SUBANG-Bulan Ramadan selalu membawa nuansa yang khas di Pondok Pesantren Pagelaran III, sebuah pesantren yang telah berdiri sejak tahun 1962 dan tetap mempertahankan tradisi keilmuannya.
Salah satu yang menjadi ciri khasnya adalah pengajian Tafsir Al-Jalalain, kitab tafsir Al-Qur'an legendaris yang pertama kali disusun oleh Jalaluddin Al-Mahalli pada tahun 1459 dan disempurnakan oleh Jalaluddin As-Suyuthi setelahnya.
Di tengah arus modernisasi dan perubahan pola pendidikan, Ponpes Pagelaran III tetap memegang teguh tradisi keilmuannya. Apa yang membuat pengajian ini begitu istimewa? Simak kisahnya berikut!
Pimpinan Pondok Pesantren Pagelaran III, KH. Asep Asrofil Alam menyatakan, bahwa setiap bulan Ramadan, kegiatan di pesantren berubah kegiatan reguler di stop menjadi lebih fokus pada kajian khusus bertema Ramadan. "Di Pesantren Pagelaran III ini ada khasnya. Selama Ramadan, pengajiannya fokus pada Tafsir Al-Jalalain. Ini sudah menjadi tradisi sejak pesantren ini berdiri pada tahun 1962," jelas KH. Asep.
Pengajian ini bukan hanya sekadar rutinitas biasa, melainkan kegiatan spesial yang sudah berjalan lebih dari enam dekade. Bahkan, dahulu pengajian ini dilakukan secara intensif dari pagi hingga malam. "Dulu dari pagi sampai Dzuhur, setelah Dzuhur lanjut lagi sampai malam, setelah Tarawih pun tetap belajar. Tapi sekarang karena santri masih harus mengikuti sekolah formal, maka jadwalnya dimulai setelah Dzuhur," tambahnya.
Tradisi ini ternyata tidak hanya diikuti oleh para santri, melainkan juga oleh para ajengan, kyai, dan ulama dari luar daerah. Bahkan, sebelum pendidikan formal berkembang seperti sekarang, pengajian pasaran ini begitu ramai, hingga peserta datang dari luar Jawa Barat untuk turut serta dalam kajian tafsir yang digelar di pesantren ini. "Bahkan yang belajar di sini bukan hanya santri biasa, tapi juga para ajengan dan kyai dari berbagai daerah yang khusus datang untuk memperdalam Tafsir Al-Jalalain," ungkapnya.
Tidak hanya pengajian Tafsir Al-Jalalain, selama Ramadan Ponpes Pagelaran III juga menambah satu kitab lain dalam kajiannya, yaitu Ta’lim Muta’allim—sebuah kitab yang membahas tentang adab dan etika dalam menuntut ilmu.
Selain itu, para santri juga menghidupkan malam-malam Ramadan dengan berbagai aktivitas ibadah, di antaranya: Tadarus Al-Qur’an, Hafalan Al-Qur’an, Pengajian Sebelum Buka (Pesbuk)
Di bulan penuh berkah ini, Pondok Pesantren Pagelaran III tidak hanya fokus pada kajian keilmuan, tetapi juga menjalankan program sosial. Salah satu agenda penting yang selalu dilakukan adalah menyalurkan bantuan sosial kepada anak yatim. "Kami menyalurkan bantuan kepada sekitar 250 anak yatim di seluruh Kabupaten Subang, yang dikoordinasikan oleh daerah masing-masing," ujarnya.
Program ini menjadi wujud kepedulian sosial pesantren dalam menyebarkan manfaat kepada masyarakat luas, sesuai dengan nilai-nilai Islam yang menekankan pentingnya berbagi dan membantu sesama.
Meski dunia terus berubah dan pendidikan formal kini lebih mendominasi, Ponpes Pagelaran III tetap konsisten mempertahankan warisan intelektual Islam klasik. Keberadaan pengajian Tafsir Al-Jalalain yang masih bertahan hingga kini membuktikan pesantren ini bukan hanya tempat belajar, tetapi juga pusat pelestarian ilmu Islam yang berharga.
Tradisinya yang tetap hidup, Ponpes Pagelaran III bukan hanya mencetak santri yang cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki pemahaman agama yang kuat dan jiwa sosial yang tinggi.
Di era digital ini, tradisi keilmuan pesantren seperti ini layak menjadi inspirasi, bahwa warisan ilmu para ulama terdahulu harus tetap dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang.(hdi/sep)