PASUNDAN EKSPRES- Indonesia, dengan luas lahan pertanian padi terbesar ketiga di dunia, ternyata masih harus bergantung pada impor beras dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri.
Hal ini menjadi ironi mengingat potensi alam yang melimpah serta keunggulan geografis yang dimiliki Indonesia. Mengapa hal ini terjadi?
Salah satu penyebab utama adalah rendahnya standar mutu dan kualitas gabah hasil panen petani Indonesia.
Kadar air yang tidak terstandarisasi serta proses produksi yang tidak efisien membuat penyimpanan beras menjadi kurang optimal.
Selain itu, biaya produksi beras di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam, meskipun kualitasnya sama.
Permasalahan tersebut dapat ditarik pada satu benang merah, yaitu kurangnya adopsi teknologi pertanian modern.
Di banyak negara, profesi petani tidak lagi identik dengan pertanian tradisional. Mereka telah mengadopsi teknologi pertanian canggih yang mencakup semua proses mulai dari penanaman hingga panen.
Di Indonesia, kesadaran akan teknologi pertanian masih rendah di kalangan petani, dan dukungan dari pemerintah pun minim.
Hanya sekitar 10% petani yang menggunakan teknologi modern dalam proses pertaniannya. Banyak petani yang bahkan tidak memiliki alat untuk mengeringkan hasil panen, sehingga proses pengolahan gabah menjadi tidak efisien.
Hal ini berbeda dengan negara tetangga yang telah mengadopsi teknologi modern secara luas. Mereka memiliki akses dan dukungan pelatihan yang baik, sehingga proses produksi beras menjadi lebih efisien dan biaya produksinya lebih murah.
Namun, ada harapan bagi pertanian Indonesia melalui adopsi teknologi modern. Salah satu inisiatif yang menjanjikan adalah program yang diluncurkan oleh Bank Mandiri sejak tahun 2019.
Melalui program ini, ribuan petani telah dibantu dengan pengadaan alat penggilingan modern seperti rice milling unit.
Program ini tidak hanya memberikan akses kepada petani untuk memproses hasil panen dengan lebih efisien, tetapi juga melibatkan mereka dalam pengelolaan perusahaan alat penggiling padi tersebut.
Para petani tidak hanya menjadi operator mesin, tetapi juga mendapatkan saham dan pembagian keuntungan dari pengelolaan unit tersebut.
Selain itu, Bank Mandiri juga memberikan pelatihan dan pendampingan kepada petani, serta menyediakan modal usaha melalui kredit usaha rakyat.
Melalui program ini, pendapatan petani telah meningkat secara signifikan dan mereka tidak lagi tergantung pada tengkulak dengan bunga tinggi.
Meskipun masih dalam skala yang terbatas, program ini menjadi bukti bahwa revitalisasi pertanian Indonesia melalui adopsi teknologi modern adalah langkah yang tepat.
Dengan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan lebih banyak petani Indonesia dapat menikmati manfaat dari kemajuan teknologi pertanian dan menghasilkan beras dengan standar mutu yang tinggi serta biaya produksi yang lebih rendah.
Semoga upaya ini dapat menjadi contoh bagi inisiatif serupa di masa depan, dan membawa kemajuan yang nyata bagi sektor pertanian Indonesia.
Teruslah mengikuti perkembangan di bidang pertanian, karena pembahasan mengenai pertanian tidak akan pernah habis. Sampai jumpa di artikel selanjutnya!