai meredup dan hanya bertahan hidup. Usaha sektor informal mengisi ruang kosong di tempat dimana ada pusat kegiatan di pusat hingga pinggir kota termasuk di sepanjang jalur transportasi yang menghubungkan kota satu dengan lainnya maupun antar kecamatan. Mendirikan lapak di pinggir jalan yang layak dan strategis.
Sektor informal muncul sebagai respon atas membludagnya tenaga kerja yang ingin mendapatkan pekerjaan dan tidak bisa tertampung di sektor formal karena diperlukan persyaratan yang ketat sedang pelaku sektor informal memiliki pendidikan rendah dan tanpa keahlian. Sektor ini bertebaran karena arus urbanisasi yang tidak bisa dibendung, karena pengangguran, pekerjaan sambilan untuk menambah penghasilan dan memang karena permintaan pasar tetapi butuh hidup. Peningkatan tenaga kerja dari tahun ke tahun membutuhkan tersedianya kesempatan kerja agar tidak terjadi pengangguran baik di pedesaan maupun perkotaan. Pengangguran menjadi salah satu tolok ukur kemajuan di bidang ekonomi perkotaan, semakin kecil pengangguran maka semakin baik perkembangan ekonomi perkotaan. Pada kenyataannya, dimanapun kotanya, sektor formal tidak mampu menampung membanjirnya tenaga kerja yang terus mengalir dari desa menuju kota, padahal mereka membutuhkan pekerjaan untuk bisa menghidupi diri dan keluarganya. Disamping itu sektor formal memang membutuhkan persyaratan tenaga kerja yang kualified sehingga tidak tertampungnya tenaga kerja limpahan sektor formal akan berhijrah ke sektor non formal dan informal yang banyak tersedia di daerah pinggiran maupun tengah kota. Kebijakan Pemerintah kota yang memberikan keleluasaan kepada sektor ini tentu akan memberikan angin segar dan dinamika perkotaan yang humanis. Sektor informal ini sesungguhnya menjadi katub pengaman melimpahnya tenaga kerja baik di pedesaan maupun perkotaan sekaligus memberikan apresiasi bagi masyarakat luas untuk berusaha atau meningkatkan kesejahteraan mereka .
Kajian sektor informal kali ini menggunakan metode penelitian survai dengan obyek penelitian sektor informal perkotaan terbatas pada pedagang mie ayam dan bakso yang menjadi makanan favorit masyarakat kota maupun desa. Kami berhasil mewawancarai 158 penjual mie ayam dan bakso ,yang termasuk sektor usaha informal , beraktivitas di daerah pinggiran kota Surakarta. Mereka tersebar di beberapa titik pinggiran kota : Grogol,Colomadu, Kartasura,Mojolaban dan Solo Baru .
Pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi telah mengubah gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat di Indonesia. Perubahan gaya hidup pada pola konsumsi masyarakat ini melatar belakangi berkembangnya produsen makanan siap saji, salah satunya pedagang bakso dam mie ayam. Pedagang bakso dan Mie ayam adalah salah satu jenis lapangan kerja di sektor informal. Kehadiran mereka terkenal sejah tahun 19970-an hingga sampai sekarang semakin berkembang di masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi telah mengubah gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat di Indonesia. Perubahan gaya hidup pada pola konsumsi masyarakat ini melatar belakangi berkembangnya produsen makanan siap saji, salah satunya pedagang bakso dam mie ayam. M
akanan siap saji berupa bakso dan mie ayam merupakan makanan yang tidak asing lagi didengar bagi masyarakat Indonesia. Makanan ini sangat digemari berbagai kalangan. Usaha bakso sangatlah mudah dijumpai di berbagai tempat dimulai dari pusat wisata, pasar, dan perkotaan lainnya. Perkembangan usaha bakso dan mie ayam ini dahulunya penjual bakso keliling, namun dengan berkembangnya usaha bakso ini menetap di rumah, hal ini membuktikkan bahwa masyarakat sekitar lebih bisa mendapatkan atau menjumpai bakso dan mie ayam ini dengan mudah. Lokasi penelitian terletak di Kawasan Periferi (pinggiran) Kota Surakarta yang meliputi bagian timur di Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, sebelah utara di Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, sebelah selatan di Kecamatan Solobaru, Kabupaten Sukoharjo, dan sebelah barat di Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Topografi pada wilayah yang menjadi kajian memiliki topografi yang datar, karena wilayah yang menjadi kajian berada di perbatasan Kota Surakarta dimana Ketinggian permukaan tanah berada pada 90 m dpal. Kawasan periferi Kota Surakarta yang menjadi daerah kajian merupakan wilayah yang padat penduduk dan memiliki pusat ekonomi dalam sector pasar wisata kuliner.
