News

Muhammadiyah Minta Jokowi Cabut Pernyataan Presiden Boleh Kampanye dan Memihak

Muhammadiyah Minta Jokowi Cabut Pernyataan Presiden Boleh Kampanye dan Memihak
Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera mencabut pernyataan presiden boleh berkampanye dan memihak. (Dok Istimewa)

PASUNDAN EKSPRES – Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera mencabut pernyataan presiden boleh berkampanye dan memihak.

Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah memandang penting untuk menyatakan sikap ini sebab memiliki peran dan tanggung jawab keumatan serta kebangsaan demi menjaga nalar demokrasi bangsa Indonesia.

"Meminta kepada Presiden untuk menjadi teladan yang baik dengan selalu taat hukum dan menjunjung tinggi etika dalam penyelenggaraan negara," tulis Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dalam pernyataan resminya yang ditandatangani Ketua Trisno Raharjo pada Sabtu (27/1).

Pernyataan sikap Muhammadiyah ini merespons pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut presiden boleh berkampanye dan memihak pada 24 Januari lalu.

Yang terbaru, Jokowi kembali memberikan klarifikasi terkait penyataannya dan menyebut ucapannya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dengan mengutip ketentuan Pasal 299 dan Pasal 281.

Muhammadiyah menjelaskan pernyataan Presiden Jokowi yang dimaksud tidak bisa hanya dilihat dari kacamata normatif semata melainkan harus dilihat dari sudut pandang yang lebih luas yaitu sudut pandang filosofis, etis, dan teknis.

Selain itu, PP Muhammadiyah juga menekankan sejumlah poin terkait pernyataan presiden Jokowi tersebut.

Pertama, mendesak agar Presiden Joko Widodo mencabut semua pernyataannya yang menjurus pada ketidaknetralan institusi kepresidenan.

Selanjutnya, presiden harus menghindarkan diri dari segala bentuk pernyataan dan tindakan yang berpotensi menjadi pemicu fragmentasi sosial, terlebih dalam penyelenggaraan Pemilu yang tensinya semakin meninggi.

Ketiga, meminta kepada Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum) untuk meningkatkan sensitifitasnya dalam melakukan pengawasan, terlebih terhadap dugaan digunakannya fasilitas negara (baik langsung maupun tidak langsung) untuk mendukung salah satu kontestan Pemilu.

Muhammadiyah juga menuntut kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperkuat peran pengawasan penyelenggaraan Pemilu, utamanya terhadap dugaan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pemenangan satu kontestan tertentu.

Poin terakhir yaitu meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mencatat setiap perilaku penyelenggara negara dan penyelenggara pemilu yang terindikasi ada kecurangan untuk dijadikan sebagai bahan/referensi memutus perselisihan hasil Pemilu.

Oleh karena itu, Muhammadiyah mengajak seluruh masyarakat untuk sama-sama mengawasi penyelenggaraan pemilu saat ini untuk memastikan pemilu dapat dilakukan secara jujur, adil dan berintegritas. (inm)

Berita Terkait