Aku ceritai kau nak! Cerita kegalauan hati kelas bawah seperti ayahmu ini. Kelas bawah dalam perspektif ayahmu ini, adalah orang yang tak punya kuasa dan kekayaan yang kadang tak cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bisa jadi ada kesamaan dengan gagasan Gunnar Myrdal atau lainnya, yang memisahkan kelas bawah dari masyarakat lainnya.
Untung, ayahmu ini masih bisa menulis pengganti suara kegelisahan hati. Sebab tak mungkin ayahmu berkoar-koar sendiri, di tengah lapangan, teriak soal senewen dipikiran. Ayahmu juga tak mungkin mengikuti demo-demo para mahasiswa yang biasa protes terhadap kebijakan pemerintah. Entah protes murni atau ditunggangi. Seolah mahasiswa adalah kuda tunggangan. Tentunya bukan. Lumrahnya, selalu ada penyusup kepentingan yang ikut mbonceng.
Nak, kegalauan itu bukan berarti mutlak. Dia hadir dari salah harap terhadap sesuatu atau seseorang.
Salah harap ayahmu adalah ketiadaan teladan untuk mu dari penyelenggara negara yang bisa dijadikan panutan oleh mu, nak. Khususnya soal kesederhanaan dan tak korupsi. Dan semoga ayahmu tetap bisa memertahankan benteng itu; sederhana, kejujuran dan tak korupsi sampai kiamat.
Kuceritai kau Nak! Jaman orde baru, mega korupsi mencapai Rp, 1,3 triliun dan dimenangkan oleh Eddy Tansil. Hingga hari ini, Eddy Tansil tak pernah keciduk, nak!
Sekarang, angka korupsi cenderung naik. Tengok saja, dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), tahun 2023 saja mencapai angka Rp 193,7 triliun. Jika dijumlahkan sejak tahun 2018 hingga 2024, angkanya bisa tembus Rp 1 kuadriliun. Kau pun perlu tahu, sebelumnya ada kasus giant korupsi tata niaga timah dengan kerugian negara hingga Rp300 triliun. Gila kan, nak?
Masih banyak catatan korupsi di negeri ini. Baik dari jumlah dan pelaku yang juga para penyelenggara negara yang terhormat itu. Berjamaah pula korupsinya.
Semakian tahun semakin berkembang pesat, menggurita dan meraksasa jumlah korupsinya. Herannya indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia tahun 2024 naik point, dari 34 menjadi 37 dari rentang 100, menjadikan Indonesia naik ke posisi 99. Sebelumnya menduduki peringkat 115 dari 180 negara.
Itu salah satu yang membuat ayahmu was-was. Godaan korupsi kian hari kian banyak dan besar. Dan konon nak, ada lagi, sumber kekayaan kita disatukan dalam satu holding. Seolah telur ayam emas dalam satu keranjang.
Tak sanggup kepala ayahmu ini, memikirkan pengelolaan dana besar yang disatukan di satu keranjang. Memang bukan urusan ayahmu soal itu. Untuk urusan pemenuhan kebutuhan bulanan saja, keluar asap di kepala ayahmu, memikirkannya. Dan kau tahu nak, telur emas itu juga godaan. Siapa saja bisa terdorong untuk mencurinya.
Jika keranjang telur emas itu jatuh atau rusak, entah sengaja atau disengaja atau kecelakaan, telur emasnya bisa raib tak tentu rimbanya. Bisa berabe urusannya nanti. Keranjang telur emas itu bernama Danantara. Tapi sudahlah, biar itu dipikirkan presiden kita saja.
Nak, ayahmu resah, negeri ini mulai banyak tikusnya, pencuri kekayaan negara dengan cara yang seolah legal. Ayahmu was-was, negeri yang kita cintai ini disebut negeri kleptokrasi, negeri para maling. Apa pun dicuri. Untuk kepentingan sendiri dan kelompoknya. Sementara rakyat kecil selalu menanggung akibatnya.
Tapi kita harus percaya, kepada yang ngurus negara ini. Sebab kalau bukan kepada presiden, kepada siapa lagi kita percaya? Pasti presidennya tahu, untuk mensejahterakan rakyat dan membuat bangsa ini besar, harus memberantas tikus-tikus itu lebih dahulu. Menghapus cap negeri kleptokrasi.
Nak! Jangan sekalipun kau ikut permainan korupsi. Sekali saja kau terlibat, kau tak bisa lepas dari lingkaran ekosistemnya. Dan kau akan mengubur namamu bersama para koruptor.
(Kang Marbawi, 020325)