SUBANG-Kasus penelantaran Pekerja Migran Indonesia (PMI) kembali mencuat, kali ini menimpa Ibu Cacih Arwati (57), warga Kecamatan Legonkulon, Kabupaten Subang.
Ibu Cacih dijanjikan bekerja di Dubai, Uni Emirat Arab, oleh sebuah oknum agensi tenaga kerja. Namun, kenyataannya ia justru dikirim ke Turki tanpa pekerjaan yang jelas, bahkan ditelantarkan di sana.
Menanggapi kasus ini, Andhika Surya Gumilar, anggota Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat dari Fraksi Partai Gerindra, segera berkoordinasi dengan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) untuk membantu proses pemulangan Ibu Cacih.
“Alhamdulillah, ibu Cacih berhasil dipulangkan ke tanah air dengan bantuan KJRI Istanbul, Turki. Ia kini telah bertemu keluarganya dan disambut oleh pihak Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Subang. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam proses ini,” ujar Andhika.
Andhika juga menyoroti pentingnya revisi UU No. 39 Tahun 2004 menjadi UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).
Ia menegaskan bahwa perlindungan PMI, terutama perempuan yang bekerja di sektor domestik, harus diperketat sejak awal untuk menghindari kasus penelantaran seperti ini.
Data dari Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia menunjukkan bahwa hingga Desember 2024 terdapat 142 pengaduan terkait PMI, meningkat 79,75% dibandingkan tahun sebelumnya.
Andhika menyebut, kasus Ibu Cacih menjadi salah satu contoh nyata dari pentingnya pengawasan terhadap agen penyalur tenaga kerja.
“Kami mengimbau masyarakat untuk berhati-hati memilih agen tenaga kerja. Pastikan agen tersebut memiliki Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) yang masih aktif. Daftar resmi perusahaan berizin dapat diakses langsung melalui Kementerian,” terangnya.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga terkait untuk meminimalkan kasus serupa di masa depan.
“Kesadaran masyarakat dalam mencari informasi yang valid, serta pengawasan yang ketat dari pemerintah terhadap perusahaan penyalur tenaga kerja, harus menjadi prioritas bersama,” tutupnya.
Sebelumnya, kejadian ini bermula pada Oktober 2024, saat Ibu Cacih berangkat melalui oknum agensi penyalur tenaga kerja yang menjanjikan pekerjaan di Dubai.
Namun, beberapa waktu kemudian, keluarga di Subang menerima kabar bahwa lokasi penempatan berubah menjadi Turki.
Setelah berada di Turki, Ibu Cacih tidak mendapatkan pekerjaan seperti yang dijanjikan. Sebaliknya, ia mengalami perlakuan tidak manusiawi, ditelantarkan, disekap di sebuah rumah, dan hanya diberi makanan yang tidak layak.
Kondisi ini membuat pihak keluarga mengajukan permohonan bantuan kepada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Subang pada akhir Desember 2024. (cdp)