Profil Sektor Informal
Dilihat dari jenis kelamin pedagang mie ayam dan bakso menunjukan laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan sebesar 70,89% ( dari 158 pedagang). Pedagang mie ayam dan bakso yang didominasi oleh jenis kelamin laki-laki ini dapat dikaitkan dengan teori gender. Sejak kaum perempuan dapat memperoleh pendidikan dengan lebih baik maka jumlah perempuan yang mempunyai karier atau bekerja di luar rumah menjadi lebih banyak. Mednick (1979: 199) berpendapat meskipun jumlah perempuan yang bekerja meningkat tetapi jenis pekerjaan yang diperoleh masih tetap berdasar konsep gender. Kaum perempuan sangat lebih banyak bekerja di bidang pelayanan jasa atau pekerjaan yang membutuhkan sedikit ketrampilan seperti di bidang administrasi, perawat atau pelayan toko dan hanya sedikit yang menduduki jabatan manager atau pengambil keputusan. Hampir di setiap jenis pekerjaan tampak bahwa laki-laki lebih mempunyai kekuasaan dibanding perempuan sebagai gambaran dapat dilihat seorang laki-Iaki sebagai dokter dengan perawat perempuan atau seorang manager laki-Iaki dengan sekretaris perempuan. (Beechey 1986:86)
Konsep teori gender menunjukan bahwa laki-laki dalam sektor pekerjaan masih mendominasi, hal ini disebabkan oleh banyaknya label yang diberikan kepada perempuan membuat banyaknya laki-laki yang menjadi mayoritas. Label yang berikan pun seperti perempuan lemah, perempuan memiliki banyak keterbatasan, perempuan seharusnya mengurus rumah, dll. Selain itu dalam sector penghasilan pun perempuan mendapatkan upah yang lebih minim daripada laki-laki hal tersebut disebabkan oleh label yang berikan kepada perempuan. Perempuan mayoritas dalam pekerjaan pedagang mie ayam bakso hanya menemani suami atau bekerja menjadi pelayan saja bukan yang menjadi pemiliknya. Pedagang bakso dan mie ayam yang kami temui di kawasan periferi Kota Surakarta dapat dikatakan memiliki tingkat pendidikan yang tergolong tinggi, dimana hampir separoh memiliki jenjang pendidikan sampai dengan SMA dengan jumlah pedagang sebanyak 72 orang dengan presentase mencapai 45,57%. Ada juga yang memiliki pendidikan S1 meskipun jumlahnya 8 orang . Salah satu ukuran kesejahteraan pedagang adalah keuntungan bersi yang diterima dari mereka bukan besarnya pendapatan .
Keuntungan bersih pedagang bakso dan mie ayam diklasifikasikan mulai kurang dari Rp 100.000 hingga lebih dari Rp 1.000.000. Pedagang bakso dan mie ayam yang memperoleh keuntungan paling banyak yaitu dengan nominal penghasilan Rp 100.000 – 500.000 per hari dengan persentase sebesar 57% atau 90 dari 158 pedagang. Bila dibandingkan dengan UMK Solo pada tahaun 2024 sebesar Rp 2.269.070 maka angka tersebut sudah menyerupai bahwa kesejahteraan mereka termasuk baik. Melihat perkembangan usaha yang semakin hari semakin berkembang dengan pesat, menjadikan para pelaku usaha harus berfikir maju dalam menghadapi segala persaingan usaha salah satunya berpikir agar usahanya terus mengalami peningkatan penjualan yaitu keuntungan. Oleh karena itu untuk meningkatkan keuntungan para pelaku usaha harus memiliki strategi pemasaran agar mampu bersaing dengan pelaku usaha lain begitu pula yang harus dilakukan oleh para pedagang bakso dan mie ayam pinggiran Kota Surakarta. Menurut penjualan perusahaan akan selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan melakukan inovasi produk yang mana membuat produknya semakin diminati konsumen. Menurut Rangkuti (2004) ada empat komponen dalam strategi pemasaran agar usaha yang dilakukan mengalami peningkatan yaitu 4P (Produk, Price, Place, Promotion). Selain keempat komponen yang telah disebutkan di atas menurut Mashita (2019) inovasi produk membuat produknya semakin diminati konsumen sehingga penjualan perusahaan selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya yang dapat digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan untuk jangka panjang. Strategi-strategi diatas dapat diterapkan oleh para pedagang bakso dan mie ayam pinggiran kota Surakarta agar dapat mempertahankan atau terus meningkatkan keuntungan.
