News

Menelusuri Masa Jaya Pabrik Teh Tambakan yang Dikelola oleh Perusahaan P & T Lands

pabrik teh subang

Subang di bagian selatan, sebuah wilayah yang kaya akan sejarah dan budaya, menyimpan banyak peninggalan dari masa kolonial. Salah satu jejak peninggalan tersebut adalah Pabrik Teh Tambakan, yang dahulu menjadi saksi bisu perkembangan industri teh di wilayah ini. 

Asep, seorang mandor lapangan yang telah lama bekerja di sana, menceritakan kisah perjalanan pabrik ini sejak zaman Belanda hingga kini.Asep mengisahkan bahwa Pabrik Teh Tambakan didirikan pada tahun 1922, pada masa pemerintahan kolonial Belanda. 

Wilayah Subang Selatan saat itu memiliki banyak pabrik teh, dan Pabrik Tambakan adalah salah satu yang dibangun lebih dahulu. 

"Di wilayah ini, ada beberapa pabrik teh besar lainnya seperti Bukanagara, Kasomalang, Serangpanjang, Sarireja, Jagarnaek, dan Ciater. Semua ini adalah bagian dari jaringan perkebunan teh yang dikelola oleh perusahaan-perusahaan Belanda," ucap Asep kepada Pasundan Ekspres pada Rabu (17/7).

Saat itu, perkebunan teh di Subang Selatan merupakan bagian dari P & T Lands. Wilayah ini dikelola oleh tuan Hoffland, seorang pengusaha Belanda yang memiliki kekuasaan atas beberapa pabrik teh di wilayah tersebut. 

"Empat titik utama wilayah P & T Lands mencakup kawasan dari ujung pantai Karawang, Pademang Cirebon, hingga ujung atasnya yang berada di sekitar Pabrik Bukanagara dan Tangkuban Perahu," tambah Asep.

Pada masa kolonial, Pabrik Teh Tambakan menjadi pusat produksi teh yang penting. Namun, pada tahun 1984, pabrik ini mengalami rehabilitasi dan diubah menjadi pabrik CTC (Crush, Tear, Curl), sebuah metode pengolahan teh yang lebih modern. 

"Meskipun bangunan pabrik telah banyak berubah, struktur kokohnya seperti besi-besi tua dan puing-puing bangunan masih merupakan peninggalan dari masa Belanda," kata Asep.

Selain itu, Asep juga menjelaskan bahwa pada masa tersebut, setiap kebun teh memiliki wilayah yang terpisah, seperti Tambakan, Kasomalang, dan Bukanagara. Namun, kini semua wilayah tersebut digabung menjadi satu kebun besar yang dikenal sebagai Zona IV. 

"Dulu, setiap kebun memiliki manajemen sendiri, tapi sekarang semuanya dikelola sebagai satu kesatuan," jelas Asep.

Pabrik Teh Tambakan mengalami masa kejayaannya selama beberapa dekade. Namun, seiring berjalannya waktu, pabrik ini mulai mengalami penurunan produksi. Pada akhirnya, pengolahan teh di Pabrik Tambakan dihentikan dan dialihkan ke Pabrik Bukanagara, yang merupakan pabrik baru dan lebih modern. 

"Sekarang, Pabrik Tambakan hanya digunakan sebagai gudang produksi teh. Banyak puing-puing bangunan yang sudah tidak ada, seperti di pabrik-pabrik lain di Serangpanjang, Sarireja, dan Kasomalang," kata Asep.

Meskipun banyak pabrik teh lama yang telah hancur, Pabrik Tambakan masih berdiri utuh dan menyimpan banyak sejarah. Di Tambakan, masih ada banyak peninggalan sejarah dari zaman Belanda, seperti Goa Jepang dan Rumah Belanda. Di Kasomalang juga masih ada beberapa peninggalan.

Asep menceritakan bahwa Subang Selatan tidak hanya kaya akan sejarah pabrik teh, tetapi juga memiliki banyak peninggalan dari masa penjajahan Belanda. "Wilayah ini pernah dijajah oleh Belanda selama dua periode atau dua abad. Selain Belanda, wilayah ini juga pernah dikuasai oleh Inggris dan Jepang sebelum akhirnya kembali dikuasai oleh Belanda," katanya.

Peninggalan-peninggalan dari masa tersebut masih dapat ditemukan di berbagai tempat di Subang Selatan. Misalnya, Goa Jepang yang terletak di dekat Pabrik Tambakan adalah salah satu bukti peninggalan masa penjajahan Jepang.

Selain itu, Rumah Belanda di sekitar Kasomalang adalah contoh lain dari peninggalan kolonial yang masih ada hingga kini. "Rumah-rumah ini dulu digunakan oleh para pengusaha dan pengelola perkebunan teh Belanda sebagai tempat tinggal," tambah Asep.

Pabrik Teh Tambakan dan pabrik-pabrik teh lainnya di Subang Selatan adalah bukti nyata bagaimana penjajahan Belanda dan Jepang telah mempengaruhi perkembangan industri teh di Indonesia. Selama masa penjajahan, Belanda mendirikan banyak perkebunan dan pabrik teh untuk memenuhi permintaan pasar internasional. 

"Pabrik-pabrik teh ini adalah salah satu sumber pendapatan utama bagi Belanda selama masa kolonial," kata Asep.

Namun, setelah kemerdekaan Indonesia, banyak pabrik teh yang mengalami penurunan produksi dan akhirnya ditutup. Pabrik Teh Tambakan adalah salah satu yang masih bertahan, meskipun kini hanya digunakan sebagai gudang produksi. 

"Penutupan pabrik-pabrik teh ini merupakan salah satu dampak dari perubahan ekonomi dan politik setelah kemerdekaan," jelas Asep.

Meskipun kini hanya digunakan sebagai gudang, Pabrik Teh Tambakan masih memiliki potensi untuk dikembangkan kembali. Asep berharap bahwa suatu hari nanti, pabrik ini dapat dihidupkan kembali dan menjadi pusat produksi teh yang aktif. 

"Ada banyak potensi yang bisa dikembangkan di sini, terutama jika kita melihat sejarah dan warisan yang dimiliki oleh pabrik ini," katanya.

Selain itu, Asep juga berharap bahwa peninggalan-peninggalan sejarah di sekitar pabrik, seperti Goa Jepang dan Rumah Belanda, dapat dilestarikan dan dijadikan sebagai objek wisata sejarah.

"Dengan demikian, generasi muda dapat belajar tentang sejarah dan warisan budaya yang ada di wilayah ini," tambahnya.(hdi/ysp)

Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua