PASUNDAN EKSPRES- Di era modern saat ini, penggunaan uang kertas dan digital sudah jadi kebiasaan sehari-hari.
Setiap transaksi hampir selalu menggunakan uang Fiat, apalagi dengan perkembangan teknologi dan ekonomi yang pesat.
Hanya dengan modal HP, kamu bisa transaksi di mana saja.
Uang Fiat sendiri telah menjadi simbol stabilitas dan kemajuan ekonomi global, dan Bank Indonesia bahkan punya visi untuk mewujudkan Bank Sentral berbasis digital dalam kebijakan dan kelembagaannya.
Tapi, lo tahu gak sih, sebelum era uang Fiat elektronik ini, alat tukar manusia bukan uang, melainkan barang dan logam mulia, terutama emas.
Emas sudah jadi alat tukar yang bertahan ribuan tahun. Kenapa? Karena emas stabil dan tahan terhadap inflasi.
Bahkan, peradaban kuno kayak Mesir, Yunani, dan Romawi pakai emas sebagai standar mata uang mereka.
Banyak negara sampai sekarang masih menjadikan emas sebagai cadangan kekayaan karena nilainya tetap stabil, meski ada perang atau krisis ekonomi.
Namun, pernah kepikiran nggak, gimana jadinya kalau kita balik lagi pakai emas sebagai alat tukar?
Ini jadi argumen seru, terutama buat mereka yang fanatik sama emas. Sebenarnya, emas punya keunggulan dalam hal stabilitas nilai.
Produksi emas nggak bisa ditingkatkan atau dikurangi dengan cepat, karena proses penambangannya memakan waktu dan biaya tinggi.
Selain itu, emas punya banyak kegunaan di industri seperti elektronik, medis, dan perhiasan, yang membuatnya makin bernilai.
Kalau dibandingin dengan uang Fiat, emas jelas lebih stabil. Contoh, harga emas pada Juni 2013 sekitar Rp500.000 per gram, dan sekarang sudah naik jadi sekitar Rp1,3 juta.
Sementara itu, rupiah terus melemah karena inflasi, bahkan melemah lebih dari 35% dibandingkan dolar AS pada periode yang sama.
Walau emas punya nilai stabil, penggunaannya sebagai alat tukar sehari-hari nggak praktis.
Nilai emas harus diukur dulu, mulai dari jenisnya, kadar karatnya, sampai bagi-bagi jadi ukuran yang tepat.
Proses ini makan waktu dan tenaga, beda dengan uang Fiat yang lebih praktis dan mudah diperiksa.
Selain itu, kalau transaksi dalam jumlah besar, kamu harus bawa emas dalam jumlah besar juga, yang bikin risiko keamanan lebih tinggi.
Untuk menyimpan emas, kamu butuh brankas yang aman, yang pastinya nggak murah.
Kalau emas benar-benar dijadikan alat tukar utama, bisa terjadi deflasi, yaitu penurunan harga barang dan jasa secara terus-menerus.
Karena jumlah emas terbatas, suplai emas nggak bisa mengimbangi jumlah barang yang ada.
Ketika harga barang turun, keuntungan perusahaan ikut menurun, dan akhirnya banyak perusahaan yang bakal melakukan PHK untuk efisiensi. Dampaknya? Pengangguran meningkat.
Intinya, meskipun emas terbukti stabil dan bernilai, menggunakannya sebagai alat tukar utama di masa sekarang bakal menimbulkan banyak tantangan, baik dari segi praktis maupun ekonomi.
Gimana menurut kamu, setuju balik ke emas atau tetap pakai uang digital yang sekarang lebih praktis?