PASUNDAN EKSPRES - Indonesia semakin memperkuat kemampuan angkatan lautnya dengan adanya transfer teknologi kapal perang dari Jerman. Menurut laporan dari Naval News yang berjudul "Indonesian Navy Aims To Buy More Locally-Built Vessels In 2024", Jerman memberikan transfer teknologi untuk pembuatan kapal hidro-oseanografi sepanjang 105 meter di Indonesia.
Proyek ini melibatkan kerjasama antara PT Palindo Marine di Batam dengan galangan kapal Jerman, Abeking & Rasmussen, dan Fassmer GmbH & Co.KG. Kerjasama ini merupakan bagian dari program transfer teknologi yang juga mencakup pembelian dua kapal penanggulangan ranjau, yaitu KRI Pulau Fani (731) dan KRI Pulau Fanildo (732), yang sudah bergabung dalam armada TNI AL.
Dengan adanya transfer teknologi ini, industri perkapalan Indonesia diharapkan bisa lebih mandiri dan mampu membangun kapal perang canggih di dalam negeri. Jerman sendiri telah memiliki sejarah panjang dalam menyediakan kapal perang untuk Indonesia, seperti kapal selam kelas Cakra yang diproduksi oleh Howaldtswerke-Deutsche Werft dari tahun 1977 hingga 1981. Kapal selam ini termasuk dalam jenis Type 209/1300 dan menjadi alutsista bawah air pertama buatan Jerman yang digunakan oleh Indonesia.
Selain itu, kapal perang TNI AL lainnya yang dibuat di Jerman termasuk kelas Parchim, yaitu kapal korvet yang dikhususkan untuk operasi anti-kapal selam, serta kapal perang pendarat tank yang diklasifikasikan sebagai Frosch I dan Frosch II.
Namun, armada kapal perang TNI AL tidak hanya terdiri dari kapal buatan Jerman. Indonesia juga memiliki kapal perang dari negara-negara Eropa lainnya. Contohnya, kapal perang kelas korvet SIGMA 9113 yang dibuat oleh galangan kapal Damen Belanda dan dikenal dengan kelas Diponegoro. Indonesia juga memiliki fregat kelas Martadinata/SIGMA 10154 yang juga berasal dari desain Damen Belanda dan merupakan fregat pertama dengan sistem peluncur rudal vertikal.
Kapal perang lainnya termasuk fregat kelas Ahmad Yani, yang diklasifikasikan sebagai kelas Van Speijk, serta tiga korvet tipe F2000 buatan BAE Systems Maritime Inggris, yang dikenal dengan kelas Bung Tomo. Ada pula kapal perang buatan Wilton-Fijenoord Schiedam Belanda, yaitu kelas Fatahillah.
Selain dari Jerman dan Belanda, kapal perang TNI AL juga didukung oleh kapal perang buatan Eropa lainnya seperti kapal fregat kelas PPA Paolo Thaon Di Revel dan kapal selam Scorpene Evolved yang baru saja dibeli Indonesia. Bahkan, PT PAL Indonesia saat ini sedang membangun Fregat Merah Putih, fregat terbesar yang pernah dibuat di dalam negeri, yang nantinya akan menjadi bagian penting dari armada TNI AL.
Menurut laporan dari media Korea Selatan Seoul Shinmun, Indonesia baru-baru ini menandatangani beberapa kontrak untuk memperkuat armada kapal perangnya, dan semuanya dengan perusahaan Eropa.
“Indonesia baru-baru ini menandatangani kontrak untuk memperkenalkan sejumlah kapal perang dengan desain terbaru untuk memperkuat kekuatan angkatan lautnya, namun semua kontrak tersebut jatuh ke tangan perusahaan-perusahaan Eropa,” tulis laman Seoul Shinmun pada 31 Maret 2024.
Di masa mendatang, Indonesia juga berencana membeli fregat kelas Bergamini dari Fincantieri Italia, menunjukkan komitmen negara ini dalam memperkuat angkatan lautnya.
Dengan berbagai kapal perang canggih yang dimiliki atau akan dimiliki, kekuatan TNI AL diharapkan dapat meningkat secara signifikan, dan Indonesia semakin mandiri dalam memproduksi kapal perang canggih di dalam negeri. Fregat Merah Putih yang sedang dibangun oleh PT PAL Indonesia menjadi simbol dari upaya tersebut, menunjukkan bahwa Indonesia siap untuk meningkatkan kemampuan angkatan lautnya dengan dukungan teknologi Eropa dan kerjasama internasional.