Umumnya orang, anak saya pun mengajukan proposal- macam pengajuan anggaran untuk kementerian baru dan yang sudah lama, untuk merayakan tahun baru 2025. Diantara proposalnya adalah, piknik ke pantai, snorkling, api unggun berikut saudaranya yang disantap setelah dibakar di api. “Macam di tv-tv”, katanya. Padahal tv di rumah, sudah pensiun sejak 10 tahun lalu. Dan tidak ada peremajaan tv baru.
Kalau tidak bisa, karena takut kena sunami, (lebih tepatnya tak ada jaminan anggaran dari ibu negara di rumah), bisa juga menyiapkan berbagai macam makanan untuk dibakar di kompor gas yang teronggok setia di dapur rumah. Seolah mengerti dengan keadaan tuan rumah yang tak berkutik dengan pendapatan yang tak berubah sementara kebutuhan terus bertambah. Belum termasuk cicilan.
Jika bukan karena nasehat Gus Baha -Kiai muda yang terkenal kajian tafsirnya yang mendalam, bahwa membuat bahagia keluarga adalah bagian dari jihad, tentu saya sudah menceramahi anak saya dua semester langsung. Dia harus tahu tentang arti penting menjaga stabilitas keuangan keluarga di akhir tahun, untuk menghadapi kenaikan pajak tahun depan.
Akhirnya, kami sepakat, perayaan tahun baru nanti, -proposal diajukan tanggal 27 Desember, dirayakan di rumah saja. Tanpa kembang api, tanpa snorkling, cukup bakar sosis dan sebangsanya. Sederhana dan efisiensi! Istilah saya. Tak ada kaitannya dengan pengetatan pengeluaran menteri keuangan untuk menghadapi defisit anggaran. Konon defisit yang sudah membuat pusing itu, sudah mencapai Rp. 400 triliun lebih. Entah yang pusing siapa?
Sejak muda, saya sendiri tak pernah meminta kepada ayah saya untuk merayakan tahun baru. Bagi ayah saya, tahun ke tahun sama saja, tak pernah berubah penghasilan atau karir. Macam batu penanda batas desa. Tetap setia dan menerima keadaan.
Bagi ayah saya, pergantian tahun, statusnya tak pernah berubah, tetap petani gurem. Tak mungkin meloncat menjadi penyuluh apalagi Menteri Pertanian. Paling banter berubah raut muka manakala diawal musim tanam, harga pupuk, naik tak permisi. Macam kaget kecopetan uang tak seberapa dikantong. Berkerut, pusing dengan kebijakan pupuk kementerian pertanian, yang terus merangkak naik. Macam balita belajar naik tangga. Gembira menaikkan harga dan pajak barang-barang.
Soal perayaan tahun baru ini, tak ada dalam ajaran agama apa pun yang mewajibkan. Perayaan tahun baru pun tak berhubungan dengan tak adanya kebijakan menaikan pendapatan rakyat. Keriaan ini meniru orang-orang Romawi kuno menghormati dewa bermuka dua-Janus.
Seolah percaya, bahwa merayakannya dapat melihat masa depan yang cerah dan belajar dari masa lalu yang suram. Janus dewa asli orang Romawi, bukan diimpor dari dewa Yunani. 1 Januari dianggap mewakili perubahan dan permulaan. Terikat dengan konsep transisi dari satu tahun ke tahun berikutnya.
Padahal waktu sendiri tak pernah mengikat. Sebab waktu adalah makhluk yang dihidupkan oleh kita. Kita sendiri memerangkapkan diri pada satuan waktu masa lalu dan membetotkan diri untuk masa yang akan datang.
Terperangkap pada tak belajar dan tak move on pada pengalaman masa lalu. Masa lalu menjadi beban pada langkah untuk masa depan. Beban yang lahir dari ketak-awasan nurani dan cemplangnya laku lampah. Gegara menuruti hawa nafsu.
Tahun baru, mencoba menjambret harapan pada masa depan yang lebih baik. Juga untuk menemukan motivasi dari asa yang lebih baik di tahun yang akan datang. Pada ekspektasi yang diusahakan dengan kerja keras, benar, sabar dan benar.
Sebab manusia bukan tunggul yang mati dan tak bergerak-statis. Maka pantas jika dia punya kredo untuk merebut apa yang disebut berhasil, sukses. Dengan kadar masing-masing yang tak mungkin sama. Dia harus bergerak, berubah, belajar dari masa lalu.
Seperti kata Janus, masa depan hanya bagi mereka yang mau berusaha dengan keras, benar dan berani untuk masa depannya. Sebab masa depan bukan milik orang lain, masa depan adalah milik siapapun yang sadar akan jati dirinya, tanggungjawab sosial dan kemanusiaannya.
Masa depan bukan hanya soal sukses individu. Masa depan adalah tanggungjawab mewujudkan kehidupan yang lebih baik untuk kita semua. Dimulai dari hidup yang baik (ekonomi, sosial, emosi, spiritual) diri sendiri. Dan itu bukan lamunan. SELAMAT TAHUN BARU 2025. (281224)