Opini

Jadikan BPR menjadi Lembaga Kepercayaan dan Kebanggaan Masyarakat

Jadikan BPR menjadi Lembaga Kepercayaan dan Kebanggaan Masyarakat
Jadikan BPR menjadi Lembaga Kepercayaan dan Kebanggaan Masyarakat

Oleh:

Prana Rifsana (Penulis adalah praktisi industri perbankan selama 25 tahun, Ketua Serikat Pekerja Jasa dan Keuangan, serta Ketua Partai Buruh EXCO Kota Bandung)

Sepanjang tahun 2024, ada sebanyak 20 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah di Indonesia telah ditutup. Adapun penutupan bank-bank tersebut umumnya disebabkan oleh masalah permodalan dan likuiditas yang tidak dapat diselesaikan oleh pengurus dan pemegang saham. Padahal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan waktu untuk upaya penyehatan, namun upaya tersebut tidak berhasil.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pun sudah memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap 20 bank tersebut. Sejak lembaga penjamin simpanan itu beroperasi pada tahun 2005 hingga 30 September 2024, total bank yang dilikuidasi mencapai 137 bank, dengan 136-nya bank tersebut adalah BPR/BPRS.

BPR memang rentan terhadap resiko penutupan jika dibandingkan dengan Bank Umum dikarenakan skala usaha yang lebih kecil, konsentrasi resiko yang tinggi, kapasitas manajemen yang terbatas, persaingan yang sangat ketat, adanya perubahan regulasi dan kepatuhan, ketergantungannya kepada ekonomi lokal dan keterbatasan dukungan pemerintah. Ironisnya, BPR tetap memiliki peran penting dalam inklusi keuangan, khususnya untuk masyarakat lokal, baik di pedesaan maupun UMKM di perkotaan.

Maka, jika para pemerintah daerah memiliki concern dalam meningkatkan potensi daerahnya sesuai dengan dominasi mata pencaharian di daerah tersebut yang berkorelasi dalam peningkatan pendapatan daerah, maka diperlukan penguatan kelembagaan dan manajemen agar BPR dapat lebih berdaya saing dan bertahan terhadap semua jenis resiko yang ada.

Untuk menyehatkan BPR agar memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat sekaligus pendapatan optimal bagi pemiliknya, langkah-langkah berikut dapat dilakukan.

Pertama adalah Penguatan Modal dan Likuiditas. Pemilik bank dapat menyuntikkan modal tambahan untuk memenuhi ketentuan minimum modal yang ditetapkan regulator, dan pastikan bank memiliki dana likuid yang cukup untuk memenuhi kebutuhan operasional dan penarikan dana nasabah.

Kedua, Tata Kelola Perusahaan harus ditingkatkan (Good Corporate Governance), tingkatkan keterbukaan informasi kepada pemangku kepentingan, terapkan sistem manajemen risiko untuk mengelola kredit macet (Non-Performing Loan/NPL), risiko pasar, dan operasional. Pastikan BPR mematuhi semua peraturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia.

Ketiga, Pengelolaan Kredit yang Efektif, Lakukan analisis kelayakan kredit yang ketat untuk mengurangi risiko kredit macet. Hindari konsentrasi kredit pada sektor tertentu. Lakukan pendampingan kepada debitur untuk membantu mereka menjaga kelangsungan usaha.

Keempat, Inovasi Produk dan Layanan Produk yang sesuai kebutuhan masyarakat, Sesuaikan produk kredit dengan kebutuhan masyarakat lokal, seperti kredit usaha mikro, pendidikan, atau pertanian. Kembangkan layanan digitalisasi, tingkatkan aksesibilitas melalui layanan perbankan digital untuk menjangkau lebih banyak nasabah. Berikan edukasi kepada masyarakat tentang pengelolaan keuangan dan produk BPR.

Kelima, Efisiensi Operasional dengan memanfaatkan teknologi. Gunakan teknologi untuk mengurangi biaya operasional, seperti core banking system yang terintegrasi. Tingkatkan kompetensi karyawan melalui pelatihan dan pengembangan yang berkelanjutan, wajibkan budget pendidikan dan pelatihan untuk dilaksanakan oleh bank secara terukur dan berkelanjutan.

Keenam, Strategi Pemasaran yang Tepat. Fokus pada segmen masyarakat yang belum terlayani oleh bank umum. Bekerja sama dengan pemerintah daerah, koperasi, atau komunitas setempat untuk memperluas jangkauan. Gunakan media lokal dan digital untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang keberadaan dan manfaat BPR.

Ketujuh adalah tidak kalah penting dan terkadang diabaikan baik oleh manajemen maupun pemilik bank sehingga tidak dapat melakukan antisipasi sejak dini jika ada potensi yang mengganggu kesehatan bank yaitu Monitoring dan Evaluasi, Lakukan audit rutin untuk memastikan bahwa semua proses berjalan sesuai dengan standar. Tetapkan indikator kinerja utama (Key Performance Indicators) untuk memantau perkembangan.

Kedelapan atau yang terakhir adalah Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat, Berikan pelayanan yang cepat, ramah, dan transparan. Lakukan perbaikan reputasi segera, jika ada masalah reputasi sebelumnya, lakukan upaya perbaikan citra dengan membangun hubungan baik dengan masyarakat.

Diharapkan dengan kedelapan langkah-langkah tersebut maka BPR dapat menjadi lembaga keuangan yang tidak hanya memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat tetapi juga menghasilkan pendapatan optimal bagi pemilik dan daerahnya masing-masing.

BPR sangat penting bagi wilayah daerah karena mereka membantu memperkuat ekonomi lokal dengan menyediakan akses keuangan yang mudah, terjangkau, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. berperan dalam mendukung UMKM, meningkatkan inklusi keuangan, mendorong pembangunan ekonomi daerah, dan berkontribusi pada stabilitas serta pemerataan pembangunan.

BPR memiliki dampak yang sangat besar terhadap kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi di tingkat lokal. Maka mari kita jadikan lembaga keuangan bank daerah ini menjadi lembaga kepercayaan dan kebanggaan masyarakat di daerahnya masing-masing.

Tag :
Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua