Pojokan 258: W.A., “Sang Pemburu”

Kang Marbawi.
Pantas, jika tokoh yang satu ini dijuluki pemburu. Alumni INS Kayutanam Padang Pariaman tahun 1997 ini, punya hobi memburu barang yang jarang diburu orang. Makhluk yang diburunya itu adalah buku. Dibanding fashion atau barang hedonis lainnya, buku bukan buruan pavorite kebanyakan orang Indonesia.
Sang pemburu itu adalah Willy Aditya (W.A.), Ketua Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Dalam perburuannya, W.A., tidak hanya mengunjungi toko buku kaki lima atau di mall, kadang WA mencari bongkaran rumah, untuk mencari buku apapun.
Kecintaannya terhadap buku itu tertanam semasa W.A. bersekolah di INS Kayutanam, yang dipimpin oleh sastrawan Haji Ali Akbar (A.A.) Navis. Kecintaan yang menjurus kegilaan terhadap buku, W.A. merelakan uang bulanan yang dikirim orang tuanya, habis untuk membeli buku. Untuk menyambung hidup, W.A. rajin menulis di media Republika dan koran lokal lainnya. W.A. pun rela menjadi marbot masjid ketika kuliah di Universitas Gajah Mada jurusan Manajemen Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM).
Sejak semester 1 tahun 1997 di UGM, W.A. telah mengumpulkan berbagai jenis buku yang dia beli dan baca. Hasilnya, hingga saat ini, W.A. memiliki 15.000 koleksi buku dari berbagai genre. Diantara koleksinya, terdapat koleksi buku-buku langka dan tua. Harta karun tak ternilai itu, disimpan di ruang literasi Kaliurang, Sleman, Jogjakarta. Untuk dimanfaatkan Masyarakat dan sesiapapun pencinta buku.
BACA JUGA: Sikap Pejabat Pengawas Menjawab Tantangan Di Era Digital
W.A. adalah sedikit orang yang tetap berjuang untuk menguatkan literasi masyarakat. Ditengah rendahnya minat baca Masyarakat Indonesia. UNESCO menyebut Indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya diangka 0,001% atau dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Hasil Riset World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, menyebutkan Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Satu strip berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).
Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. Pun tahun 2024, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) menerima penghargaan bergengsi dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai Gedung Perpustakaan Tertinggi di Dunia.
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 pun mencatat minat baca anak usia dini -mem baca buku cerita/dongeng, belajar membaca buku, sangat kecil. Hanya 17,21 % untuk membaca buku cerita/dongeng dan 11,12% untuk belajar atau membaca.
Sementara itu, PISA atau Programme for International Student Assessment sebuah studi internasional yang menilai kualitas sistem Pendidikan dengan mengukur hasil belajar yang esensial untuk berhasil di Abad ke-21 menyatakan hasil PISA pada tahun 2022 ini terkait literasi membaca, Indonesia masih menduduki 11 peringkat terbawah dari 81 Negara yang didata.
BACA JUGA: Peran Dosen dan Mahasiswa Teknik Mesin POLSUB dalam Mendukung Aktualisasi Kampus Berdampak
W.A. mengutip perintah “langit” yang pertamakali adalah “MEMBACA”. Perintah yang sudah ditinggalkan masyarakat Indonesia. Perintah itu terkalahkan oleh ramainya percakapan di media sosial yang tak sehat dan penuh dengan ujaran kebencian. Serta kebebalan nalar kritis.
Sudah puluhan ruang literasi yang digagas W.A. di berbagai daerah. WA memperjuangan gagasan pembebasan generasi Indonesia dari penjajahan kedunguan berpikir akibat tak baca buku. Perjuangannya ini hanya bertujuan agar generasi muda Indonesia kembali memahami, mencintai dan kembali membaca BUKU. Karena Indonesia sudah DARURAT LITERASI!!! (Kang Marbawi, 290625)