PASUNDAN EKSPRES - Uni Emirat Arab (UAE) dilaporkan telah menghentikan kesepakatan multi-miliar dolar dengan Prancis untuk pengadaan 80 jet tempur Rafale. Dalam cuitan yang dikutip 29 Agustus 2024 dari The Daily Guardian, "UAE HALTS JET DEAL WITH FRANCE AFTER TELEGRAM CEO ARREST. The UAE has reportedly suspended a multi-billion-dollar deal with France for 80 Rafale fighter jets following the arrest of Telegram CEO Pavel Durov in France over his platform’s failure to address illicit activities. Amid rising tensions, the UAE is also considering halting all military cooperation with France."
Langkah ini diduga sebagai respon atas penangkapan CEO Telegram, Pavel Durov, oleh otoritas Prancis. Penangkapan ini terjadi karena ketidakmampuan platform Telegram dalam mengatasi aktivitas ilegal yang terjadi di dalam aplikasinya.
Latar Belakang Penangkapan Pavel Durov
Pavel Durov, pendiri dan CEO Telegram, ditahan oleh pihak berwenang Prancis di Paris pekan lalu. Penahanan ini diduga berkaitan dengan kegagalan Telegram dalam mencegah aktivitas ilegal di platform tersebut, termasuk perdagangan narkoba, penyebaran propaganda teroris, dan konten eksploitasi anak. Telegram, yang dikenal karena kebijakan privasi yang ketat dan enkripsi end-to-end, telah lama menjadi sasaran kritik dari berbagai negara karena dianggap terlalu toleran terhadap konten ilegal.
Penangkapan Durov memicu protes dari sejumlah pengguna Telegram yang merasa bahwa penahanan ini merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat dan privasi digital. Namun, di sisi lain, banyak negara, termasuk Prancis, telah menekan Telegram untuk lebih bertanggung jawab dalam memonitor dan mengendalikan konten yang beredar di platform mereka.
Dampak Terhadap Hubungan UAE-Prancis
Penangkapan Durov di Prancis memiliki dampak yang lebih luas daripada yang diperkirakan. UAE, yang sebelumnya telah menyetujui kesepakatan pembelian 80 jet tempur Rafale dari Prancis, dilaporkan telah menghentikan transaksi tersebut. Menurut informasi yang dibagikan oleh akun Twitter @MarioNawfal, UAE tidak hanya menangguhkan kesepakatan ini, tetapi juga mempertimbangkan untuk menghentikan semua bentuk kerja sama militer dengan Prancis.
Penangguhan ini menjadi pukulan keras bagi Prancis, yang selama ini mengandalkan hubungan baik dengan UAE sebagai salah satu mitra strategisnya di kawasan Timur Tengah. Kesepakatan pengadaan jet tempur Rafale, yang nilainya mencapai miliaran dolar, dianggap sebagai salah satu pencapaian terbesar Prancis dalam upaya memperkuat aliansi militer dengan negara-negara Teluk.
Langkah yang diambil oleh UAE ini memicu kekhawatiran di kalangan internasional mengenai potensi eskalasi ketegangan antara kedua negara. Beberapa analis politik menyebut bahwa tindakan UAE bisa menjadi sinyal ketidakpuasan yang lebih luas terhadap kebijakan Prancis terkait penegakan hukum di sektor teknologi.
Prancis, yang selama ini gencar memberantas aktivitas ilegal di platform digital, mungkin menghadapi tantangan diplomatik yang serius jika UAE benar-benar menghentikan semua kerja sama militer. Sebagai negara yang memiliki kepentingan besar di kawasan Timur Tengah, Prancis mungkin akan mempertimbangkan ulang kebijakan-kebijakan terkait dunia maya agar tidak mengganggu hubungan strategis dengan negara-negara Teluk.
Di sisi lain, UAE, yang selama ini dikenal sebagai negara yang sangat proaktif dalam memerangi terorisme dan aktivitas ilegal, juga menghadapi dilema. Penangguhan kerja sama militer dengan Prancis dapat memengaruhi upaya negara tersebut dalam menjaga stabilitas regional. Namun, tindakan ini mungkin juga dimaksudkan sebagai pesan tegas kepada negara-negara Barat bahwa mereka tidak boleh sewenang-wenang dalam mengambil tindakan yang berdampak pada kepentingan strategis UAE
Sejauh ini, pemerintah UAE belum memberikan pernyataan resmi mengenai alasan di balik penangguhan kesepakatan jet tempur Rafale tersebut. Namun, beberapa sumber yang dekat dengan pemerintahan UAE menyebutkan bahwa keputusan ini diambil sebagai bentuk protes atas penangkapan Durov yang dinilai tidak proporsional.
Beberapa pengamat memperkirakan bahwa UAE akan mengajukan syarat-syarat tertentu kepada Prancis untuk melanjutkan kesepakatan pembelian jet tempur tersebut. Salah satunya adalah jaminan bahwa kejadian serupa tidak akan terulang di masa depan, terutama jika menyangkut tokoh-tokoh penting di dunia teknologi yang memiliki hubungan baik dengan UAE.
Selain itu, UAE juga kemungkinan akan menekan Prancis untuk lebih mempertimbangkan kepentingan mitra-mitranya di kawasan Timur Tengah sebelum mengambil tindakan hukum yang dapat memengaruhi hubungan diplomatik.
Penangguhan kesepakatan pembelian jet tempur Rafale oleh UAE setelah penangkapan CEO Telegram Pavel Durov di Prancis menunjukkan betapa rumitnya hubungan internasional di era digital. Di satu sisi, negara-negara seperti Prancis merasa perlu untuk menegakkan hukum di sektor teknologi demi menjaga keamanan nasional. Namun, di sisi lain, tindakan tersebut dapat memicu reaksi keras dari negara-negara yang merasa kepentingan strategis mereka terancam.
UAE, sebagai salah satu negara paling berpengaruh di Timur Tengah, telah menunjukkan bahwa mereka tidak akan tinggal diam ketika kepentingannya terganggu. Penangguhan kesepakatan ini dapat menjadi titik awal dari perubahan dinamika hubungan UAE-Prancis di masa depan, terutama dalam hal kerja sama militer dan diplomasi.
Apakah Prancis akan mempertimbangkan kembali kebijakan-kebijakannya di sektor teknologi demi menjaga hubungan baik dengan UAE? Ataukah UAE akan melanjutkan langkah-langkah tegasnya untuk menunjukkan ketidakpuasan mereka? Hanya waktu yang akan menjawab, namun yang pasti, dunia sedang menyaksikan dengan cermat perkembangan ini.