Didorong oleh globalisasi, pada akhirnya kita memasuki era Disrupsi. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia , kata “disrupsi” berarti “hal tersebut dari akarnya”. Fenomena disrupsi (disruption), merupakan situasi pergerakan sesatu tak lagi linier. Perubahan besar dan mendasar terjadi hampir disetiap bidang kehidupan, bahkam mempengaruhi cara manusia hidup dan cara menikmari kehidupan, yang sama sekali berbeda dengan era-era sebelumnya.
Menurut R.Kasli, Disrupsi adalah inovasi. Inilah inovasi yang akan menggantikan seluruh system lama dengan cara-cara baru. Disrupsi berpotensi menggantikan pemain-pemain lama dengan yang baru. Disrupsi menggantikan teknologi lama yang serba fisik dengan teknolgi digital yang menghasilkan sesuatu yang benar—benar baru dan lebih efisien, juga lebih bermartabat.
Perubahan – perubahan atau inovasi dalam era disrupsi , dikatakan akan berlangsung demikian cepat. Dan teknologi informasi merupakan basis yang mendasari perubahan kehidupan manusia itu. Ilustrasi paling ringan untuk menggambarkan era disrupsi dari segi waktu adalah ibarat orang yang menunggu pertimbangan atau putusan karena keterhubungan dengan pihak lain, ia takan sanggup berlama-lama hingga datangnya Keputusan. Ia akan pergi dengan mengambil pertimbangan sendiri berbahan sekumpulan informasi sekunder yang datang padanya.
Hal ini menunjukan kebutuhan orang untuk bergerak cepat tapi sekaligus bisa menunjukan ketergesaan.karena hakekatnya ia tersebut dari akarnya, era dsirupsii memiliki beberapa ciri secara meyakinkan , yang disingkat VUCA, yaitu : Volatility adalah perubahan yang masif, cepat, dengan pola yang sulit terbuka, Uncertainly adalah perubahan yang cepat menyebabkan ketidakpastian, Complexity terjadinya kompleksitas hubungan antar faktor penyebab perubahan, dan Ambiguity kekurang jelasan arah perubahan yang menyebabkan abmiguitas.
Disrupsi Dunia Pendidikan
Pertanyaan nya apakah disrupsi akan memasuki dunia pendidikan saat ini? tentu pastinya. Istilahnya disrupsi pendidikan yang merupakan konsekuensi dari munculnya era revolusi industri 4.0 dengan domainnya cyber system, yaitu berbasis teknologi digital dalam proses belajar mengajar. Proses pewarisan ilmu pengetahuan dan kompetensi tidak harus selalu bertatatap muka di kelas. Materi ajar dapat di akses peserta didik setiap saat, dimana saja. Tidak terbatas ruang dan waktu.
Mindset belajar bukan lagi tentang proses interaksi langsung antara pesertda didik dan guru , antara mahasiswa dan dosen , melainkan bergeser menjadi proses tunggal mencari tahu dari segala sumber. peserta didiknya teridentifikasi sebagai user-user otodidak yang memiliki ketergantungan akut terhadap internet. Dan dengan istilah mereka menjalani aktivitas belajar harian. Diskusi – diskusi yang bersifat tatap muka tidak lagi ideal. Istilahnya kalua bisa online kenapa offline?
Ketika wabah covid 19 masuk di Indonesia, pola pembelajaran mengalami perubahan drastis, dari system offline atau tatap muka , jadi dominan online. Ini adalah dampak. Perubahan ini membuat shock siswa,, mahasiswa, orang tua, termasuk guru, dosen, dan institusi pendidikannya. Faktor kesulitan mempelajari teknologi baru merupakan kesulitan utama para tenaga pendidik yang selama ini tidak akrab dengan teknologi digital.
