BANDUNG - Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Provinsi Jawa Barat optimistis, pengurangan kawasan kumuh seluas 963,57 hektare, tuntas sesuai target. Hal ini, sejalan dengan yang diamanatkan dalam SDGs (Sustainable Development Goals), yaitu tuntas kumuh di tahun 2030.
Setidaknya terdapat tujuh aspek kawasan kumuh di Jawa Barat. Pertama dari aspek bangunan gedung. Di antaranya, ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan tinggi yang tidak sesuai ketentuan rencana tata ruang, serta kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat.
Kedua, aspek jalan lingkungan meliputi jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan perumahan dan permukiman, serta kualitas jalan lingkungan buruk.
Ketiga, aspek penyediaan air minum diantaranya, ketidaktersediaan akses aman air minum, serta tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu.
Keempat, drainase lingkungan diantaranya, ketidaktersediaan drainase, drainase tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan, serta kualitas konstruksi drainase lingkungan.
Kelima, aspek pengelolaan air limbah diantaranya, sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai standar teknis, prasarana dan sarana serta pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis.
Keenam, aspek pengelolaan sampah diantaranya prasarana dan sistem pengelolaan persampahan tidak sesuai persyaratan teknis, serta sistem pengelolaan sampah tidak memenuhi persyaratan teknis. Ketujuh, aspek proteksi kebakaran. yakni ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran, serta ketidaktersediaan prasarana proteksi kebakaran.
Kepala Disperkim Jabar Dr Indra Maha ST MT mengatakan, penataan kawasan kumuh bertujuan meningkatkan kualitas kawasan permukiman kumuh menjadi kawasan permukiman layak huni. Serta, menurunkan luasan kawasan kumuh permukiman di Jawa Barat.
Diakui Indra, kecenderungan peningkatan kawasan kumuh semakin hari semakin bertambah, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Terlebih, pertumbuhan penduduk di Jawa Barat selama 20 tahun terakhir, peningkatannya mencapai 37 persen. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Jawa Barat pada tahun 2023, sebanyak 50.025.606 juta jiwa.
"Selama 20 tahun, terjadi peningkatan jumlah penduduk yang sangat besar. Sehingga, jika tidak diantisipasi saat ini, maka potensi terbentuknya kawasan-kawasan kumuh semakin tinggi," ujar Indra Maha.
Di Jawa Barat, secara keseluruhan luasan kawasan kumuh mencapai 8.778,85 hektare yang tersebar di 27 kabupaten/kota. Sementara itu, penataan kawasan kumuh yang menjadi kewenangan Pemprov Jabar, seluas 963,57 hektare. Selebihnya, dilaksanakan penataan kawasan kumuh oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Untuk penataan kawasan kumuh yang jadi kewenangan Pemprov, Disperkim merancang target tuntas kawasan kumuh selama 10 tahun, yang dimulai sejak tahun 2020. Pada periode 2020-2023, pengurangan luasan kumuh, ditetapkan target kumulatif seluas 106,55 hektare.
Kabar baiknya, realisasi pengurangan luasan kumuh kumulatif selama tiga tahun itu, tercapai 176,80 hektare atau 18,35 persen. Dan, hingga tahun 2023, luasan kumuh yang penataanya menjadi kewenangan Pemprov Jabar, tersisa 786,77 hektare atau 81,65 persen.
Disperkim Jabar juga berkolaborasi bersama pemerintah daerah kabupaten/kota, merancang target penataan kawasan kumuh tuntas di tahun 2030. Salah satu perwujudannya, beberapa waktu lalu, Disperkim Jabar bersama Pemerintah Kabupaten/kota melaksanakan deklarasi penanganan kawasan pemukiman kumuh Jawa Barat menuju nol kumuh tahun 2030.
Dan, berdasarkan data tahun 2023, tercatat pengurangan luasan kawasan kumuh di 27 kabupaten/kota di Jawa Barat seluas 2.439,08 hektare, dari luasan kumuh awal 8.778,85 hektare di tahun 2020. Artinya, selama tiga tahun terdapat penurunan kawasan kumuh di Jawa Barat sebesar 27,8 persen. Atau, tersisa 6.340,05 hektare luasan kumuh di tahun 2023.
"Adapun luasan kumuh yang penataannya menjadi kewenangan Pemprov dan harus ditangani selanjutnya, sebesar 786,77 hektare atau 81,65 persen dari total kumuh awal 963,57 hektare," beber Indra Maha.
Dan, untuk program tahun 2024, Disperkim Jabar menargetkan pengurangan kawasan kumuh, seluas 64,24 hektare. Dengan sasaran lokasi di enam kabupaten/kota. Yakni, Kabupaten Garut, Kabupaten Subang, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Ciamis, Kota Tasikmalaya, Kota Cirebon.
Di Kabupaten Garut, penataan kawasan kumuh menyasar empat kegiatan. Yakni, pekerjaan instalasi pengolahan air limbah, pekerjaan jalan dan drainase serta sarana air bersih di kawasan Kota Wetan Kabupaten Garut.
Sedangkan di Kabupaten Subang, penataan kawasan kumuh meliputi, pekerjaan sanitasi dan pengelolaan air limbah, pembangunan jalan lingkungan dan drainase di Desa Pamanukan.
Kabupaten Cirebon, penataan kawasan kumuh meliputi, pekerjaan jalan lingkungan dan drainase, pembangunan sarana air bersih, pembangunan sarana ruang terbuka publik serta pembangunan sarana TPS3R (tempat pengelolaan sampah reuse, reduse, recycle) di Kawasan Sitiwinangun
Di Kabupaten Ciamis, penataan kawasan kumuh dilaksanakan di 3 (tiga) lokasi berbeda yakni, kawasan Sukamulya meliputi pekerjaan jalan lingkungan dan drainase. Kawasan Neglasari meliputi pekerjaan jalan lingkungan dan drainase, sanitasi dan air kotor. Kawasan Kilayugung penataannya meliputi, pekerjaan saluran dan jalan lingkungan, sanitasi, dan pembangunan TPS3R.
Untuk Kota Tasikmalaya, penataan kawasan kumuh dilaksanakan pekerjaan jalan lingkungan dan drainase, sanitasi dan air kotor, sarana air bersih, serta pembangunan TPS3R di kawasan Sukajaya.
Terakhir, Kota Cirebon. Penataan kawasan kumuh dilaksanakan di Kecamatam Lemah Wungkuk, meliputi jalan lingkungan dan drainase, serta sistem pengelolaan air limbah. (red)