PASUNDAN EKSPRES - Film No Other Land memenangkan piala Oscar 2025. Film No Other Land berhasil memenangkan penghargaan sebagai film dokumenter terbaik dalam ajang Oscar 2025.
Film ini menggambarkan kisah nyata aliansi yang terbentuk antara seorang aktivis Palestina dan seorang jurnalis Israel di tengah konflik yang berlangsung di Tepi Barat.
Melalui perspektif kedua tokoh utama, dokumenter ini menunjukkan perjuangan masyarakat Palestina yang menghadapi penggusuran paksa oleh tentara Israel di komunitas Masafer Yatta.
Kisah di Balik Film "No Other Land"
Film ini digarap oleh dua sutradara sekaligus tokoh utama, Basel Adra dan Yuval Abraham. Basel Adra, lahir pada tahun 1996, adalah seorang aktivis Palestina yang terus memperjuangkan hak-hak masyarakatnya di wilayah pendudukan.
Sementara itu, Yuval Abraham, seorang jurnalis Israel kelahiran 1995, mengangkat realitas yang terjadi di wilayah tersebut melalui liputan dan dokumentasi langsung.
Dalam No Other Land, penonton disuguhkan gambaran nyata bagaimana tentara Israel merobohkan rumah-rumah warga Palestina di Masafer Yatta, sebuah wilayah di Tepi Barat yang telah dihuni oleh komunitas Palestina selama beberapa generasi.
Warga dipaksa keluar dari rumah mereka untuk membuka jalan bagi zona pelatihan militer Israel. Adra, sebagai seorang aktivis, berusaha untuk melawan penggusuran ini dan merekam peristiwa yang terjadi.
Di sisi lain, Abraham, sebagai seorang jurnalis, mencoba mendokumentasikan dan memahami penderitaan yang dialami oleh masyarakat Palestina.
Persahabatan antara Adra dan Abraham menjadi sorotan utama dalam film ini, menunjukkan bagaimana perbedaan latar belakang mereka menjadi tantangan dalam hubungan mereka. Meskipun berasal dari dua kelompok yang berkonflik, mereka menemukan kesamaan dalam memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan.
Pesan yang Disampaikan oleh Basel Adra dan Yuval Abraham
Saat menerima penghargaan Oscar, Basel Adra menyampaikan pesan yang menyentuh hati tentang kondisi Palestina.
Basel menjelaskan bahwa film No Other Land merupakan cerminan dari kenyataan pahit yang dialami mereka, dan mereka masih terus melawan ketidakadilan serta pembersihan etnis terhadap rakyat Palestina.
Basel juga mengungkapkan harapannya agar dunia dapat mengambil tindakan serius untuk menghentikan penderitaan tersebut.
Sementara, Yuval Abrahan menekankan pentingnya solidaritas dan jalan keluar politik yang adil bagi kedua belah pihak.
"Kami membuat film ini karena kami tahu bahwa suara kami akan lebih kuat bersama-sama. Kami menyaksikan kehancuran Gaza dan penderitaan rakyatnya yang harus segera dihentikan. Kami juga melihat para sandera Israel yang diculik dalam serangan 7 Oktober yang harus segera dibebaskan," jelasnya, yang dikutip Reuters, Senin (3/3).
Yuval juga menyoroti ketidaksetaraan yang ada antara dirinya dan Basel Adra. Dia mengatakan bahwa ketika dirinya melihat Basel, dia merasa seolah melihat saudaranya, namun mereka tidak sama.
Yuval mengaku jika dirinya hidup di bawah hukum sipil, sementara Basel terjebak di bawah hukum militer yang menghancurkan kehidupannya.
Selain itu, Yuval mengkritik kebijakan luar negeri beberapa negara yang, menurutnya, memperburuk situasi dan menghalangi tercapainya solusi politik yang adil.
Dia percaya bahwa masih ada jalan lain, dan meyakini bahwa belum terlambat untuk memperjuangkan kehidupan dan masa depan yang lebih baik.
(ipa)