Finansial

OJK Perkuat Bank BUMN dengan Aturan Baru Penghapusan Kredit Macet

OJK Perkuat Bank BUMN dengan Aturan Baru Penghapusan Kredit Macet

PASUNDAN EKSPRES - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini mengungkapkan perkembangan terbaru mengenai kebijakan penghapusan tagih kredit macet yang diharapkan dapat membawa angin segar bagi sektor keuangan, khususnya bank BUMN dan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) non-bank. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Edina Rae, menjelaskan bahwa aturan ini telah disusun dalam bentuk Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan akan segera diterapkan, dengan tujuan mengatur mekanisme penghapusan tagih kredit yang tidak sepenuhnya dapat diselesaikan melalui penghapusbukuan biasa.

 

Dian menegaskan bahwa kebijakan ini tidak akan berlaku secara universal untuk semua kredit macet, melainkan hanya untuk debitur-debitur yang memenuhi kriteria tertentu. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa proses penghapusan tagih tetap terkendali dan tidak berdampak negatif pada keuangan negara. Ia menekankan bahwa meskipun kredit telah dihapus dari laporan keuangan bank, proses hapus tagih hanya akan dilakukan setelah pertimbangan matang, termasuk cadangan kerugian penurunan nilai yang telah mencapai 100%.

 

Pemerintah melalui OJK juga ingin memastikan bahwa kebijakan hapus tagih ini tidak akan menimbulkan kerugian negara. Tantangan utama yang dihadapi dalam implementasi kebijakan ini adalah bagaimana bank BUMN, yang mengelola uang negara, dapat melaksanakannya tanpa menimbulkan dampak negatif bagi keuangan publik. Hal ini menjadi fokus utama mengingat besarnya dana yang disalurkan oleh bank BUMN ke sektor UMKM, yang seringkali menghadapi risiko kredit macet.

 

Seiring dengan penerapan kebijakan ini, beberapa bank BUMN telah mencatatkan peningkatan nilai penghapusbukuan kredit macet. PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) misalnya, melaporkan peningkatan hapus buku kredit macet dari Rp10,4 triliun pada Maret 2024 menjadi Rp10,8 triliun per Juni 2024. Demikian pula, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mencatatkan peningkatan nilai hapus buku dari Rp7,23 triliun menjadi Rp7,37 triliun dalam periode yang sama.

 

Meski begitu, Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar, memperingatkan bahwa implementasi kebijakan hapus tagih ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindari moral hazard yang bisa timbul. Ia juga menekankan bahwa meskipun hapus buku telah dilakukan, hal ini tidak akan mempengaruhi kinerja bank secara keseluruhan.

 

Dengan adanya kebijakan baru ini, OJK berharap dapat membantu bank BUMN dan LJK non-bank untuk lebih efisien dalam mengelola risiko kredit macet, tanpa mengorbankan stabilitas keuangan negara. Namun, penerapan kebijakan ini tetap membutuhkan pengawasan yang ketat agar tujuan utama, yakni menjaga kesehatan keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi, dapat tercapai dengan baik.

Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua