Lifestyle

6 Dampak memiliki Bos yang Toxic: Lingkungan Kerja jadi Gak Sehat

6 Dampak memiliki Bos yang Toxic: Lingkungan Kerja jadi Gak Sehat
6 Dampak memiliki Bos yang Toxic: Lingkungan Kerja jadi Gak Sehat (Image From: Pexels/Yan Krukau)

PASUNDAN EKSPRES - Memiliki atasan yang baik adalah salah satu faktor penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan produktif. Namun, tidak semua orang beruntung mendapatkan sosok pemimpin yang inspiratif.

Sebaliknya, sebagian karyawan harus berhadapan dengan bos toxic, yaitu atasan yang cenderung manipulatif, otoriter, tidak suportif, atau bahkan sering merendahkan bawahannya.

Sayangnya, keberadaan atasan seperti ini bukan hanya membuat suasana kerja tidak nyaman, tapi juga berdampak luas terhadap kesehatan mental, performa, bahkan reputasi perusahaan secara keseluruhan. So, di sini ada beberapa dampak memiliki bos yang toxic. 

Dampak memiliki Bos yang Toxic terhadap Lingkungan Kerja dan Kesejahteraan Karyawan

Berikut adalah beberapa dampak memiliki bos yang toxic di tempat kerja. 

Menurunnya Kesehatan Mental dan Emosional Karyawan

Dampak paling nyata yang sering dirasakan akibat kepemimpinan toxic adalah terganggunya kesehatan mental dan emosional karyawan.

Bos yang toxic sering kali menggunakan kritik berlebihan, komentar merendahkan, serta gaya kepemimpinan penuh tekanan untuk mencapai target.

Kondisi ini menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat, penuh stres, dan kecemasan berlebih. Dalam jangka panjang, karyawan dapat mengalami penurunan rasa percaya diri, depresi, burnout, bahkan trauma psikologis.

Hal ini sejalan dengan temuan dari American Psychological Association (APA) yang menunjukkan bahwa pemimpin yang tidak mendukung dan otoriter merupakan salah satu penyebab utama stres kerja kronis.

Tanda-tanda karyawan yang terdampak antara lain:

  • Kehilangan motivasi untuk bekerja
  • Kesulitan tidur dan gangguan konsentrasi
  • Perasaan tertekan setiap kali berinteraksi dengan atasan
  • Menurunnya performa kerja secara keseluruhan

Meningkatnya Turnover Karyawan

Tingkat turnover atau pergantian karyawan yang tinggi merupakan indikator penting yang menunjukkan bahwa sebuah perusahaan mungkin mengalami masalah internal, termasuk dalam hal kepemimpinan.

Karyawan tidak akan betah bekerja di lingkungan yang penuh tekanan dan tidak suportif. Mereka cenderung mencari tempat kerja lain yang lebih sehat dan menghargai kontribusinya.

Dalam banyak kasus, alasan utama karyawan mengundurkan diri bukan karena gaji yang rendah, melainkan karena ketidaknyamanan dalam hubungan kerja, terutama dengan atasan langsung.

Dampak dari tingginya turnover:

  • Perusahaan kehilangan talenta berpengalaman
  • Membengkaknya biaya rekrutmen dan pelatihan karyawan baru
  • Menurunnya produktivitas tim karena adaptasi karyawan baru membutuhkan waktu
  • Reputasi perusahaan tercoreng karena ulasan negatif dari mantan karyawan di situs karier seperti Glassdoor atau Jobstreet

Turunnya Produktivitas dan Kinerja Tim

Atasan yang toxic cenderung gagal dalam membangun kerja sama tim yang harmonis. Alih-alih mendengarkan masukan atau memberikan motivasi, mereka lebih fokus pada kontrol yang ketat dan pencapaian target semata, tanpa memedulikan kondisi emosional anggota timnya.

Gaya kepemimpinan seperti ini membuat karyawan merasa tertekan, tidak dihargai, dan akhirnya menjadi tidak semangat bekerja.

Mereka bisa menjadi pasif, enggan menyampaikan ide, atau bahkan melakukan pekerjaan hanya sebatas menyelesaikan tugas, bukan karena keinginan berkontribusi.

Akibatnya, produktivitas menurun drastis dan kualitas pekerjaan tidak optimal. Tim pun bisa mengalami disfungsi, seperti munculnya konflik internal, rendahnya kolaborasi, hingga gagalnya pencapaian target perusahaan.

Merusak Reputasi Perusahaan

Bos yang toxic bukan hanya memberi dampak negatif terhadap karyawan, tetapi juga dapat merusak citra dan reputasi perusahaan secara luas.

Hal ini disebabkan oleh kemungkinan munculnya testimoni atau ulasan negatif yang diberikan oleh mantan karyawan di berbagai platform publik.

Ulasan tersebut mudah ditemukan oleh para pencari kerja, pelanggan, atau mitra bisnis. Ketika nama perusahaan dikaitkan dengan lingkungan kerja yang tidak sehat, hal ini dapat menurunkan kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan.

Beberapa dampak reputasional lainnya meliputi:

  • Menurunnya minat pelamar kerja berkualitas
  • Citra negatif di mata publik atau media
  • Berkurangnya loyalitas pelanggan
  • Sulit menjalin kerja sama dengan mitra bisnis potensial

Hambatan Terhadap Perkembangan Karier Karyawan

Atasan toxic umumnya tidak memberikan ruang yang cukup bagi karyawan untuk berkembang.

Mereka bisa saja tidak memberikan pelatihan yang memadai, enggan memberi promosi, atau bahkan menjegal kesempatan kemajuan karier bagi bawahan yang berprestasi.

Bahkan, dalam beberapa kasus, bos toxic dapat bertindak manipulatif dengan mengklaim hasil kerja tim sebagai prestasi pribadi, atau menjatuhkan bawahan secara diam-diam demi mempertahankan posisi mereka.

Karyawan yang berada dalam situasi seperti ini akan sulit mencapai potensi maksimalnya dan merasa frustasi terhadap kariernya.

Pada akhirnya, mereka mungkin merasa tidak ada gunanya berkembang di perusahaan tersebut dan memilih hengkang.

Lingkungan Kerja yang Tidak Inklusif dan Tidak Aman

Bos yang toxic kerap tidak memprioritaskan etika kerja, toleransi, dan keadilan. Mereka bisa bersikap pilih kasih, menciptakan lingkungan yang diskriminatif, atau membiarkan praktik bullying di tempat kerja.

Hal ini sangat merugikan karyawan yang ingin merasa aman dan dihargai di tempat mereka bekerja.

Lingkungan seperti ini bisa berdampak pada:

  • Rasa ketidakadilan yang dirasakan sebagian anggota tim
  • Munculnya persaingan tidak sehat antar rekan kerja
  • Ketidakseimbangan beban kerja dan tanggung jawab
  • Hilangnya solidaritas tim

Bos yang toxic tidak hanya merusak semangat kerja karyawan, tetapi juga membawa dampak sistemik terhadap seluruh organisasi.

Mulai dari terganggunya kesehatan mental karyawan, tingginya angka turnover, turunnya produktivitas, hingga reputasi perusahaan yang tercoreng.

Perusahaan seharusnya tidak menutup mata terhadap isu ini. Membangun kepemimpinan yang sehat dan suportif merupakan investasi jangka panjang yang akan membawa dampak positif bagi seluruh lini organisasi.

(ipa)

Terkini Lainnya

Lihat Semua