PASUNDAN EKSPRES - Mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mengungkap dugaan praktik kotor yang terjadi di dalam tubuh perusahaan plat merah tersebut.
Ia menuding jajaran direksi dan holding Pertamina kerap melakukan "buying time" atau upaya mengulur waktu, yang menurutnya bisa menjadi indikasi adanya permainan terselubung.
Ahok juga menyinggung kasus dugaan korupsi minyak mentah yang melibatkan PT Pertamina Patra Niaga. Ia menyoroti pemecatan mantan Direktur Utama perusahaan tersebut yang diduga enggan menandatangani pengadaan zat aditif.
“Saya tidak tahu alasan pastinya, tapi kabarnya karena dia menolak menandatangani pengadaan aditif itu,” ujar Ahok, dikutip pada Sabtu, 1 Maret 2025.
Dugaan Keterlibatan Oknum BPK
Lebih jauh, Ahok menduga ada keterlibatan oknum dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam proses pengadaan aditif tersebut.
Menurutnya, oknum tersebut berperan sebagai "backing" agar Pertamina tetap membeli zat aditif melalui mekanisme transport dan tender yang tidak sah.
Ia mengaku sempat menggelar rapat untuk membahas hal ini. “Saya tanya, nggak bisa terus ditakut-takutin kalau di SPBU nggak ada barang, padahal mana bisa tender dipisah antara transport dengan aditif,” tegasnya.
Menurut Ahok, keputusan dalam tender tersebut justru memenangkan transport yang lebih mahal dibanding aditif yang lebih murah.
"Lalu saya bilang, 'Dirut-nya kalau nggak tanda tangan, gue nggak laporin nih'," tambahnya, merujuk pada mantan Direktur Utama Patra Niaga yang diduga berasal dari Telkom dengan inisial MK.
Hambatan Inovasi dan Digitalisasi di Pertamina
Dalam kesempatan lain, Ahok juga mengungkap bahwa selama menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (2019–2024), berbagai inovasi yang ia usulkan kerap mendapat hambatan.
Salah satunya adalah penerapan sistem digital di seluruh lini perusahaan.
“Sistemnya saya ubah semua ke digital. Sebelum saya tanda tangan disposisi, semuanya masih manual. Tapi anehnya, ada kasus dengan Peruri yang nilainya sekitar Rp500 miliar. Itu contoh 'buying time' dari direksi," jelasnya.
Ahok menuding ada upaya dari internal Pertamina untuk mengulur waktu dengan meminta Peruri membangun sistem baru, padahal seharusnya mereka bisa menumpang di sistem yang sudah ada.
Ia juga menyebut bahwa banyak pihak yang tidak menginginkannya menjadi Direktur Utama PT Pertamina, karena jika menjabat posisi tersebut, ia bisa langsung mengambil langkah untuk mencopot jajaran direksi di subholding.
“Kalau saya jadi Dirut, saya bisa memecat Dirut-Dirut Subholding. Saya tidak pernah takut dengan Menteri BUMN mana pun selama saya benar,” tegasnya.
Namun, kenyataan berkata lain. Ahok mengaku hanya bisa mengawasi Pertamina sebatas wewenangnya sebagai Komisaris Utama.
"Janji awalnya saya bakal jadi Dirut untuk membereskan ini semua, tapi nyatanya saya hanya bisa mengawasi," tutupnya. (Disway/idr)