PASUNDAN EKSPRES - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, kanker payudara masih menjadi pembunuh tertinggi perempuan Indonesia untuk penyakit kanker.
Oleh karena itu, Budi menekankan tentang pentingnya deteksi dini kanker payudara pada perempuan Indonesia.
"Kanker ini kenapa banyak yang meninggal? Karena ketahuannya terlambat, setelah stadium tiga atau stadium empat. Padahal, kalau bisa deteksi dini di stadium satu atau dua, kemungkinan hidupnya atau survivability rate-nya tinggi sekali dengan teknologi yang sekarang," ucap Menkes Budi dilansir dari laman Sehat Negeriku, Selasa (10/12).
Budi meminta agar para perempuan tidak ragu untuk melakukan deteksi dini. Apalagi, Menkes Budi mengatakan bahwa skrining kanker payudara akan menjadi bagian dari program skrining kesehatan yang akan diberikan kepada perempuan usia di atas 40 tahun.
Diketahui, pemerintah berencana meluncurkan program Skrining Kesehatan Nasional pada Januari 2025 mendatang.
"Nah di program skriningnya hadiah ulang tahun dari Pak Presiden, mamografi itu nanti akan masuk untuk yang berisiko. Nah, yang berisiko adalah perempuan usia di atas 40 tahun," imbuhnya.
Deteksi dini kanker payudara, menurut Budi, sebenarnya dapat dilakukan di fasyankes (fasilitas pelayanan kesehatan) tingkat pertama seperti puskesmas dengan memanfaatkan USG.
"Saya juga sudah ngomong ke kolegium, yuk, diturunkan (kemampuan) kompetensinya (ke dokter umum), agar 10.000 USG (di puskesmas) itu tidak hanya untuk memeriksa ibu hamil, tapi juga bisa untuk memeriksa skrining kanker payudara oleh dokter umum," ujar Menkes.
Jika ada indikasi kanker payudara, dapat dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan biopsi atau prosedur pengambilan sampel jaringan, sel, atau cairan tubuh.
Selanjutnya, sampel ini diperiksa di laboratorium sehingga dapat mengetahui tingkat stadium kanker.
Lebih lanjut, Budi menyatakan kekhawatiran mengenai hasil pemeriksaan yang buruk menjadi salah satu alasan perempuan enggan melakukan pemeriksaan kanker payudara.
Padahal, kanker sebaiknya dideteksi sejak dini karena peluang hidup akan lebih besar jika terdeteksi lebih awal dibandingkan jika terdeteksi terlambat.
"Jadi, kenapa banyak perempuan nggak mau dimamografi? Karena mereka takut menerima kenyataan kalau ada apa-apa. Padahal, saya yang bukan dokter saja tahu kalau ketahuan stadium satu lebih baik daripada ketahuannya di stadium tiga," tandas Budi. (inm)