PURWAKARTA-Pemerhati Politik, Budaya, Pertanahan dan Pertanian Ramlan Samsuri, S.E., CLA., atau akrab disapa Kakang Prabu menanggapi berita viral terkait tambang ilegal di Kabupaten Subang.
"Pertama-tama, saya tegaskan, penertiban tambang ilegal yang dilakukan Gubernur Jawa Barat terpilih Kang Dedi Mulyadi adalah suatu hal yang luar biasa yang patut diapresiasi," kata Kakang Prabu saat dikonfirmasi melalui gawainya, Sabtu (25/1) malam.
Akan tetapi, sambungnya, perlu diingat pula bahwa keberadaan galian tambang yang berlokasi di kawasan Jalancagak dan Kasomalang Subang itu sebenarnya sudah cukup lama.
"Bahkan, materialnya digunakan untuk mensuplai Proyek Strategis Nasional, di antaranya keberlanjutan pembangunan Pelabuhan Internasional Patimban, Tol Akses Patimban, hingga pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Patimban," ujarnya.
Yang menjadi pertanyaan, kata Kakang Prabu, mengapa Proyek Strategis Nasional didukung oleh sesuatu yang ilegal. Hal ini harus diluruskan, sehingga ke depannya Proyek Strategis Nasional ini betul-betul berkah dan bermanfaat untuk rakyat.
"Pasalnya, sesuatu yang ilegal hanya akan menghadirkan kemudaratan dan hal ini harus segera dirapikan," ucap pria yang juga merupakan perwakilan Dinasti Kaluhuran Galuh Pakuan Padjadjaran ini.
Kemudian, lanjutnya, kepada para penambang ilegal, patut dipertanyakan mengapa melakukan hal itu. "Itu tanahnya milik siapa? Artinya, bukan milik para penambang tersebut," kata Kakang Prabu.
Seandainya tanah itu milik Perhutani atau PT. Perkebunan Nusantara (PTPN), ucapnya, mengapa pula memberikan izin kepada para penambang ilegal tersebut.
"Bahkan lebih jauh lagi, apabila tanah itu milik Perhutani atau PTPN, maka mana alat buktinya yang menyatakan bahwa Perhutani atau PTPN itu sebagai pemilik lahan," ujarnya.
Hal ini, tegasnya, harus diungkap dan harus dibuka supaya tidak ada permasalahan. Karena, sambungnya, banyak yang terzalimi, terutama keluarga besar pemilik tanah nusantara, salah satunya yang berada di Subang.
"Keluarga besar pemilik tanah ini memiliki Eigendom Verponding atau bukti kepemilikan tanah yang dibuat sejak era Hindia Belanda. Jangan pula Eigendom Verponding ini dianggap tidak berlaku, karena itu adalah alat bukti hukum," ucapnya.
Adapun keputusan tidak berlaku atau tidak sah itu, kata Kakang Prabu, biar pengadilan yang memutuskan, bukan berdasarkan asumsi.
"Jadi kasihan juga banyak keluarga besar kerajaan, kesultanan, para ahli waris yang saat ini menderita karena mereka tidak bisa menikmati tanah warisan dari nenek moyangnya," kata dia.
Karenanya, kata Kakang Prabu, sudah saatnya untuk dirapikan. Terlebih, dengan semangat Kang Dedi Mulyadi untuk merapikan semua, bisa dimulai dengan merapikan alas hak tanah.
"Mari kita duduk bersama, kita kupas kita buka dasar warkah sebenarnya, sehingga tidak ada kekacauan lagi. Sehingga seluruh Proyek Strategis Nasional pun akan baik, berjalan dengan baik dan tidak ada yang terzalimi," ujar Kakang Prabu.
Pun halnya dengan para penambang ilegal, ujar Kakang Prabu, tinggal melegalkannya melalui ikatan jual beli dengan pemilik tanah tersebut. Karena dengan Perhutani atau PTPN tidak mungkin melakukan ikatan jual beli.
"Sehingga kembali lagi, yang menjadi pertanyaan, mengapa Perhutani atau PTPN memberikan izin? Ini akan terus berkembang, dan tidak perlu juga saling menyalahkan karena tidak ada yang sempurna dalam hidup ini," ucapnya.
Kakang Prabu juga menegaskan kembali bahwa saatnya untuk duduk bersama. Pemerintah, para pemilik tanah dengan alat bukti hukum Eigendom Verponding beserta Perhutani atau PTPN dan BPN.
"Dari situ kita bisa mengambil benang merahnya dan kesimpulannya sehingga tidak ada lagi tumpang tindih lahan," katanya.
Ia berharap, Kang Dedi Mulyadi sebagai Gubernur Jawa Barat terpilih, yang membawa Panji Siliwangi, bisa mempunyai rasa asah asih asuh. "Mensejajarkan para pihak yang tentunya dengan alat bukti kepemilikan yang sah," ujar Kakang Prabu.(add)