SUBANG-Inflasi di Kabupaten Subang pada Maret 2025 meningkat dibandingkan dengan awal tahun 2025. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Subang, Pada Maret 2025 terjadi inflasi year-on-year (y-on-y) Kabupaten Subang sebesar 0,52 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah sebesar 109,24.
Angka tersebut meningkat dibandingkan pada bulan lalu, yakni -1,04 persen, bahkan lebih tinggi dibandingkan pada Januari 2025, yaitu sebesar -0,35 persen.
Inflasi y-on-y terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya beberapa indeks kelompok pengeluaran, yaitu kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 1,22 persen; kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 2,35 persen; kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 1,64 persen; kelompok kesehatan sebesar 0,92 persen; kelompok transportasi sebesar 0,92 persen; kelompok pendidikan sebesar 0,06 persen; kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 2,4 persen dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 5,26 persen.
Sedangkan kelompok yang mengalami deflasi y-on-y, yaitu: kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga sebesar 7,83 persen; dan kelompok informasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,91 persen dan kelompok rekreasi, olahraga dan budaya sebesar 0,05 persen.
Tingkat inflasi month-to-month (m-to-m) dan tingkat inflasi year-to-date (y-to-d) Kabupaten Subang bulan Maret 2025 masing-masing sebesar 1,73 persen dan 0,16 persen.
Dikutip dari detik.com, menurut Guru Besar Ilmu Manajemen, dosen Program Studi Doktor Manajemen Berkelanjutan Sekolah Pascasarjana Institut Perbanas, Steph Subanidja menjelaskan, secara umum, inflasi di tingkat sekitar 1-2% bisa dianggap stabil dan terkendali. Inflasi yang tidak terlalu tinggi menunjukkan bahwa perekonomian tidak mengalami lonjakan harga yang drastis, yang dapat menimbulkan ketidakpastian.
Maka dengan demikian, meskipun pada Maret 2025 terjadi inflasi year-on-year (y-on-y) Kabupaten Subang sebesar 0,52 persen, merujuk pernyataan diatas bahwa angka tersebut masih dalan kategori stabil.
Akan tetapi, Akademisi dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Sutaatmadja (STIESA) Gugyh Susandy pernah menjelaskan kepada Pasundan Ekspres bahwa rendahnya angka inflasi di suatu daerah dapat menguntungkan jika daya beli masyarakat masih terjaga. "Inflasi rendah artinya kenaikan harga dapat dikendalikan, hal ini menguntungkan bagi masyarakat apabila disaat yang sama daya beli masyarakat juga masih terjaga," ucapnya.
Oleh sebab itu, dirinya mengatakan menurunnya angka inflasi di Kabupaten Subang dapat diapresiasi, namun ia menyoroti tentang daya beli masyarakat di Kabupaten Subang. "Pengendalian inflasi rendah perlu di apresiasi namun perlu dilengkapi dengan kebijakan peningkatan daya beli masyarakat. Ibarat sekeping mata uang yang dua sisinya harus melengkapi," ucapnya.
Pengeluaran per kapita di Kabupaten Subang masih tergolong di Desil 2, yakni kedalam kategori kelompok miskin dari rentang pengeluaran Rp 800 ribu sampai dengan Rp 1,2 juta. "Berdasarkan data BPS dan World Bank, pengeluaran per kapita Subang pada tahun 2024 adalah Rp 11.894.000/orang/tahun, atau per Bulan Rp. 991.000/orang/bulan. Artinya besaran pengeluaran Subang berada di Desil 2, masuk kategori pengeluaran rata-rata kelompok miskin," ucapnya.
Berangkat dari sana, ia berharap pemerintah daerah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat Kabupaten Subang dengan cara membuka lapangan pekerjaan. "Pendapatan kelompok miskin dan rentan miskin harus dinaikan. Meningkatkan pendapatan masyarakat diantaranya dengan cara membuka lapangan pekerjaan," ucapnya.
Dengan demikian, nilai inflasi rendah harus dilengkapi dengan nilai pertumbuhan ekonomi yang tinggi.(fsh/sep)