PASUNDAN EKSPRES- Selama periode kampanye hingga berakhirnya Pemilu kemarin, satu topik yang mendapat banyak sorotan adalah program kerja tertentu.
Sebagian pihak mendukung program tersebut, sementara yang lain menentangnya. Salah satu program yang menjadi pusat perdebatan adalah pemberian makan siang gratis bagi pelajar.
Di berbagai platform media sosial, terdapat banyak pendapat yang bertentangan terhadap kebijakan ini.
Alasan penolakan bervariasi, mulai dari ketidaklayakan harga hingga persepsi bahwa realisasi program berjalan terlalu lambat.
Bahkan ada rumor tentang potongan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membiayai makan siang gratis tersebut.
Namun, sejak isu ini muncul, ada satu pertanyaan yang menggelitik pikiran saya siapakah yang sebenarnya menjadi pihak yang paling diuntungkan dari program ini?
Apakah benar bahwa para siswa yang mendapat manfaat paling besar karena kebutuhan gizi mereka terpenuhi, ataukah ada pihak lain yang mendapat keuntungan di balik layar?
Sejarah program makan siang gratis ini sebenarnya sudah cukup lama. Gagasan tersebut mulai muncul di Eropa pada abad ke-18.
Ketika para pengajar dan guru menyadari bahwa anak-anak yang datang ke sekolah dalam keadaan lapar cenderung kurang konsentrasi dan kurang efektif dalam belajar.
Pemerintah Amerika Serikat secara resmi mengesahkan program makan siang gratis di sekolah pada tahun 1935. Namun, di balik keberhasilan program ini, muncul pertanyaan tentang siapa sebenarnya yang diuntungkan dari program tersebut.
Pada awalnya, program ini bertujuan untuk menyehatkan anak-anak dan memastikan asupan gizi mereka tercukupi.
Namun, seiring bertambahnya jumlah penerima manfaat, terutama di Amerika Serikat, program ini mulai menjadi lahan subur bagi kepentingan industri makanan.
Ironisnya, produk-produk yang disediakan dalam program ini tidak selalu sehat. Banyak makanan olahan dan fast food yang diberikan kepada anak-anak, yang seharusnya menjadi solusi bagi masalah kurang gizi, justru menjadi penyebab masalah obesitas.
Masalah semakin rumit ketika pemerintah mulai memotong anggaran untuk program makan siang gratis di sekolah.
Industri makanan berusaha mencari celah untuk mempengaruhi kebijakan dan menyalurkan produk-produk mereka ke program tersebut, bahkan dengan mengklaim bahwa produk mereka layak dianggap sebagai sayuran atau makanan sehat.
Selain itu, ada juga masalah dalam penyediaan menu makanan yang dianggap terlalu sehat oleh anak-anak, sehingga mereka cenderung membuang makanan atau tidak merasa kenyang setelah makan.
Hal ini juga menimbulkan permasalahan baru terkait pemborosan makanan dan masalah lingkungan.
Baiklah, mari kita perbincangkan siapa yang sebenarnya menjadi pihak yang paling diuntungkan dari program makan gratis di sekolah.
Catatan ini didasarkan pada pengalaman yang telah terjadi di Amerika Serikat, yang mungkin bisa memberikan pembelajaran bagi kita jika program serupa ingin diterapkan di negara kita.