Nasional

Tanggapan Habib Luthfi Terkait Kebijakan Izin Tambang untuk Organisasi Masyarakat

Tanggapan Habib Luthfi Terkait Kebijakan Izin Tambang untuk Organisasi Masyarakat

Habib Luthfi, seorang anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang juga dikenal sebagai pendakwah terkemuka, memberikan tanggapannya terkait langkah Presiden Joko Widodo yang memberikan izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi masyarakat keagamaan. Dalam pernyataannya, Habib Luthfi tidak secara tegas menyatakan apakah ia menolak atau mendukung kebijakan tersebut. Ia menyatakan bahwa hingga saat ini, ia hanya mengikuti keputusan pemerintah tanpa pernah diajak untuk berdiskusi mengenai kebijakan ini.

 

"Saya tidak pernah diajak untuk berdiskusi. Saya tidak bisa memberikan jawaban pasti. Kami hanya mengikuti keputusan pemerintah. Jika dianggap baik, silakan saja," ungkap Habib Luthfi saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada Rabu (12/6/2024).

 

Habib Luthfi juga menyatakan bahwa hingga saat ini, pihaknya belum memberikan masukan terkait kebijakan pemberian izin tambang kepada organisasi masyarakat kepada Presiden Jokowi.

 

"Kami tidak memberikan masukan. Saya tidak bisa membuat keputusan semudah itu," tambahnya.

 

Menanggapi beberapa organisasi masyarakat keagamaan yang menolak kebijakan tersebut, Habib Luthfi memilih untuk tidak banyak berkomentar. Baginya, semua pihak memiliki hak untuk mengambil keputusan dalam konteks demokrasi.

 

"Biarkan mereka memiliki hak untuk berpendapat. Kami harus menghargai pendapat dan prinsip demokrasi," ungkap Habib Luthfi.

 

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, disebutkan bahwa izin usaha pertambangan dapat diberikan kepada organisasi masyarakat. Lahan tambang yang akan diberikan izin usahanya kepada organisasi masyarakat tersebut adalah bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi I, yang meliputi PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.

 

Lahan tersebut akan dialokasikan kepada enam organisasi masyarakat yang merupakan pilar utama dalam masing-masing agama, yaitu Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Gereja Indonesia (PGI) untuk agama Kristen, Kantor Waligereja Indonesia untuk agama Katolik, Hindu, dan Buddha.

 

Meskipun demikian, beberapa organisasi masyarakat telah menyatakan penolakan terhadap izin tambang tersebut. Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) hingga saat ini menolak tawaran dari pemerintah. Sementara Muhammadiyah tampaknya enggan untuk terburu-buru dalam menerima tawaran tersebut.

Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua