Oleh : H. Gayus Priyono, S.Ag., M.Sy.
(Kepala KUA Kecamatan Cijambe Kabupaten Subang)
Sebelum turun ayat Al-Qur’an yang mewajibkan untuk berpuasa Ramadhan, umat Islam pada saat itu telah terbiasa berpuasa, yaitu pada tanggal 10 Muharram yang dikenal dengan hari ‘Asyuro. Puasa Ramadhan baru diwajibkan pada tahun kedua Hijriyah, tidak lama setelah Nabi Muhammad SAW menerima perintah untuk mengubah arah kiblat dari Baitul Maqdis di Palestina ke arah Masjidil Haram di Makkah. Ayat yang menjadi dalil kewajiban puasa Ramadhan adalah surat Al-Baqarah ayat 183.
Spirit Ramadhan Lintas Zaman
Ramadhan selalu membawa spirit dan energi positif pada setiap zaman, bahkan sejak awal turunnya perintah puasa. Ar-Rahiq Al-Makhtum dalam kitab Sirah Nabawiyah (2014) mengisahkan tentang dahsyatnya perang Badar yang dihadapi oleh Rasulullah SAW dan para sahabat ketika menghadapi kaum kafir Quraisy. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah. Jumlah pasukan sangat tidak seimbang, dimana kaum muslimin hanya berjumlah 313 orang menghadapi kaum kafir Quraisy yang berjumlah 1.000 orang. Namun semangat juang yang dibalut dalam spirit Ramadhan telah menghantarkan kaum muslimin berhasil memenangkan pertempuran dengan telak. Perang Badar merupakan tonggak awal kemenangan bagi kaum muslimin.
Bukan hanya Perang Badar, peristiwa besar yang juga terjadi di bulan Ramadhan adalah Fathu Makkah atau pembebasan kota Makkah. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 20 Ramadhan tahun 8 Hijriyah. Fathu Makkah merupakan titik pijak umat Islam dapat kembali ke Makkah, tempat dimana Nabi Muhammad dilahirkan, dan Islam bermula. Untuk merebut kembali kota Makkah, Nabi Muhammad mengerahkan 10.000 pasukan. Misi ini dapat dilakukan dengan penuh kedamaian.
Beberapa abad berikutnya, spirit Ramadhan tetap melekat di dalam sanubari kaum muslimin. Tepatnya pada bulan Ramadhan tahun 92 Hijriyah, kaum muslimin berhasil menaklukkan Andalusia yang dipimpin oleh Thariq bin Ziyad. Setelah mencapai tepi utara Mediterania, Thariq bin Ziyad membakar seluruh kapal tentaranya agar mereka tidak berpikir untuk mundur. Mereka menembus lebih dalam dan menaklukkan Seville dan Toledo, dan kemudian menguasai semua yang sekarang menjadi Spanyol dan Portugal.
Spirit Ramadhan dalam Perjuangan Kemerdekaan RI
Apabila kita membaca sejarah, kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamirkan oleh Soekarno dan Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945, ternyata juga terjadi pada bulan Ramadhan, tepatnya hari Jum’at tanggal 9 Ramadhan 1367 Hijriyah. Hal ini membuktikan, bahwa Ramadhan tidak pernah menyurutkan semangat para pejuang agar negeri ini bisa merdeka.
Kronologi detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia diawali dengan dibentuknya Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) satu hari menjelang malam pertama bulan Ramadhan. Pada tanggal 1 Ramadhan, tentara sekutu menjatuhkan bom ke kota Nagasaki yang berakibat lumpuhnya kekuatan Jepang. Keesokan harinya, pada tanggal 2 Ramadhan, Soekarno, Hatta dan Radjiman menemui Marsekal Terauchi di Vietnam untuk membicarakan kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 6 Ramadhan Jepang menyerah kepada sekutu. Pada malam harinya, sekitar pukul 22.00 tanggal 7 Ramadhan para pemuda yang dipimpin oleh Wikana mendatangi kediaman Soekarno untuk mendesak proklamasi kemerdekaan dilakukan malam ini juga. Dini hari tanggal 8 Ramadhan Soekarno dan Hatta diculik ke Rengasdengklok. Bung Karno menuturkan, bahwa sejak dari Saigon sebenarnya ia sudah merencanakan bahwa proklamasi akan dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus, karena diyakini merupakan angka sakral, yaitu Al-Qur’an diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan, Sholat sehari semalam terdiri dari 17 rokaat, dan dipilihnya hari yang mulia, yaitu hari Jum’at.
Ramadhan dan Spirit Kebangsaan di Tahun ini
Ramadhan tahun 1445 H ini memiliki posisi yang sangat strategis, terutama dalam sejarah demokrasi bangsa Indonesia. Hal ini setidaknya bisa dilihat dari dua hal.
Pertama, kita memasuki Ramadhan tahun ini kurang lebih satu bulan setelah dilaksanakannya Pemilu pada tanggal 14 Pebruari 2024. Tidak dapat dipungkiri, letupan-letupan kecil ketidakpuasan sebagian pihak atas penyelenggaraan pemilu masih sering muncul, baik yang ditayangkan di media elektronik, maupun yang dishare di media sosial. Ketika memasuki bulan Ramadhan, penyampaian atas ketidakpuasan tersebut setidaknya bisa diredam dan dan tidak menjadi bola liar yang dapat memicu perpecahan dikalangan masyarakat.
Kedua, pengumuman rekapitulasi hasil pemilu secara nasional dijadwalkan juga akan dilaksanakan di bulan Ramadhan. Dengan diumumkan di bulan Ramadhan, ketika ada pihak yang tidak puas dengan hasil tersebut, setidaknya tidak akan melakukan tindakan-tindakan destruktif. Keberatan bisa dilakukan melalui jalur-jalur konstitusional. Hal ini tentu akan sangat membantu kondusivitas dan ketenteraman bangsa Indonesia dalam menjalani perjalanan demokrasinya. Proses pemilu yang aman dan damai hingga penetapan hasilnya, tentu akan menjadi salah satu tonggak penting bagi bangsa Indonesia dalam memperjuangkan masa depan yang lebih baik.
Menutup tulisan ini, penulis mengutip pernyataan Jalaludin Rakhmat dalam Bermain Politik di Bulan Ramadhan (1998) : Tidak ada salahnya melakukan kegiatan politik di bulan Ramadhan. Nabi SAW pernah melakukan ekspansi militer (yang sangat politis) pada bulan Ramadhan. Nabi SAW juga memperoleh kemenangan di bulan Ramadhan. Bila pada bulan Ramadhan, Anda mengadakan kegiatan politik agar orang-orang kecil diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan, agar orang-orang yang berkuasa memperhatikan hak-hak orang yang dikuasai, agar semua orang tunduk terhadap hukum, siapapun dan apapun pangkatnya, agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan, maka Anda memperkaya makna puasa. Namun bila di bulan Ramadhan Anda melakukan kegiatan poltik untuk kepentingan golongan Anda, atau mempertahankan posisi Anda, atau membela kepentingan orang-orang yang zalim, maka Anda telah mencemari kesucian Ramadhan.
Semoga spirit Ramadhan selalu menyertai perjalanan bangsa kita, sehingga akan terwujud bangsa Indonesia yang maju dan dapat meraih Indonesia Emas di tahun 2045, serta menjadi baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur. (*)