Perbedaan penjualan tersebut juga dipengaruhi oleh adanya perbedaan tempat pedagang tersebut berjualan. Pedagang yang berjualan dengan penjualan bakso mie ayam sehari dapat 50 sampai lebih dari 100 porsi adalah mereka pedagang yang berjualan di daerah padat penduduk seperti di daerah Kartasura yang dekat dengan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Semakin padat penduduk yang ada di wilayah pedagang tersebut berjualan maka porsi yang terjual bisa banyak pula. Banyaknya porsi yang terjual juga dipengaruhi oleh kebiasaan konsumtif masyarakat yang tinggi, khususnya di daerah sekitaran UMS yang memiliki 30.000 mahasiswa dimana mayoritas mahasiswa suka jajan dan relatif suka makan dengan beli ke warung dan tentunya salah satu pilihannya adalah ke pedagang bakso dan mie ayam. Daerah asal pedagang bakso dan mie ayam sangat beragam, hal tersebut menandakan bahwa pedagang yang ada di kawasan periferi Kota Surakarta tidak hanya dari kabupaten/kota yang dekat dengan Surakarta, melainkan sampai jauh bahkan ada dari Bogor dan Sidoarjo masing-masing dari kedua kabupaten tersebut adalah Jawa Barat (Bogor) dan Jawa Timur (Sidoharjo). Ada pula mutli etnis karena adanya pedagang dari Jawa Timur yang membawa budaya Jawa khas jawa timuran dan ada dari Bogor dimana Jawa Barat lekat dengan Sunda. Hal penting yang dapat dianalisis adalah adanya pedagang yang berasal jauh dari kawasan periferi Kota Surakarta dapat dikatakan sudah mulai maju dan berkembang sehingga menjadi salah satu tempat tujuan untuk merantau. Tidak hanya berasal dari sekitaran Solo Raya saja tetapi sudah merambah sampai luar Provinsi Jawa Tengah.
Peran Sektor Informal Perkotaan
Keberadaan sektor ini mestinya tidak boleh dipandang sebelah mata mengingat peran nyatanya dalam meningkatkan ekonomi perkotaan cukup signifikan maka Pemerintah memiliki kewajiban untuk menumbuhkembangkan sektor yang selama ini belum menonjol peran aktifnya. Kenyataan menunjukkan bahwa arus migrasi desa kota dan perkembangan tenaga kerja di era bonus demografi tak bisa dicegah dan menjadi kesempatan emas bagi yang memanfaatkan peluang emas .
Peran nyata yang bisa dilihat adalah kontribusinya dalam meningkatkan kesejahteraan pelaku perdagangan sebagai akibat melonjaknya angka migrasi desa kota yang tak bisa dihindarkan dan ditampung sebagian pada sektor ini. Peran yang berikutnya adalah mengurangi angka pengangguran baik di kota maupun di desa. Bila mereka ke daerah tujuan dengan pulang di hari yang sama atau nglaju maka dapat meningkatkan interaksi desa kota sehingga pengalaman hidup di daerah tujuan atau di perkotaan bisa diserap dan diimplementasikan di daerah asal. Mereka juga menjadi pelaku mobilitas yang bisa membantu migran baru yang mau bekerja di kota dalam menyediakan informasi tentang lapangan pekerjaan. Bagi mereka yang menglaju tentu akan mengurangi masalah migran yang ada di perkotaan seperti kekumuhan, masalah lingkungan dll. Penyerapan tenaga kerja menjadi semakin semakin signifikan karena mustahil perkembangan tenaga kerja bisa ditampung di sektor formal yang memerlukan prasarat yang ketat.
Kota tempat mereka bekerja menjadi kota yang hidup karena mereka menjadi penggerak aktivitas di malam hari, jadi menjadi kota yang tak pernah mati. Hal ini bisa dilihat di pusat kegiatan perkotaan seperti jalan protokol, alun alun dan jalan menuju kota dari kota lain. Kemacetan lalu lintas dengan adanya kegiatan sektor informal yang makin merebak harus disikapi dengan bijaksana dan persuasive dengan pembinaan yng berkesinambungan. Disamping itu sektor ini juga memberikan peran dalam meningkat PAD guna menunjang pembangunan di daerah perkotaan, Retribusi sektor ini tidak bisa diabaikan.