Disadari atau tidak, disrupsi pendidikan di Indonesia sebenarnya sudah terjadi sebelum adanya wabah covid 19. Perubahan tersebut belum terjadi secara menyeluruh , tetapi peralihan system belajar tatap muka memasuki era baru . Istilahnya pembelajaran jarak jauh (PJJ), sebagaimana ditempatkan anak---anak muda yang berinovasi membuat PJJ. Ruang guru yang diminati oleh peserta didik karena inovasinya menghadirkan pengajar dengan kemampuan profesional yang mampu memaparkan materi pelajaran meskipun melalui online dan berbayar mahal. Fenomena ruang guru ini membabad paradigma lama tentang belajar tatap muka (offline) , sekalugus menggugat kualitas tenaga pengajar di sekolah selama ini. Karena disrupsi pendidikan ini,institusi pendidikan dipaksa untuk mengubah paradigma positivistik yang selama ini lebih apresiatif terhadap status quo dari pada perubahan.
Disrupsi Pendidikan tidak secara keseluruhan membawa dampak positif. Beberapa dampak negatifnya antara lain mengurangi hubungan humanis antara pengajar dan peserta didik.Sebab peran guru dan dosen, banyak tergantikan oleh teknologi. Esensi pendidikan untuk membentuk umat yang mulia dengan penanaman nilai agama yang selama ini berlangsung, terancam terdegradasi. Egosentris. sekeptis dan multitasking menjadi cara pandang individu dalam menyikapi peristiwa-peristiwa dilingkungannya. Kepekaan terhadap lingkungan jadi jauh berkurang atau terbatas. Pendidikan secara umum akhirnya mengalami pergeseran karena disrupsi pembelajaran. Bagaimana dampaknya terhadap mental, adab dan kualitas Pendidikan ?Wallahu ‘alam bishowab. Tapi pasti disrupsi pendidikan di Indonesia tak terhindarkan.
Perubahan yang muncul pada era repolusi industri 4.0. ditandai dengan berkembangnya (1) kecerdasan buatan (2) penerapan teknolgi diberbagai bidang dan (3) rekayasa genetis. Ketika tiga teknologi itu berhasil diaplikasikan diyakini jutaan orang akan kehilangan pekerjaan . Adappun ilmu pengetahuan yang diperoleh di perguruan tinggi seolah tidak lagi berguna karena kehilangan relevansinya.
Perkembangan sains mengubah dunia dengan laju perubahan yang begitu kencang. Idealnya perguruan tinggi ada didalam arus perubahan itu. Menjadi pengendali arah dan kecepatan perubahan. Dengan modal social dan budaya yang dimilikinya perguruan tinggi sesungguhnya dapat memberi aba-aba (sign) kepada perubahan itu harus diperepat , dihentkan, atau dialihkan arahnya.
Sayangnya, paradigma positivistik yang dianut perguruan tinggi di Indonesia lebih apresiatif terhadap status quo dari pada perubahan. Positivisme mengasumsikan segala sesuatu bersifat pasti dan cenderung tetap. Bahkan dalam membaca perubahan , positivisme cenderung membaca perubahan sebagai proses yang terprediksikan. Sedangkan tepengaruh oleh percepatan sebagai kehasan era disrupsi, pembelajaran di kampus yang lambat dalam penanaman ilmu dan nilai akan dirasakan membosankan bagi mahasiswa. Mereka butuh banyak ilmu sebagaimana cepatnya terpaan arus informasi yang mereka teima dari media digital. Tetapi mereka lebih gandrung kepada ilmu-ilmu praktis yang banyak menghadirkan kunci-kunci penyelesaian masalah. Disinilah sebetulnya ilmu agama memiliki peran tinggi jika kampus mampu menjelaskan bahwa kunci-kunci penyelesain secara lengkap ada dalam agama (Islam)
Mereka siap menghadapi perubahan, bahkan mereka siap meninggalkan pengajar dan dosen-dosen yang lambat. Sedangkan perguruan tinggi masih percaya dapat membaca variabel -variabel yang nampak dan terukur dari setiap perubahan , karena asumsi bahwa perubahan itu tidak mudah. Sudah berbeda pandang dengan realitas bukan? karena sejatnya perubahan di era disrupsi akan berlangsung cepat dan super kompleks. Paradigma demikian, membuat perguruan tinggi tanpa terkungkung oleh pagar yang dibuatnya sendiri. Terpisah dari dunia luar.
Era disrupsi tidak bisa dihindari menuntut dunia pendidikan dan kampus harus segera berevolusi dengan inovasi baru, tak terkecuali dunia pendidikan Islam dan peguruan tinggi Islam. Inovasi yang diperlukan saar ini diantaranya : (a.) cera penyampaian materi oleh pendidik (guru) dan dosen, (b) mengintegrasikan ilmu pengetahuan (yang masih bebas nilai) , dengan ilmu Islam, (c) Inovasi proses pembelajaran , utamanya dalam proses transfer of knowledge, (d) mengawal ketat upaya mengubah minset dari pendidikan berbasis proses menjadi pendidikan berbasis target.
Maka dari itu diperlukan startegi khusus (1) Berevolusi dengan inovasi dalam proses mengajar dan penyampain materi. Kisah Nabi Daud AS adalah tukang pandai besi. Pengajar yang professional , akan mampu menyampaikan bahwa ilmu berasal dari Alloh SWT yang diterima dari Nabi Daud AS adalah ilmu metalurgi (2) Kampus ditantang kemampuannya untuk mengembangkan lingkungan religuitas yang mencerahkan para intelektual dan para mahasiswanya (3). Dunia kampus harus berada didepan dan mulai dengan usaha yang sistematis mengintegrasikan ilmu dengan Islam dalam seluruh mata kuliahnya. Inilah yang perlu disepakati tanpa banyak teori untik dikerjakan dan dilaksanakan bersama – sama.
Pendidikan dan Pluralisme Agama
Pluralisme agama sebenarnya memiliki konsep yang begitu luas , berkaitan dengan penerimaan terhadap agama yang berbeda dan digunakan dengan cara yang berbeda pula.Setiap umat beragama tidak boleh mengklaim jika keyakinan yang diantut adalah yang paling benar dan agama yang lainya adalah salah. Tidak hanya itu saja , pasalnya keberagaman agama dalam masyarkat bisa menjadikan hidup menjadi lebih indah dan memiliki warna. Adanya keberagaman agama juga harus bisa diimbangi dengan sikap toleransi. Jika dalam sebuah keberagaman agama tidak diimbangi dengan sikap toleransi maka bisa mengakibtkan konflik hingga perpecahan dalam masyarakat.
Di Indonesia sendiri memiliki 6 (enam) agama yang diakui oleh pemerintah seperti Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budan dan Konghucu. Setiap warga negara memilik hak untuk memeluk salah satu agama dari keenam agama tersebut. Hal ini sebaimana diatur dalma UUD 1945 Bab XI tentang agama pasal 29 sebagai berikut : Pasal 1. Negara berasal atas Ketuhanan yang Maha Esa. Pasal 2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaanya.
Pendidikan merupakan hal penting karena dengan pendidikanlah Indonesia mampu menciptkan genersi-generasi muda yang cerdas serta dapat memajukan Indonesia menjadi lebih baik, karena generasi mudahlah yang akan meneruskan perjuangan generasi terdahulu serta akan dibawa kemana negeri ini, tergantung kepada pemikiran dari generasi muda yang memiliki disiplin ilmu. Dengan memiliki ilmu dan pendidikan tentunya sumber daya manusia akan meningkat. Jika sumber daya manusia Indonesia meningkat dan maju maka secara otomatis eksistensi masyarkat Indonesia akan maju pula. Seperti hal nya jika kompetensi seorang guru meningkat dan memiliki kompetensi pedagogik , profesionalisme, kepribadian dan kemandirian maka secara tidak langsung, pengetahuan peserta didik akan meningkat sesaui dengan kompetensi yang dimiliki masing – masing.
Pluralisme ilmu pengetahuan merupakam sebuah keanekaragaman ilmu yang bisa menjadi faktor utama untuk pertumbuhan ilmu pengetahuan . Banyaknya teori yang muncul tetapi belum bisa dibuktikan kebenaranya menjadi bentuk keabsahan dalam berfikir ilmiah. Karena hal tersebut bisa disimpulkan jika ekonomi sosial termsuk bagian dari pluralisme ilmu pengetahuan . adanya pluralisme ilmu pengetahuan bisa memperlihatkan sebuah hak individu dalam mengambil keputusan atas suatu kebenaran yang memiliki sifat menyeluruh bagi setiap individu
Oleh karenya konsep keberagaman dalam agama (toleransi) bahasa agamanya adalah tastamuh merupakan ajaran yang dibawakan oleh Rasulullah SAW. Nilai luhur pendidikan yang diajarkan oleh Rasullah SAW kepada umatnya masih eksis hingga saat ini. Toleransi merupakan sebuah prilaku maupun sikap manusia yang tidak menyimpang dari aturan yang ada. Artinya , seseorang mampu menghormati dan menghargai setiap tindakan yang dilakukan oleh orang lain.
Tantangan Pendidikan Islam di Era Disrupsi
Kemajuan pesat dan perkembangan di awal abad 21 membawa fenomena era disrupsi. Disrupsi bukan hanya sekedar perubahan kecil akan tetapi perubahan yang dapat mengubah tatanan fundamental. Aktivitas manusia bergeser dari dunia nyata menuju ke dunia maya. Perubahan tersebut dapat dilihat dari penggunaan alat komunikasi yang canggih sebagai tanda metode komunikasi yang berubah. Salah satu perubahan mendasar tersebut adalah perkembangan atau evolusi teknologi yang bertujuan untuk mencari celah-celah dalam kehidupan manusia. Situasi ini memudahkan digitalisasi yang dihasilkan dari perkembangan teknologi (khususnya informasi). Digitalisasi ini telah mengubah hampir setiap bidang kehidupan, termasuk dunia kerja.
Maka, tantangan pendidikan Islam di era disrupsi teknologi atau perkembangan teknologi semakin komplek dan dibutuhkan usaha dan upaya yang relevan untuk menjawab semua permasalahan di era disrupsi seperti 1) meningkatnya multikulturalisme dan pluralisme dalam masyarakat modern, 2) meningkatnya penggunaan media teknologi dan informasi pada masyarakat modern, 3) globalisasi yang semakin mempercepat perubahan sosial dan budaya, 4) tantangan dalam mengimplementasikan ajaran Islam yang relevan dengan kondisi sosial, budaya dan masyarakat. Pendidikan Islam perlu menghadirkan pendekatan yang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan media sosial, sehingga dapat menghasilkan penerus bangsa yang terampil dan bijak dalam menggunakan teknologi dan media sosial tetapi tetap konsisten dan mengamalkan nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam yang terus mengembangkan metode dan pendekatan yang relevan dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat akan membantu meningkatkan pemahaman umat Islam terhadap ajaran Islam dan relevansinya dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional
Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989 ditegaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indoesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani da rohani keprbadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan . Dari rumusan tujuan pendidikan nasional itu , terungkap dengan jelas betapa pentingnya nilai-nilai agama dalam pendidikan nasional.
Apabila kita mengamati realita pendidikan secara umum , masih terasa disana – sini kekurangan dan kelemahan. Bahkan kemendikbud pernah mengungkapkan bahwa kualitas pendidikan kita masih berada di bawah rata – rata. Perhatian terhadap nilai-nilai moral dalam pendidikan secara umum juga kurang. Guru , dosen hanya berfugsi mentransfer ilmu pengetahuan. Potensi – potensi yang ada dimasyarakat juga kurang mempunyai perhatian terhadap persoalan – persoalan pendidikan, sebagai salah satu wadah pembangunan karekter bangsa. Kegiatan-kegiatan keagamaan masih sekedar pelengkap, dan penekananya terbatas pada hal- hal yang bersifat ritual belaka.
Apakah kenyataan-kenyataan ini merupakan kecenderungan arus global yang melanda dunia, ketika ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan dalam suasana sekuler sebagai akibat pengalaman sejarah yang pahit, yakni dipisahkannya persoalan – persoalan “agama” dan persoalan-persoalan “dunia” ?. Masalah ini kiranya patut mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari ahli pendidikan, ulama, budayawan, cendikiawan, para akademisi, dan lembaga-lemaga sosial kemasyarakatan yang konsen kepada dunia pendidikan di abad ini.
Tujuan Pendidikan Islam
Bertitik tolak dari pandangan Prof. Moh Athiya Al-Abrasyi dalam kajian tentang pendidikan Islam , dapat disimpulkan bahwa tujuan umum pendidkan Islam yang bersifat azasi yaitu sebagai berikut:
1. Untuk membantu pembentukan akhlaq mulia
Kaum muslimin telah sepakat bahwa pendidikan akhlaq adalah jiwa pendidikan Islam , dalam mencapai akhlaq yang sempurna adalah tujuan pendidikan yang sebenarnya. Tujuan pendidikan Islam yang azasi adalah keutamaan (al-fadillah). Setaip guru harus memikirkan akhlaq dan setiap pengajar harus memikirkan akhlaq di atas segala – galanya. Sebagaimana sabdi Nabi Muhammad yang artinya :” sesungguhnya aku (Muhammad) di utus menyempurnakan akhlaq mulia”
2. Persiapan untuk kehidupan dunia akhirat
Perhatian pendidikan Islam tidak ditujukan kepada bidang ukhrawi saja juga tidak pada dunia semata . Perhatiannya tertuju pada kedua-duanya sekaligus . Pendidikan Islam memandang persiapan kedua kehidupan itu sebagai tujuan yang azasi. Di antara teks normatif yang seyogyanya dipegang teguh oleh para pendidik muslim untuk menguatkan tujuan sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya :
“Bekrjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selama-lamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah oleh engkau akan mati besok”
3. Persiapan untuk mencari rezeki dan memelihara kemanfaatan
Pendidikan Islam tidak semuanya bersifat spiritual semata-mata, tatapi ada juga yang menaruh perhatian pada segi kemanfaatan . Dalam pandangan pendidikan Islam, kesempurnaan manusia tidak akan tercapai kecuali dengan memadukan antara agama dengan ilmu pengetahuan serta memperhatikan segi-segi kemanfaatannya . Sebagaiman sabda Rasulullah yan artinya:
“Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lainya” dalam hadits lain yang artinya : “Amal yang paling baik adalah usaha yang halal”
4. Menumbuhkan sipaf ilmiah kepada kepada pelajar (peserta didik)
Maksudnya, mendorong pelajar untuk melakukan kegiatan nazhar. pemeriksaan dan penelitian terhadap alam semesta sebagaiman firman Alloh dalam al-Qur’an surat Yunus :101, yang artinya:
“Ketahuilah (hai Muhammad), periksa dan telitilah apa -apa yang ada dilangit dan di bumi”
5. Menyaipkan peserta didik kearah Profesionalisme
Dalam pendidikan Islam, disamping menerapkan aspek akhlaq juga tidak lupa menyiapkan seseorang untuk mempunyai kemampuan secara profesional dengan jalan melatih akal , hati, badan, perasaan, kemauan, , tangan, lidah, dan pribadi. Kemampuan professional ini sekaligus merupakan perwujudan dari tugas kemanusiaan sebagai kholifah di muka bumi sebagaimana dalam al- Qur’an surat Al-An’am ayat 165. Yang artinya .
“Dan Dia-lah yang menjadikan kalian kholifah di muka bumi . (yakni mejadi penguasa dengan segenap wewenang, tugas, kewajiban, dan tanggung jawabnya)”.
** Penulis adalah Iwan Kurniawan, merupakan Mahasiswa Program Magister (S2) Sekolah Pasca Sarjana Uninus Bandung dan an Wakil Ketua Tanfidziyah MWC NU Kec Subang.