Kisah Yanti Purna PMI Asal Compreng Subang yang Berjuang Buka Usaha Makanan dan Ingin Bantu Perekonomian Warga Sekitar

USAHA: Yanti (47) menunjukkan produk makanan ringan hasil olahannya.
Bertahan Hidup Usai Tak Jadi Pekerja Migran Indonesia
Menjelang tengah hari pada Rabu (21/8), sekelompok ibu-ibu nampak tengah asyik berdiskusi di Warjos Purnama di Desa Compreng. Warung Pojok Sahabat Purna Pekerja Migran Indonesia Berdaya Bersama Subang ini telah menjadi pusat perkumpulan purna PMI di desa tersebut untuk melahirkan ide-ide segar.
Warjos Purnama berada di halaman rumah Yanti (47). Lokasinya hanya beberapa ratus meter saja di jalan utama Kecamatan Compreng. Tempatya adem, persis di samping hamparan hijaunya sawah.
Warjos Purnama ini menjadi berkah bagi Yanti, karena dari usaha tersebut perekonomian keluarganya bisa stabil.
Warjos Purnama milik Yanti, yang merupakan purna PMI ini menjual berbagai aneka makanan. Mulai dari olahan makan ringan, makan berat hingga aneka minuman. Yanti tak menyangka, kini usahanya tersebut terus berkembang.
Saat tim Pasundan Ekspres, mengunjungi Warjos Purnama menjelang tengah hari pada Rabu (21/8), Yanti tengah sibuk menjajakan dagangannya kepada pengunjung yang merupakan ibu-ibu warga setempat.
Tak hanya sekedar jual beli, Yanti dan sejumlah ibu-ibu yang mayoritas purna PMI juga nampak tengah diskusi mengenai ide-ide usaha. Mereka merupakan ibu-ibu yang ingin tetap produktif, meskipun tak lagi menjadi PMI.
Di sela-sela kesibukannya itu, Yanti menyodorkan segelas kopi hitam hangat dan es jeruk segar kepada tim Pasundan Ekspres. Minuman itu yang kemudian menjadi teman diskusi yang akrab antara tim Pasundan Ekspres dengan Yanti.
Yanti menceritakan bahwa keterbatasan dan modal nekad yang membuat dirinya hingga saat ini bisa bertahan hidup. Uang Rp60 ribu yang tersisa di dompetnya setelah satu tahun pulang dari Taiwan, membuatnya berpikir keras bagaimana ke depan bisa tetap bertahan hidup.
Yanti mengaku tak berdiam diri saja dengan uang Rp60 ribu pada tahun 2016 silam. Uang itu ia belikan berbagai bahan untuk membuat keripik pangsit.
BACA JUGA: Haji Jalal Abdul Nasir Desak Evaluasi Menyeluruh Tambang Nikel di Raja Ampat
“Saya waktu itu punya uang di rumah Rp60 ribu, saya harus bikin apa. Uang itu saya gunakan beli terigu untuk keripik pangsit,” kata Yanti yang pernah menjadi PMI selama 11 tahun ini.
Untuk pertama kalinya, dari uang itu Yanti berhasil membuat 25 pcs keripik pangsit. Kemudian, keripik pangsit itu dijual ke warung-warung.
Usahanya itu akhirnya membuahkan hasil. Dagangannya laku. Kemudian dia memperluas jangkauan penjualannya ke kantin sekolah-sekolah, bahkan hingga ke toko-toko. Biasanya dia memproduksi pangsit dari terigu sebanyak 1 kg, secara perlahan mulai bertambah.
“Alhamdulillah meningkat dari biasanya 1 kg terigu, 2 kg, 5 kg sampai sekarung,” ujarnya.
“Modal kecil-kecilan, asal bisa buat muter uangnya. Saya bisa makan sehari-hari, Alhamdulillah,” jelasnya.
Saat usahanya mulai perlahan tumbuh, Yanti pun dihadapkan pada persoalan mahalnya harga minyak goreng. Usahanya pun terganggu pada tahun 2021. Yanti tak lagi menjualan keripik pangsit.
Sikap pantang menyerah Yanti dari keadaan sulit kembali dibuktikan. Dia tak kehilangan akal. Ide usaha membuat rempeyek pun keluar. Dari modal Rp100 ribu, dia berhasil mendapat keuntungan Rp50 ribu.
Usaha jualan rempeyek itu ia tekuni sejak 2021. Selain rempeyek, dia juga jualan keripik tempe. Usahanya dia lakoni dengan telaten hingga akhirnya dia mendapat order dari pegawai Pertamina EP Subang.