Opini

Rasionalisasi dan Efektivitas Zonasi Pada sistem PPDB

Rasionalisasi dan Efektivitas Zonasi Pada sistem PPDB

Penerimaan peserta didik baru (PPDB) menjadi ritual rutin tahunan dunia Pendidikan yang sejak dahulu kala selalu memiliki cerita yang menarik untuk dibahas. Dari hiruk pikuknya hingga polemik yang mengiringi pelaksanaannya. PPDB tahun ini diatur oleh regulasi pemerintah yang tertuang dalam Permendikbud nomor 1 tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik baru pada TK, SD, SMP, SMA dan SMK, Keputusan sekjen Kemdikbudristek Nomor 47/M/2023 tentang pedoman pelaksanaan peraturan Permendikbud Nomor 1 tahun 2021. Secara umum ada 4 jalur PPDB yang dapat dipilih oleh masyarakat sebagai jalur pendaftaran, yakni Zonasi, Afirmasi, Prestasi dan Perpindahan tugas orang tua. 

Dari keempat jalur masuk PPDB ini, jalur Zonasi dan Afirmasi KETM pada tahun ini dibuka paling dahulu di tahap 1 pada tanggal 3-7 Juni 2024, dan jalur Afirmasi PDBK, Perpindahan Tugas Orang Tua/Anak Guru, Prestasi Kejuaraan, dan Prestasi Nilai Rapor) dimulai tanggal 24-28 Juni 2024 pada tahap 2. Dari keempat jalur ini yang paling banyak melahirkan polemik adalah jalur Zonasi, walaupun untuk jalur yang lain juga memiliki permasalahan masing-masing. 

Sejenak kita melihat tujuan PPDB diatur dalam regulasi secara nasional adalah untuk menghadirkan pemerataan akses pada layanan pendidikan, serta pemerataan kualitas pendidikan nasional, pemerataan daya tampung sekolah di seluruh wilayah, menghilangkan persepsi sekolah pavorit dan bukan pavorit. 

Lantas apakah system zonasi pada system PPDB ini efektif untuk meningkatkan kualitas Pendidikan ?

Sistem zonasi dalam PPDB pertama kali dicetus oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy (2016-2019) saat menggantikan Anis baswedan, seperti tujuan PPDB di atas, system zonasi diharapkan mampu melahirkan pemerataan akses serta peningkatan kualitas pada proses pendidikan berikutnya. Namun di lapangan proses PPDB dengan system Zonasi ini belum diimbangin dengan pemerataan kualitas sarana prasarana hingga kualitas layanan Pendidikan di seluruh sekolah yang ada. Sementara masyarakat memiliki penilaian rasional masing-masing terhadap sekolah, diakuai atau tidak masyarakat tidak bisa dilepaskan dari persepsi adanya sekolah pavorit dan bukan pavorit, dan istilah ini lahir bukan tanpa alasan, lahirnya istilah ini pun berasal dari penilain masyarakat terhadap layanan pendidikan di satu sekolah dengan sekolah yang lainnya. Sehingga untuk menghilangkan persepsi sekolah favorit atau bukan di masyarakat yang paling efektif adalah dengan pemerataan kualitas layanan pendidikan di semua sekolah.

Sistem zonasi pada PPDB akan menguntungkan siswa yang berdomisili dekat dengan sekolah yang dianggap lebih siap dan lengkap sarana prasarana pendidikannya serta lebih baik layanan pendidikannya, namun bagi siswa yang domisilinya jauh dan mereka lebih dekat ke sekolah yang secara sarana prasarananya seadanya, apalagi jika layanan pendidikan di sekolah tersebut terkesan kurang baik, maka ini akan menghilangkan hak semua anak untuk mendapatkan layanan pendidikan yang sama dan berkualitas. Sementara tentu setiap orang tua ingin memberikan pendidikan terbaik bagi putra-putrinya. 

Di sisi lain, system zonasi pada PPDB ini secara langsung maupun tidak, dapat menurunkan spirit dan motivasi sekolah untuk meningkatkan kualitas layanan. Hal ini terjadi karena salah satu apresiasi nyata masyarakat terhadap kualitas layanan pendidikan suatu sekolah, adalah dengan menjadikan sekolah tersebut pilihan tempat menitipkan anak-anaknya, dan sekolah yang dianggap kualitas layanannya kurang bagus hanya akan jadi pilihan kedua atau bahkan ditinggalkan. Hal ini akan meningkatkan motivasi sekolah untuk memperbaiki layanan agar jadi pilihan masyarakat. Namun dengan system zonasi pada PPDB hal ini akan hilang, karena sekolah yang memiliki banyak inovasi, kreasi, kualitas layanan pendidikannya bagus, akan sama saja dengan sekolah yang lainnya yang mungkin diangal “tidak bagus”. Di sisi lain sekolah-sekolah yang belum atau tidak meningkatkan kualitas layanannya, tidak akan ketakutan tidak dipilih oleh masyarakat, karena tetap akan mendapatkan limpahan paksa siswa baru yang ada di zonasinya. Hal ini dikhawatirkan akan mendegradasi semangat dan motivasi sekolah dalam meningkatkan layanannya secara keseluruhan.

Dampak system zonasi PPDB ini pun pada masyarakat terjadi dengan adanya penomena banyak anak yang pindah domisili Ketika menjelang masa PPDB, karena ingin mendapatkan kuota di sekolah-sekolah pilihan mereka, maka praktik kurang baik pun bisa saja terjadi pada proses pembuatan KK atau hal yang lainnya. Hal ini lagi-lagi menunjukan bahwa masyarakat tidak bisa dipaksa untuk memilih sesuatu yang dianggap tidak cocok oleh mereka, dan ini Kembali pada kualitas layanan yang belum merata di setiap satuan pendidikan.

Maka solusi terbaik dan teradil dari pemerataan akses dan kuota siswa di seluruh satuan pendidikan, adalah dengan pemerataan tingkat kualitas layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan. Ketika setiap satuan pendidikan sudah memiliki standar kualitas yang sama pada  sarana prasarana dan layanan pembelajarannya, maka tanpa harus ada regulasi zonasi pun, masyarakat dengan sendirinya akan memilih sekolah-sekolah terdekat dengan mereka untuk dijadikan tempat belajar anak-anaknya. Jangan lupa pula bahwa prinsip dasarnya pendidikan itu harus berpihak pada kepentingan anak dan masyarakat untuk mendapatkan layanan pendidikan berkualitas, bukan pada kepentingan sekolah/satuan pendidikan.

Pemerataan kualitas pendidikan itupun sebenarnya sudah jadi bagian dari kewajiban pemerintah, serta kewajiban seluruh pihak yang ada di dalam satuan pendidikan itu sendiri. Hal ini pun sudah disadari oleh pemerintah, terbukti dengan beragam program yang diguliran untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan, mulai dengan digulirkannya kurikulum merdeka hingga program sekolah penggerak dan guru penggerak, serta progam-program lainnya. Apakah ini akan jadi ikhtiar pemerintah yang benar-benar mampu menigkatkan dan memeratakan kualitas layanan pendidikan di sekolah ? itu akan sangat ditentukan oleh komitmen seluruh perangkat yang ada disekolah itu sendiri, dan pihak-pihak yang ada dilingkungan dunia pendidikan termasuk masyarakatnya.*

 

Oleh: Dadan Hermawan, M.Pd

Kepala SDN Pelita Karya

 

Tag :
Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua