Kesehatan

Demi Mendukung Program ASI Eksklusif, Kemenkes Perketat Aturan Susu Formula Bayi

Demi Mendukung Program ASI Eksklusif, Kemenkes Perketat Aturan Susu Formula Bayi
Demi Mendukung Program ASI Eksklusif, Kemenkes Perketat Aturan Susu Formula Bayi. (Foto: Freepik)

PASUNDAN EKSPRES - Pemerintah telah memperketat aturan terkait susu formula bayi dan produk pengganti air susu ibu lainnya.

Regulasi ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dalam Pasal 33 yang berbunyi "produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya dilarang melakukan kegiatan yang dapat menghambat pemberian air susu ibu eksklusif".

Adapun aturan ini memperketat regulasi terkait susu formula bayi dan produk pengganti air susu ibu lainnya yang mencakup larangan penjualan, penawaran, pemberian potongan harga, hingga promosi iklan.

Kepala Biro Hukum Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Indah Febrianti, S.H., M.H menegaskan bahwa aturan susu formula bayi dan produk pengganti air susu ibu lainnya bertujuan mendukung program ASI eksklusif.

"Kebijakan larangan iklan susu formula untuk mendukung program ASI eksklusif, yang juga disesuaikan dengan rekomendasi Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly/WHA)," ucap Indah, dikutip dari laman Sehat Negeriku Kemenkes, Selasa (13/8).

Beberapa kegiatan di bawah ini dapat menghambat pemberian ASI eksklusif sesuai isi Pasal 33 PP Kesehatan, sebagai berikut:

1. Pemberian contoh produk susu formula bayi dan atau produk pengganti air susu ibu lainnya secara cuma-cuma, penawaran kerja sarna, atau bentuk apapun kepada fasilitas pelayanan kesehatan, upaya kesehatan bersumber daya masyarakat, tenaga medis, tenaga kesehatan, kader Kesehatan, ibu hamil, atau ibu yang baru melahirkan;

2. Penawaran atau penjualan langsung susu formula bayi dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya ke rumah;

3. Pemberian potongan harga atau tambahan atau sesuatu dalam bentuk apapun atas pembelian susu formula bayi dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya sebagai daya tarik dari penjual;

4. Penggunaan tenaga medis, tenaga kesehatan, kader kesehatan, tokoh masyarakat, dan pemengaruh media sosial untuk memberikan informasi mengenai susu formula bayi dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya kepada masyarakat;

5. Pengiklanan susu formula bayi dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya dan susu formula lanjutan yang dimuat dalam media massa, baik cetak maupun elektronik, media luar ruang, dan media sosial;

6. Promosi secara tidak langsung atau promosi silang produk pangan dengan susu formula bayi dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya.

Sementara itu, Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, dr. Lovely Daisy, MKM, menambahkan, pentingnya perlindungan, promosi, dan dukungan terhadap pemberian ASI sebagai salah satu cara paling efektif untuk memastikan kesehatan dan kelangsungan hidup anak.

"Dalam beberapa laporan pelanggaran kode etik pemasaran susu formula, masih terjadi penggunaan label yang tidak tepat, promosi di fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang mempromosikan, serta promosi silang antar-produk. Karena itu, perlu penguatan pemantauan dan penegakan sanksi," ujar Daisy.

Pemberian ASI eksklusif yang dilakukan sejak anak lahir hingga berusia 6 bulan, kemudian dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun disertai dengan disertai pemberian makanan pendamping ASI (MPASI), memberikan manfaat jangka panjang bagi kesehatan anak.

"Untuk itu, diperlukan aturan dan perlindungan dari promosi susu formula dalam segala bentuknya menjadi penting. Tujuannya, menjamin keberlangsungan pemberian ASI dan pemberian MPASI yang tepat," pungkasnya. (inm)

Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua