Nasional

Indonesia dalam Darurat Korupsi? Ko Bisa

Indonesia dalam Darurat Korupsi? Ko Bisa
Indonesia dalam Darurat Korupsi? Ko Bisa

PASUNDAN EKSPRES- Indonesia saat ini berada dalam situasi darurat korupsi.

Salah satu indikator yang menunjukkan tingkat darurat ini adalah fakta bahwa suara masyarakat masih relatif mudah dibeli selama pemilu.

Fenomena ini sudah menjadi rahasia umum, di mana untuk menjadi seorang pejabat di Indonesia, diperlukan biaya yang sangat tinggi.

Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Dalam Negeri (Mendagri), biaya untuk mencalonkan diri sebagai Bupati saja bisa mencapai 30 miliar rupiah.

Riset juga menunjukkan bahwa alokasi terbesar dari dana tersebut digunakan untuk membeli suara masyarakat.

Menjadi pejabat di Indonesia memerlukan modal yang besar, yang sering kali jauh lebih besar daripada gaji yang akan diterima setelah terpilih.

Hal ini menimbulkan insentif bagi pejabat untuk melakukan korupsi agar dapat mengembalikan modal yang telah dikeluarkan.

Tidak mengherankan jika tingkat korupsi di Indonesia saat ini berada pada tingkat yang mengkhawatirkan.

Bahkan penerima penghargaan anti-korupsi yang bergengsi pun bisa terjerat kasus korupsi, termasuk ketua KPK yang sendiri menjadi tersangka pemerasan terhadap tersangka korupsi.

Selama pandemi COVID-19, bantuan sosial yang seharusnya diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan juga tidak luput dari korupsi.

Hal ini menunjukkan bahwa bahkan di saat-saat krisis, korupsi tetap merajalela.

Beberapa kasus yang mencuat termasuk penyelewengan dana bantuan sosial yang seharusnya membantu masyarakat yang terdampak pandemi.

Tingkat korupsi yang tinggi di Indonesia juga tercermin dari banyaknya pejabat tinggi yang terjerat kasus korupsi.

Sebagai contoh, seorang wakil menteri urusan hukum yang juga seorang profesor dalam bidang hukum dari salah satu universitas terbaik di Indonesia, akhirnya menjadi tersangka korupsi.

Meskipun demikian, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyebut bahwa peristiwa tersebut lebih memalukan bagi Presiden Joko Widodo sebagai alumni UGM.

Selain itu, ada juga kasus gubernur yang menggunakan anggaran provinsi yang masih miskin dan tertinggal untuk cuti, dengan jumlah yang mencapai lebih dari 500 miliar rupiah.

Penggunaan anggaran yang tidak tepat ini semakin memperburuk kondisi perekonomian dan pembangunan di daerah yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih.

Mengatasi korupsi di Indonesia memerlukan upaya yang sangat besar dan kerja sama dari berbagai pihak.

Transparansi dan akuntabilitas harus ditingkatkan di semua level pemerintahan. Pendidikan anti-korupsi juga perlu ditanamkan sejak dini untuk membentuk generasi yang lebih bersih dan berintegritas.

Selain itu, penegakan hukum yang tegas dan tidak pandang bulu harus diterapkan untuk memberikan efek jera kepada pelaku korupsi.

Semua pihak, termasuk masyarakat, memiliki peran penting dalam upaya pemberantasan korupsi ini.

Berita Terkait