Ciri Khas Musik Daerah Subang: Harmoni Budaya dalam Irama Gembyung dan Genjring Bonyok

Ciri Khas Musik Daerah Subang: Harmoni Budaya dalam Irama Gembyung dan Genjring Bonyok (Image From: Kabupaten Subang)
PASUNDAN EKSPRES - Kabupaten Subang, yang berada di Provinsi Jawa Barat, tidak hanya dikenal dengan panorama alamnya yang memukau dan potensi pariwisata yang terus berkembang, tapi juga karena kekayaan seni dan budayanya yang masih terjaga utuh sampai saat ini.
Salah satu warisan budaya yang tetap eksis dan menjadi kebanggaan masyarakat lokal adalah kesenian musik tradisional khas Subang yang penuh dengan nilai sejarah dan spiritualitasnya.
Subang merupakan daerah yang masyarakatnya masih menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan tradisi. Hal ini tercermin dari berbagai kesenian yang terus dipertahankan dan diwariskan lintas generasi.
Seni musik tradisional di Subang bukan sekadar hiburan, melainkan juga bagian penting dari berbagai ritual adat dan kegiatan sosial masyarakat.
BACA JUGA: 50 Siswa SMP di Subang Dikirim ke Barak
Dua di antaranya yang masih berkembang hingga saat ini adalah Gembyung dan Genjring Bonyok, yang masing-masing memiliki ciri khas alat musik, pola irama, dan fungsi dalam masyarakat.
Ciri Khas Musik Daerah Subang
Berikut adalah ulasan lengkap tentang musik khas Subang yang masih terjaga sampai saat ini.
Gembyung
BACA JUGA: Jadwal Lengkap SPMB Kota Bandung 2025, Sistem Zonasi Dihapus, Diganti Jalur Domisili
Dilansir dari Wikipedia, Gembyung merupakan ensambel musik tradisional Subang yang berasal dari pengaruh budaya Islam.
Umumnya, alat musik yang digunakan adalah beberapa buah waditra (alat musik pukul) seperti terbang atau rebana, dan sering kali dipadukan dengan suara tarompet.
Namun, dalam beberapa variasi pertunjukan di lapangan, Gembyung juga bisa dimainkan tanpa tarompet.
Dikutip dari Kebudayaan Kemindikbud, Gembyung memiliki makna filosofis yang mendalam.
Berdasarkan onomatope (bunyi yang menirukan suara tertentu), nama “Gembyung” berasal dari suara gem (tabuhan yang ditahan) dan byung (tabuhan yang dilepas).
Secara semiotik, kata gem berarti “ageman” atau pedoman hidup, sementara byung berarti “kabiruyungan” atau kepastian dalam pelaksanaan ajaran tersebut.
Dengan demikian, Gembyung tidak hanya sekadar pertunjukan seni, melainkan juga merupakan simbol spiritual dan komitmen terhadap nilai-nilai keagamaan dan sosial.
Kesenian ini biasanya tampil dalam berbagai upacara adat seperti ruatan bumi (pembersihan desa), minta hujan, dan mapag Dewi Sri (menyambut Dewi Kesuburan), serta acara pernikahan dan khitanan.